Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Kelapa Muda

2 Maret 2022   19:38 Diperbarui: 2 Maret 2022   19:43 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


DI kala kepenatan menggelayut karena kesibukkan, lalu menikmati kelapa muda, tentu sungguh menyegarkan. Terlebih dinikmati bersama dengan beberapa orang. Dan itu di bawah rindangnya pohon kelapa sembari nyiur melambai dan menikmati senja yang akan segera menyapa.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Itulah suasana yang kami rasakan di kebun salah seorang kawan, Senin, 29 Februari 2022. Pohon kelapa tumbuh subur bersama dengan pohon yang lain di pagar pinggir sawah. Daunnya menaungi beberapa pohon sekitar yang tidak kalah tingginya. Teduh dengan hempasan angin yang sepoi-sepoi. Lalu suara gesekan daunnya yang kering memberi suasana alam yang damai.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Menikmati kelapa muda di akhir bulan Februari, memang tidak kami rencanakan. Namun salah seorang kawan yang memiliki beberapa pohon kelapa di kebunnya, lalu mengajak kami untuk bertandang. Kami menyambutnya dengan begitu antusias. Pasalnya, kami sudah lama tidak merasakan nikmatnya air kelapa muda. Tentu kesempatan yang langka ini tidak bisa dilewatkan.


Mula-mula hanya beberapa orang. Tapi pada saat berangkat ada belasan anak-anak yang juga ingin ikut. Lalu mereka di naikkan di atas mobil. Parang. Sendok serta es batu dan penambah rasa dari minuman shacet tidak lupa dibawa serta. Tidak lupa salah seorang yang bisa memanjat di identifikasi terlebih dahulu. Hanya saja informasi dari pemilik kebun bahwa pohon kelapanya tidak terlalu tinggi, sehingga ada yang menyanggupi untuk memanjat.

Setelah semua persiapan sudah mantap, jadilah kami berangkat dengan dua kendaraan roda empat. Mobil Hilux yang kami tumpangi di penuhi dengan belasan  anak-anak. Suasananya sangat ramai. Sepanjang perjalanan mereka tidak berhenti berteriak kegirangan. Tampak mereka sangat senang. Sesekali mengganggu temannya. Lalu membuat perjalanan menuju kebun begitu gaduh.

Menuju kebun, kami harus menghabiskan waktu kurang dari satu jam. Dua kiloan meter dari kampung. Dan kebun kawan itu, juga tidak seberapa jauh dari laut. Teluk Cempi di selatan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Sebuah teluk yang menjadi tempat dimana masyarakat pesisir menggantungkan harapan. Di dekat teluk itulah kebun yang akan sambangi.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Mobil yang kami tumpangi berjalan lamban. Dengan begitu kami bisa menikmati pemandangan persawahan. Padi tumbuh subur dalam petakan persawahan. Terlebih beberapa batangnya sudah menghadirkan hijau segar bulir padi yang masih muda. Di beberapa petak sawah yang lain, kami disuguhkan juga dengan hijaunya pohon jagung yang padat alat tentara berdiri. Rindang. Mendamai kala dipandang.

Setelah ke luar dari jalan utama, mobil yang kami tumpangi harus melewati jalan bebatuan. Di ujung jalan sebelum belokan serupa jalan setapak, suara gemuruh sebuah perusahaan pemecah batu seolah menyambut kedatangan kami. Tampak terlihat asap dari bebatuan yang beradu dengan mesin membumbung tinggi di udara. Sebuah mesin beroperasi sabang hari dengan suplai batu dari mobil pengangkut.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Setelah melalui jalan yang seukuran mobil, kami pun sampai. Anak-anak turun  dengan kegirangan. Berlari ke tengah sawah. Bersama seolah melepas lelah, lalu mengekspresikan kebahagiaan. Dunia anak memang selalu diselimuti perasaan tanpa beban. Hidupnya menyatu dengan aktivitas yang disenanginya. Mereka melakukan yang disukainya sembari memahami setiap kepingan realitas yang hinggap dalam hidupnya.

Kami berkumpul di tengah sawah, sembari mendongak salah seorang memanjat. Tetiba kemudian buah kelapa jatuh satu persatu di atas permukaan tanah. Anak-anak berteriak. Lalu kemudian diambil satu kelapa. Parang mengupas kulitnya. Air segarnya terlihat. Anak-anak berkerumun. Meminta jatah. Bergantian mereka menikmati segarnya kelapa muda yang kulitnya masih hijau bugar.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Beberapa saat kemudian, semua kelapa muda yang tergeletak di tanah dikumpulkan di satu tempat.  Airnya diambil setelah dikelupas. Di masukan di dalam ember. Kemudian daging kelapa dikerok menggunakan sendok. Di satukan di ember dengan segala campuranNya. Karena kekurangan pering dan mangkok, batok kelapa menjadi wadah alternatif. Semua mendapat jatah. Menikmati kelapa muda di tengah sawah dengan semilirnya angin laut yang menyapa dedaunan.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Kami menyulam kebersamaan dalam bingkai persaudaraan. Ada kisah yang terlukis di sini. Merangkainya dengan menikmati kelapa muda yang segar dan memberikan kesejukan dahaga yang kering kerontang. Kesejukan menyelimuti perasaan yang kalut. Ketulusan hati berkata mensyukuri nikmati ilahi yang natural.

"Alangkah enaknya menikmati kelapa muda, namun sayang tidak bersama gadis muda, walau pun saya masih muda" Ujarnya seorang kawan sambil terkekeh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun