petani adalah jalan hidup kedua orang tua sejak kecil. Keduanya punya segudang cerita ketika membahas pertanian.Â
MENJADIDibesarkan dari orang tua yang juga petani, keduanya bisa menguraikan setiap inci perjalanan di dunia agraris ini. Di masanya memang tidak banyak pilihan selain menjadi petani. Keduanya tidak disuguhkan pilihan yang membuatnya memiliki jalan yang berbeda dengan yang lain.
Ketika berkisah, kami anak-anaknya sangat tercengang dan tidak terasa buliran air mata menggelinding jatuh di pipi. Asam garam dunia pertanian telah membuatnya akrab dengan sengatan matahari dan kubangan berlumpur.Â
Ketika belum punya sawah sendiri, orang tua hanya menggarap sawah  tuan-tuan tanah lokal yang punya sekian hektar persawahan. Bahkan dalam penuturannya, mereka beberapa kali tidak digaji selayaknya sebagai pekerja.Â
Namun ketika itu, tidak banyak pilihan selain benar-benar harus merayu tuan tanah untuk memberinya pekerjaan hanya untuk mendapatkan seliter beras dan sekarung padi.
Orang tua hidup di zaman membajak sawah dengan kerbau, dimana petani belum tersentuh kecanggihan teknologi. Teknologi ketika itu masih dalam ruang imajinasi. Hingga akhirnya traktor hadir menenggelamkan masa ke emasan tenaga hewan dalam membajak sawah.Â
Walau begitu orang tua masih terbiasa membuka lahan pertanian, menggali akar, mengangkat batu di sisian lahan. Bahkan melintasi gelapnya malam kala senja berlalu dan mereka  belum sempat sampai di rumah karena masih berpeluh keringat di persawahan.
Kini jalan hidup keduanya menjadi pelajaran dan cukup penting bagi kami anak-anaknya. Kami memang tidak menulis uraian kisah haru keduanya.Â
Tapi, kami memendamnya dalam pikiran, tersimpan dalam hati yang nantinya menjadi cahaya penerang jalan hidup kami dalam meniti beratnya kehidupan di masa mendatang.
Karena anak kedua dari empat bersaudara, saya masih merasakan berat sisa zaman itu. Dimana saya harus membantu orang tua di sawah setelah usai menimba ilmu di sekolah. Bahkan tidak jarang saya harus memikul padi dari sawah ke jalan untuk mendapatkan upah untuk membantu perekonomian orang tua.
Masih segar di benak, ketika saya pernah terjatuh dan kepala tertusuk paku dari alat perontok padi. Berpeluh keringat membantu perekonomian keluarga dari upah memotong padi di sawah orang juga pernah saya jalani.Â
Tidak sebentar. Sejak duduk di sekolah dasar saya sudah memulai profesi menjadi buruh tani. Hingga tamat berseragam putih abu-abu saya masih membantu orang tua berkubang di persawahan.