Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip

Di Pantai Situs Nangasia, Pelakor Itu Berkisah

24 Agustus 2021   08:15 Diperbarui: 24 Agustus 2021   08:26 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


HAMPARAN pasir putih membentang sejauh mata memandang. Ombak berarak memecah pantai. Buih lautan bersemai menyapa silaturahmi dengan bibir pantai. Langit cerah membiru dengan laut Cempi yang damai.

Sejenak melepas lelah dari rutinitas yang membumbui hari. Menepi dari semua yang kadang menjenuhkan. Dahaga dunia kadang membelenggu. Mengejarnya seolah sebuah keharusan. Sehingga memaksa diri melaju dengan waktu dan mengabaikan yang lain. Hidup seolah tak menyisakan waktu untuk bercumbu dengan semesta.

Mula-mula sendiri. Ingin memilih sendiri. Ada kerinduan yang membuncah yang mendorong untuk kembali menatap senja di pantai Situs Nangasia. Tempat biasa dimana saya menyeruput kopi. Menikmati senja. Bahkan dimana imajinasi membumbung tinggi lalu tertuang dalam aksara.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Pantai Situs Nangasia adalah salah satu tempat dimana saya biasa melepas lelah yang kadang datang menggelayut. Selain itu, di tempat ini pula kadang bersua banyak kawan. Menyulam kisah, lalu tertawa lepas karena jenaka dari salah seorang. Di pantai ini kisah-kisah itu terawat rapi dalam memori. Yang sewaktu-waktu menjadi alasan untuk bersemai kembali.

Saat melepas pandang, tiba-tiba tanpa undangan, seorang gadis duduk di samping saya. Terkejut. Mulut saya seolah tak sanggup menyapanya. Walau sudah mengumpulkan keberanian dari berbagai penjuru. 

Mulut masih sulit mengeluarkan sekata pun. Dalam benak, saya dipenuhi dengan beragam pertanyaan. Entah dari arah mana gadis ini datang. Lalu apa maksudnya harus duduk satu meja dengan saya. Tahukah dirinya, bahwa saya hanya ingin sendiri dan menunggu senja datang memberi damai pada semesta.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Pertanyaan itu hanya mengudara di dalam pikiran tanpa sedikitpun nyali untuk mengungkapkannya. Gugup. Itu kata yang tepat menggambarkan perasaan saya ketika didekati seorang gadis cantik ini. 

Hanya sekali saya meliriknya. Jangankan sepenggal kata, menatapnya pun saya tak punya kuasa. Harum semerbak parfum yang dikenakannya menyeruak ke semua arah. Melihat saya terdiam, gugup. Gadis itu menyapa lembut.

"Bang, boleh saya duduk di sini" Ucapnya pelan.

Saya hanya mengangguk, sebelum gadis itu memulai semuanya. Tanpa diminta, ia bercerita tentang alasan kenapa dirinya ingin menikmati senja di pantai Situs Nangasia. 

Di lini masa media sosial, dirinya sering melihat pemberitaan pantai yang berada di perbatasan desa Marada dan Desa Hu'u Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat ini. Rasa penasaran itulah yang mendorong kakinya datang untuk berpijak.

"Sudah lama saya ingin ke pantai ini bang, tapi karena belum ada kesempatan, jadilah saya harus memendam asa, tapi hari ini kesampaian juga" Lanjutnya.

Demi menghargainya, saya menggeser badan walau tak cukup nyali menatapnya lama-lama. Terlihat dirinya begitu seksi. Rambut pirangnya terurai di sapu angin laut. 

Pakaian yang dikenakannya hanya menutupi beberapa bagian tubuhnya saja. Kulit putihnya bersih dengan dadanya menyembul seksi. Tali di dua sisinya menyibak belahan itu. Bagiannya terlihat, walau puncaknya sedikit berjarak dengan kalung yang dikenakannya. Walau sekilas melihatnya, pikiran saya tak karuan dibuatnya.

Melihat saya kikuk, dirinya tersenyum tipis.

"Kenapa bang sendiri" Tanyanya.
"Saya memang  ingin sendiri" Jawab saya singkat.
"Bolehkah saya menemani abang hingga senja temaram di sapu gelapnya malam?"

