Yang dikhawatirkan jangan sampai hanya karena viral sesaat lalu setelah itu sepi pengunjung. Nampaknya perlu ada inovasi-inovasi lain agar pantai Ngampa bisa membumi dan menarik perhatian publik selain panorama pantainya yang manja. Dan untuk itu saya bertahan hingga malam sembari berdiskusi dengan beberapa pemuda Desa Cempi Jaya di Kaffe Ngampa.
Kaffe Ngampa merupakan kaffe satu-satunya berdiri di bibir pantai. Kaffe ini milik Indra teman yang sudah lama saya kenal. Ia orang pertama yang menginisiasi hadirnya Kaffe untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman bagi pengunjung di pantai Ngampa.
Kami ngobrol santai sembari menyeruput kopi hitam. Merdunya suara seorang gadis yang sedang karakoean menambah ademnya suasana malam. Lagu Felix dengan lirik "aku milikmu malam ini, kan memelukmu sampai mati" membuat hati seolah ingin berdua dengan kekasih hati di hamparan pasir putih pantai Ngampa yang empuk.
Saya membayangkan ia bersandar di bahu, sembari melepas pandang ke arah laut. Kami duduk memanjangkan kaki. Sesekali ku usap rambutnya yang terurai lalu mencium keningnya yang bening. Membiarkan tangannya bermain pasir dan mendengarkan kisahnya tentang semesta yang kadang pahit. Ia seakan menemukan diri ini satu-satunya lelaki dalam hidupnya. Sungguh bahagianya dirinya telah menemukan pujaan hati seperti lelaki yang membelainya dengan manja.
Di pantai Ngampa, kami menyulam kisah dan membiarkan kenangan mengalir di hari mendatang. Biarkan buih di lautan bersisian menjadi saksi, bahwa kisah klasik dua insan manusia pernah terukir indah di sudut senja di atas hamparan pasir putih. Biarkan kenangan yang akan mengulang, untuk mengabarkan kepada semesta bahwa kisah itu benar-benar ada. Dan itu di sini. Di pantai Ngampa yang eksotik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H