SAAT mentari mekar menyapu semesta, tiba-tiba handphone saya berdering, Jumat 18 Juni 2021. Saya meraih handphone yang sedang berbaring di ujung kursi. Di awali salam, saya menyapa. Di seberang menjawab dengan halus dan menyampaikan maksud. Kami berbicara singkat. Lalu janjian bersua di satu tempat untuk membincangkan satu informasi dari kantor dimana tempat kami bekerja.
Selang beberapa menit, kami bertemu di ujung kampung di sebuah taman. Kami berbincang sejenak mengenai surat penelitian dari tim Balai Arkeologi Provinsi Bali yang masuk ke kantor dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.Â
Isi surat itu menjelaskan tentang penelitian. Terlihat di lembaran itu, salah satu lokasi penelitiannya berada di tempat dimana kami ditugaskan oleh disbudpar kabupaten Dompu.Â
Kami ingin mendapat arahan serta pencerahan dari kepala dinas, apa yang bisa kami lakukan jika dibutuhkan untuk membantu tim peneliti yang datang dari pulau dewata itu.
Dari ujung telpon, ia meminta saya segera merapat ke pantai Lakey. Kami berbicara singkat. Saya menutup telpon, lalu bergegas bersama pak Hanafi dengan kuda besi masing-masing.Â
Pak Hanafi adalah salah satu pegawai dinas pariwisata yang sudah lama mengenal dinamika pantai Lakey. Kami beberapa kali berdua, ketika mendapatkan tugas dari kepala dinas untuk mengurus sesuatu di wilayah selatan kabupaten. Hanya bedanya ia sudah ASN, dan saya masih pegawai honorer.
Di desa Hu'u, laju kendaraan kami lambatkan. Hawa keramaian sisa pilkades sehari sebelumnya masih terasa. Beberapa orang terlihat berkumpul. Sisa pemilihan seperti meja, spanduk calon, botol mineral terlihat berserakan di tanah. Pesta demokrasi telah usai. Satu orang terpilih. Ia akan menjadi pemimpin enam tahun ke depan bagi masyarakat desa paling selatan ini.
Di pintu masuk jalan kembar Nangas pantai Lakey, terlihat patung surfing berdiri gagah di atas gapura. Patung setinggi orang dewasa ini adalah  simbol bagi ketenaran pantai yang memiliki ombak kidal ini. Taman di tengah jalan terlihat baru mendapatkan sentuhan perbaikan.Â
Beberapa kali kendaraan melambat karena polisi tidur yang tak pernah bangun berbaring memotong jalan. Dari kejauhan terdengar deburan ombak menyapa semesta. Angin laut sedikit kencang. Di salah satu hotel yang tak jauh dari pantai terlihat beberapa mobil plat merah terparkir. Kami berhenti.
Namun setelah mengajak berbincang beberapa orang, saya mulai paham. Ternyata ini tim gabungan yang sedang memastikan kelengkapan berkas (Paspor) bagi wisatawan mancanegara yang sedang berlibur di pantai Lakey.Â
Tim gabungan ini terdiri dari Imigrasi Kabupaten Bima, dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Dompu, Dinas Tenaga kerja dan transmigrasi Kabupaten Dompu, kepolisian, TNI dan unsur pemerintah lainnya. Dan mereka mengenakan seragam yang sama.
Setiap pemilik hotel di interview. Setiap bule dimintai dokumen lengkapnya. Mereka koopertif. Ada yang ditemui, ada pula yang masih di luar. Umumnya beberapa yang belum sempat ditemui, sedang melakukan surfing. Mereka sedang menaklukan ombak. Menikmati laut Bumi Nggahi Rawi Pahu dengan teluk Cempi yang menyuguhkan ombaknya yang menantang nyali.
Kami ingin memastikan bahwa aturan benar-benar ditegakkan. Kita harus menjadi tuan di negeri sendiri. Destinasi wisata harus tetap dibumikan, tetapi dengan kepatuhan pengunjung akan regulasi dan aturan tetap di junjung tinggi.
Mari bergandengan tangan untuk kemajuan pariwisata kita. Oke guy's.