JEJAK langkah menelusuri pematang sawah. Ada harapan yang sempat ditautkan. Ketika tangan-tangan manusia merobohkan hutan, kami mencoba berbuat sesuatu. Mungkin tidak besar dampaknya saat ini, tapi nampaknya akan memberikan efek bagi semesta.Â
Bukankah tindakan kecil yang konsisten akan menjadi bom waktu yang menggelegar. Kami berbuat bukan untuk di puji. Bukan pula karena ingin di sanjung oleh banyak pihak. Tapi ketulusan hati, kejernihan pikiran, menjadi dasar dalam berbuat.
Penting untuk mengambil satu langkah pertama menuju suatu tujuan. Akan menjadi mimpi sesuatu yang diinginkan jika kita masih dihantui kekhawatiran yang meracuni pikiran. Ketakutan yang berlebihan akan membunuh impian yang terlanjur diwartakan.
Memang semua pilihan mengandung resikonya masing-masing. Bahkan tidak mengambil pilihan sekalipun pasti mengandung resiko.Â
Persoalannya bukan seberapa besar resiko yang menimpa, tapi bagaimana sesungguhnya kita menyikapinya. Karena sepanjang masih bernafas, maka sepanjang itu pula resiko dari setiap pilihan selalu menghantui.
Dalam onak duri kehidupan yang kadang menghempas, kita memerlukan pegangan agar tidak jauh terhempas. Kehidupan kadang tidak mengenakan, tapi tidak sedikit memberi pelajaran.Â
Setiap masalah yang datang, tidak selamanya memperburuk nasib. Bisa jadi ia menjadi batu loncatan untuk memetik sesuatu yang lebih besar.
Bukankah tuhan pemberi hidup meyakinkan kita hambanya, bahwa berbuat baiklah pada semesta, agar ia memberi yang terbaik buat kita.Â
Jika benar-benar yakin maka saatnya kita mengejawantah agar impian terwujud menjadi nyata. Teruslah melangkah karena nasib akan berpihak pada yang yakin kepada janji tuhannya. Janji yang tidak pernah dusta. Apa lagi melenceng.
Misi kami jelas. Menanam bibit pohon seperti duren, alpukat, kemiri, kedondong, nangka merah, asam Thailand, mangga arum  manis, dukuh dan srikaya.Â
Pohon-pohon ini di bawah oleh bang Syarif dari Bima beberapa bulan yang lalu. Karena suatu urusan, maka baru saat ini kami memutuskan untuk menanamnya.
Untuk sampai di kebun, kami harus melewati kelokan pematang sawah. Saya mendokumentasikan setiap inci perjalanan, sedangkan pak Jeff dan bang Syarif memikul bibit pohon dengan ember yang menggelantung di kayu panjang menghubungkan keduanya.Â
Perjalanan kami tidak terlalu jauh. Dari jalan utama, jalan lintas Lakey, kecamatan Hu'u, kabupaten Dompu-NTB, ke areal kebun sekitar delapan kali lemparan batu. Tapi karena jalan setapak, kami harus serba hati-hati agar tidak tergelincir.
Kami justru memutuskan menanam bibit pohon. Saya sebenarnya tidak punya hobi menanam. Hanya hobi memetik. Beda halnya dengan  pak Jeff dan bang Syarif yang memiliki rekam jejak menanam pohon setiap saat. Pak Jeff setiap diakhir pekan selalu datang menanam di kebunnya.Â
Sementara bang Syarif, di beberapa tempat di kabupaten Dompu dan Bima ada beberapa titik dimana ia dan teman-temannya menanam beberapa jenis pohon.Â
Dan bahkan ia pernah berkisah, bahwa pohon asam yang ia tanamnya di dekat lapangan Mangge Maci Bima pernah dipetiknya dua karung. Bahkan warga setempat menikmati buah tangan dinginnya.
Banyak kritikan terkait ini, tapi nampaknya masyarakat tidak bergeming. Masyarakat seolah sudah 'jatuh hati" terhadap jagung karena telah memberikan penghasilan yang menggiurkan tanpa pernah berpikir dampak yang diakibatkan gundulnya hutan dan gunung.
***
Gunung berundak terlihat meninggi di timur kebun. Di bawah pohon yang menjulang tinggi dengan mata air di beberapa titik semuanya seolah menyatu memberi kedamaian bagi kami.
Kami hanya makan bertiga sambil menyulam kisah. Sesekali kami terkekeh karena cerita. Walau tidak cukup piring, penutup wajan menjadi solusi sebagai wadah.Â
Tak masalah, karena bukan bagaimana bagusnya wajan dan piring, tapi bagaimana kami memaknai pertemuan dengan cinta dengan alam.
Kami menaruh harap agar langkah kecil ini selain bernilai ibadah di sisi tuhan juga bisa mendorong masyarakat banyak untuk peduli terhadap alam sekitar.