SEKIRA pukul 06.30 kendaraan roda dua yang saya kendarai sampai di Sekolah Menengah Kejuruan Bangun Negeri, Jumat, 15 Januari 2021. Belum ada orang. Nampak sepi.Â
Motor saya parkirkan di samping gedung sekolah. Di langit, awan tebal tanda hujan akan segera turun. Dari kejauhan terlihat satu mobil pic up di tumpangi rombongan ibu-ibu menuju ladang. Suasana pagi begitu terasa dengan embun masih enggang pergi.
Sejurus kemudian saya bergegas menuju situs So Langgodu di bagian timur jalan raya lintas Lakey. Sendiri? Ya saya sendiri. Saya lebih senang sendiri. Â Dengan berjalan kaki saya bisa lebih menikmati perjalanan.Â
Ini kali pertama saya menuju situs so Langgodo dengan jalur yang baru. Saya hanya mengandalkan insting dan posisi gunung. Namun itulah yang membuatnya menarik sekaligus menantang.
Ngebolan kali ini saya hanya membawa camera Nikon buatan Thailand dengan jas hujan di tangan. Selebihnya handphone di kantong selalu setia setiap saat untuk men-jebret object selama di perjalanan.Â
Mula-mula saya melewati ladang jagung warga yang sudah tumbuh seukuran satu tangan. Membentang hingga ke gunung. Dengan melewati jalan yang masih berkubang dimana-mana, membuat saya harus serba hati-hati.
Saya mencoba menikmati udara pagi. Gerimis mulai menyapa. Namun demikian, saya tidak begitu khawatir karena ada jas hujan. Tidak berselang lama setelah dua petak ladang di lewati dengan meloncati pagar pembatas, saya terpaksa melepas sepatu untuk menyebrang sungai. Tapi saya bersyukur airnya tidak begitu deras dan masih terlihat jernih.
Di perjalanan, mata saya tidak henti melepas pandang melihat posisi gunung. Karena dengan begitu saya bisa menentukan arah jalan. Saya mencoba mengikuti jalan  setapak dengan bekas kaki kerbau yang masih basah.Â
Beberapa langkah setelah melewati gubuk yang sudah tidak terawat, saya tiba-tiba dihadang segerombolan kerbau. Karena tidak ingin menganggu, terpaksa saya harus melewati jalan lain. Karena semua mata kerbau dengan sigap menatap ke arah saya. Saya sedikit khawatir dibuatnya. Tapi saya cepat  berlalu.
Lagi-lagi saya harus melewati sungai kecil untuk masuk ke ladang warga. Dari atas bukit, terdengar suara seseorang memanggil dari arah gubuk kecil di pinggir ladang jagung. Saya pun menghampirinya.Â
Belum sampai di sumber suara, tiba-tiba tanpa permisi hujan mengguyur punggung bukit yang saya lalui. Saya pun mempercepat langkah agar tidak basah. Dan akhirnya pun sampai.
Dan ternyata penghuni gubuk adalah seorang anak muda yang sabang hari selalu menjaga ladang jagungnya dari gangguan hewan ternak. Ia menyilakan saya naik di gubuknya agar tidak terkena hujan. Sesaat kemudian ia pun bertanya maksud perjalanan.
"Mau kemana bang" Tanyanya
"Ini mau ke situs so Langgodu bang, tapi tidak tahun jalan menuju lokasi" Jawab saya.
Mendengar jawaban saya, ia pun dengan semangat menunjuk dan menceritakan tempat serta sejarah penggalian kuburan dan sisa kehidupan masa lalu di So Langgodu.Â
Menurutnya beberapa tahun silam pernah ada pihak-pihak yang melakukan penggalian beberapa kuburan kuno di sepanjang areal situs. Bahkan ia menunjuk sisa-sisa penggalian di ladangnya. Saya hanya mendengar dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkatnya.
Setelah hujan perlahan redah, saya kembali melanjutkan perjalanan. Saya pamit pada anak muda itu. Dengan senyum merekah kami pun berpisah. Dan sebelum benar-benar sampai, saya sempat bertemu seorang haji dengan ikhlas mengantarkan saya untuk sampai ke situs.Â
Di bawah rintik hujan yang masih enggang pergi, kami mendaki bukit di sela-sela jagung. Kurang dari lima menit kami pun sampai. Terlihat beberapa peninggalan seperti kopa Ncuhi, tempat memasak serta lubang-lubang peninggalan di areal situs Langgodu. Camera saya pun mengambil beberapa gambar. Termasuk Haji yang menemani perjalanan saya. Â
Namun demikian, saya melanjutkan perjalanan ke timur untuk mengambil gambar beberapa peninggalan seperti air mancung, wadu ka juji, dan kursi raja. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, tapi karena cuaca dan semak belukar yang sudah melewati kepala, membuat perjalanan menguras cukup energi.Â
Beberapa kali saya terjatuh karena licinnya medan. Bahkan baju hujan yang  saya kenakan robek di beberapa titik. Tapi alhamdulilah perjuangan saya untuk sampai di beberapa peninggalan di situs so Langgodu tidak lah sia-sia.
Saya hanya melangitkan doa semoga peninggalan ini masih bisa terawat dan jauh dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Agar generasi mendatang masih bisa menyaksikan peninggalan nenek moyangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H