BERSANTAI melantai di bibir pantai, sembari menikmati temaram senja adalah saat-saat yang menyenangkan. Ada kedamaian yang terasa merasuk. Melepas pandang pada ruang samudra yang bertepi. Berpijak di atas pasir putih serupa tepung menghaluskan rasa.
Menyalakan api unggung. Berbagi kisah pada semesta yang mulai menua. Menyulam yang berserak, lalu merangkainya menjadi satu harmoni. Kebahagiaan tidak lahir dari harta melimpah. Tidak pula menterengnya gelar di ujung nama. Bahkan tidak di telurkan dari keturunan yang angkuh.
Kebahagiaan adalah rasa. Rasa yang merasuk dalam hati, hingga mengalir dalam darah, ke sum-sum, lalu mengawang damai dalam benak. Hempasan angin laut memberi kesadaran. Kesadaran hidup untuk mengisi hari dengan ikhlas. Cinta kasih menyatu memberi rasa. Rasa dari hati yang mendamai menghampar pada semesta.
Itulah yang kami rasakan ketika menikmati temaram senja di bibir pantai Nangasia, Minggu, 25 September 2021. Api unggung menyalah, mengangkasa. Membahana di udara dalam hempasan angin laut sore. Kami duduk sembari menghamparkan kisah bersama. Menyulam kisah, lalu melepas tawa pada cerita yang memberi makna.
Di laut, perahu mendayung pelan dalam hempasan ombak yang melambai. Laut sore ini terlihat tenang. Beberapa nelayan turun melaut. Mendayunkan gabus bersegi empat menuju perahu yang sedang menunggu. Pelan meninggalkan bibir pantai. Seorang istri mengantarnya dalam tatapan ikhlas, sebelum sang suami belum benar-benar hilang dalam pandangan.
Langit sore penuh dengan megah-megah. Adzan magrib dari pelantang masjid terdekat sayup-sayup terdengar. Kami masih di sini. Masih menikmati suasana pantai yang harmoni dalam hempasan angin malam mulai menyapa kulit. Api unggung masih menyala terang. Memberi cahaya pada gelapnya malam yang mulai menyelimuti.
Membakar kayu-kayu kering agar nyala api tetap berkobar. Menyinari sekitar. Menepikan pekatnya malam. Deburan ombak masih terdengar jelas. Langit dengan bintang-bintang yang gegap gembita.Â
Ikut menyumbang terang dan menyinari malam dari kejauhan. Kelap kelip lampu dari daratan seberang, juga tidak ketinggalan meramaikan malam. Sementara kami masih di sini, berpijak di atas hamparan pasir putih, sembari melingkar api unggung yang masih menyala.
Kami memulainya di sini sembari menenun kisah. Semoga esok kami masih bisa mengulang kisah yang sama. Adakah itu terwujud? Entahlah, hanya kepada bintang-bintang harapan dilangitkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H