Mendengar pertanyaan itu, saya kembali terdiam. Saya merasakan getaran jantung yang serba tak karuan. Perasaan saya serasa gemuruh halilintar membahana di langit berawan. 

Bercampur aduk diseret keputusan sulit untuk menjawab. Bertemu seorang gadis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ia hadir bak jelangkung yang datang tanpa diundang dan pergi tanpa di antar. Ia duduk tak seberapa berjarak.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Tak ditanya, gadis itu berkisah tentang masa lalunya yang getir dan menguras emosi. Dirinya bukan lagi gadis seperti yang disangkakan. Ia sudah menjanda dua tahun silam, setelah suaminya memilih pergi dengan kekasih pujaan hatinya.

Mula-mula rumah tangganya baik-baik saja. Kebahagiaan selalu menyelimuti keluarga kecilnya. Kehadiran anak pertamanya satu tahun setelah turun dari pelaminan, memberi keyakinan padanya bahwa ia dan suaminya akan mampu membawa bahtera rumah tangganya hingga menepi di ujung waktu.

Ternyata itu hanya seulas harapan saja. Nasi terlanjur menjadi bubur. Suaminya mulai berubah ketika mendapat jabatan di salah satu tempatnya bekerja. Jarang pulang. Kalau ditanya, selalu dijawabnya dengan cacian, makian dan bahkan  tamparan bersarang di pipinya yang putih. 

Mula-mula ia mencoba bertahan dari sikap suaminya yang tak pernah bersahabat. Tapi, ketika suatu hari melihat langsung suaminya bercumbu dengan wanita lain di salah satu kaffe di sudut kota, membuat hatinya hancur dihempas ombak penghianatan suaminya.

Ia memutuskan  bercerai. Memilih jalan yang berbeda. Melanjutkan hidup dengan putri sematang wayangnya yang kini hidup dengan ibunya di sudut kota. Ia hanya mendapatkan rumah beserta isinya setelah berpisah dengan suaminya. Kini, dirinya hanya memiliki sejumut harapan bahwa kelak akan mendapatkan lelaki yang akan tulus mencintainya. Merawat, hingga rambutnya beruban.

Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dengan jujur ia berkata, bahwa banyak lelaki hidung belang yang datang menghampirinya, seusai bercerai. Tapi di matanya, belum ada yang benar-benar serius untuk berijab kabul di depan penghulu. Ada yang datang tapi hanya ingin mencumbuinya, melepas hasrat, lalu pergi meninggalkan lembaran rupiah dan duka. 

Kebanyakan lelaki bejat itu, datang dengan segudang janji demi meraih kenikmatan sesaat pada tubuhnya yang masih terawat mulus. Tapi semua itu dihempasnya dengan sejuta alasan, hanya untuk menghindari sahwat dunia yang sementara.

Yang sulit diterimanya ketika banyak pihak mengalamatkan kata Pelakor padanya. Awal mendengar kata itu, ia begitu risih dan membuat hari-harinya tidak nyaman. 

Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai berdamai dengan kata itu. Baginya, di dunia ini tidak ada satu pun manusia ingin dilahirkan menjadi miskin, menjadi budak atau menjadi manusia dengan kulit hitam arang. Sama hal dirinya yang tidak pernah ingin menjadi janda. Semua orang ingin bahagia, dan hidup makmur di atas bumi tuhan ini bersama lelaki yang tulus mencintainya.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Setelah lama bercerita, malam mulai gelap, senja kembali keparaduan, lalu  tiba-tiba ia sandarkan kepalanya di pundak saya dan berkata lirih.

"Bisakah abang mengisi relung hati yang kosong ini, lalu bersama-sama mengarungi samudra kehidupan berdua, hanya berdua bang" Bujuknya

Mendengar itu, saya hanya terdiam sembari menikmati harum semerbak tubuhnya yang dibaluti pakaian yang dibiarkannya melorot. Ia memeluk hangat. Kami mulai menyelam dalam kenikmatan yang tak terhindarkan. Jari jemari bergerak pelan tapi pasti, merambah  seluruh titik sensitifitasnya. Tarikan nafasnya membuncah hasrat kimiawi kelelakian ini.

Bisakah tidak melanjutkan kisah ini, karena di sini saya sedang mengangkasa bersamanya di langit-langit duniawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun