Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan Bersimbah Asap

14 Januari 2022   18:21 Diperbarui: 14 Januari 2022   18:28 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DALAM acara hajatan di kampung, baik sunatan, pernikahan dan acara sejenis lainnya, peran perempuan sangat lah menentukan. Walau kadang diabaikan dalam sambutan karena jarang disebutkan, tapi tanpa kontribusi perempuan tampaknya acara tidak akan berjalan mulus. Terlebih dalam mempersiapkan menu makanan bagi tamu undangan.
Di dapur, mereka berkumpul lalu mengambil perannya masing-masing. Ada yang memarut kelapa, memotong nangka serta rempah-rempah lainnya hingga memasak dengan kepulan asap yang membumbung tinggi di udara. Di dapur, mereka pun bisa bersenda gurau satu sama lain. Dapur hajatan menjadi ruang sosial baru dimana perempuan - perempuan ini akan berinteraksi sembari menyulam hubungan di tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga. Dalam mempersiapkan kuliner hajatan mereka bersua dan berbagi kisah.

Dalam menyiapkan semua kebutuhan dapur beberapa di antaranya bahkan datang sebelum terang tanah. Mulai dari memastikan keberadaan priuk, dandan, hingga beberapa menu masakan termasuk ketersediaan kayu bakar. Sementara untuk mengkoordinir urusan dapur, ditunjuk seseorang yang biasanya memahami serta yang berpengalaman dalam urusan perut ini.

Di kampung, walau sudah umum menggunakan gas, tapi beberapa masakan masih menggunakan nyala api dari kayu bakar dengan asapnya yang kadang membuat mata perih. Tapi semua itu tetap dilakoni oleh perempuan - perempuan ini. Mereka serupa pegawai kantoran yang harus menuntaskan pekerjaan dengan cara professional. Karena baik dan buruknya hasil masakan akan menentukan reputasi mereka sebagai chef di hajatan berikutnya.

Di kampung, mereka tidak digaji. Semua atas dasar solidaritas dan sikap saling membantu satu sama lain. Mengambil bagian dalam hajatan adalah merupakan keniscayaan. Karena kapan tidak memberi kontribusi, maka bersiaplah untuk mengurusi sendiri hajatannya. Serupa hubungan simbiosis mutualisme yang membutuhkan satu sama lain.

Tapi ada yang miris, ketika pejabat memberi sambutan, tampaknya tidak ada apresiasi terhadap kerja keras perempuan 'berasap' ini. Mereka tidak diperhitungkan, seolah perannya di dapur tidak berarti apa-apa. Pada hal merekalah yang memiliki andil dibandingkan para pejabat yang duduk manis lalu berceloteh murahan di atas panggung. Yang di hormati dan diberi penghargaan malah kepada mereka yang tidak tahu sama sekali bagaimana proses acara itu sedari awal.

Sangat jarang kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali ucapan terimakasih dari mulut sampah mereka berpidato di atas penggung kepada perempuan - perempuan yang bersimbah peluh di dapur. Sementara berkat perempuan itulah mereka bisa mencicipi makanan yang tersaji di atas meja makan hajatan.

Malah sering terdengar adalah sanjungan, pujian kepada sesama para pejabat. Mereka seolah khawatir kehormatannya sebagai pejabat akan luntur kalau tidak disebut dan sanjung di depan para tamu undangan. Umumnya para pejabat memang sangat mengemis untuk dipuja dan dipuji oleh khalayak ramai.

Kadang mereka pura-pura tidak paham antara berada di panggung politik atau berada di acara hajatan warga dan hadir memberi ucapan selamat. Memang pejabat di negeri +62 ini kadang miskin adab, tidak bisa membedakan mereka sedang berkampanye dengan hadir secara ikhlas di acara warga. Busuknya lagi, mereka melupakan ucapan terimakasih kepada perempuan yang memberinya makanan di acara yang mereka hadiri. Memang tidak semua, tapi pejabat yang demikian ada di tengah-tengah kita.

Selain itu, perempuan mestinya mendapat tempat yang sama untuk memberi sambutan. Tapi yang sering terlihat, laki-laki memiliki kesempatan lebih dibandingkan kaum perempuan. Bahkan tampak benar, laki-laki menunjukkan sikap inferior-Nya kepada perempuan kala memberi ucapan selamat kepada pengantin di atas pelaminan kala acara pernikahan di gelar. Rombongan laki-laki diberikan kesempatan pertama sebelum perempuan.

Perempuan mestinya diberi sempatan yang sama dengan laki-laki dalam pekerjaan tertentu. Kaum perempuan tidak bisa lagi dinilai sebagai kelas kedua dalam struktur kehidupan sosial kemasyarakatan. Bukan lagi saatnya mempertentangkan hubungan laki-laki dan perempuan.

Tiba-tiba saat menulis ini, saya mendengar lagu dari group musik Ada Band dengan lirik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun