BLUZZ, demikian biasa dirinya di sapa orang. Saya pun memanggilnya demikian. Entah apa arti nama itu, saya tak pernah mencoba bertanya. Ia pribadi yang santuy. Hidup yang dijalaninya seolah tak memiliki beban. Setiap masalah yang menerjang, di hadapinya dengan sikap santai.
Hari-hari yang dilaluinya seolah semuanya biasa-biasa saja. Walaupun menjadi staf di salah satu sekolah kejuruan di selatan kabupaten dan  membuka pengetikan sebagai tambahan penghasilan, tak membuatnya kelihatan sibuk. Pekerjaan tidak harus membuatnya mengernyitkan dahi, lalu menumpahkan amarah ke langit.
Cibiran orang. Cacian pembenci. Hinaan semesta yang datang silih berganti. Dilaluinya dengan santai dan kepala tegak. Baginya hidup serupa air laut yang ada pasang dan surutnya. Karena ada waktu dimana dirinya di puji setinggi langit. Mengawang di awan-awan, lalu mengangkasa ke udara. Mengukur langit. Ada pula saatnya dihinakan. Semesta berpaling, kemudian menghujam decak jantung yang normal.
Baginya pantai adalah tempat favoritnya bersantai. Tidak harus banyak orang. Atau ada yang datang menemani. Ia kadang sendiri dan bahkan lebih nyaman menyendiri. Di pantai, ia bisa menyaksikan lembayung senja yang manja, pasir putih serupa tepung, hempasan angin laut yang mendamaikan dan bisa menitipkan pesan kala mega-mega menyambut malam.
"Pantai Situs penuh dengan keindahan pasir putih, deburan ombak yang begitu dinikmati karena keindahan senja itu membuat mata dan hati tenang untuk menikmatinya" Ucapnya mengagumi, Selasa, 31 Agustus 2021, pukul 17:00 WITA
Terlihat dirinya menyeruput kopi hitam yang tersaji di atas meja. Saya pun tanpa izin memotretnya diam-diam. Walaupun setelah itu, saya memperlihatkan hasilnya kepadanya. Ia hanya mengangguk tanda setuju. Ketika saya mengatakan akan dimasukan menjadi sampul tulisan di media Kompasiana. Wajahnya terlihat sumringah. Seperti sapuan lembayung senja di sore ini. Cerah merekah.
Berharap kelak bersemai kisah dalam senja yang selalu setia menemani. Karena hari ini. Di sini, hanya mampu menaruh harap kepada pemilik semesta agar semua mewujud menjadi nyata.
Salahkah saya menaruh harap kepada pemilik semesta? Kalau tidak, ternyata kita sama-sama ciptaan ilahi yang selalu bersandar pada kuasanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI