Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Catatan Guru Baru SMK BN: Antara Guru, Pendidik, dan Politik Pendidikan

5 Januari 2021   21:19 Diperbarui: 5 Januari 2021   21:43 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEBUTAN guru bagi mereka yang mengajar di sekolah-sekolah formal, seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan sesuatu yang lazim. Kurikulum bisa saja berganti dan di rubah. Segala kebijakan boleh saja diputuskan. Segala sebutan di dalam dunia pendidikan boleh saja diubah sedemikian  rupa sesuai perkembangan zaman. Tapi, panggilan guru masih mengakar dan kuat di dalam benak semesta.

Di kurikulum K13, kata guru di ganti dengan kata pendidik, sedangkan siswa diganti dengan kata peserta didik. Perubahan ini tentu sangat berkenaan dengan perubahan fungsi dan subtansi dari kata tersebut. Jika kata guru hanya di titik beratkan  pada mengajar saja. Sedangkan kata pendidik tidak hanya mengenai transfer ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi juga meliputi proses menasehati, membimbing, mengarahkan, memberikan teladan dan lain sebagainya. Jadi, kata pendidik jauh lebih lebih kompleks dari sekedar mengajar dan berdiri di depan kelas lalu menceramahi siswa.

Dokpri. Raden't
Dokpri. Raden't
Dokpri. Raden't
Dokpri. Raden't
Namun demikian, walaupun kata itu sudah diganti di kurikulum, tapi tidak lantas publik ikut merubah panggilan terhadap pahlawan tanpa tanda jasa ini. Kita mungkin belum pernah mendengar siswa memanggil gurunya dengan sebutan pendidik atau guru memanggil siswanya dengan sebutan  peserta didik. Kurikulum bisa saja berganti, tapi kata guru dan siswa masih mengakar kuat di benak semua orang.

Sebenarnya, tidak terlalu penting mengganti dan merubah kata. Sebab yang jauh lebih penting adalah subtansi atas kata itu. Jadi, walaupun seorang pengajar masih dipanggil guru oleh siswanya, tapi ia harus mengetahui  peran dan tugasnya untuk mendidik, membimbing dan menjadi teladan bagi siswanya.

Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Memang kita kerab menemukan guru hanya datang mengajar, setelah itu pulang. Ia seolah tidak mau tahu siswanya mengerti atau tidak. Yang terpenting baginya telah menggugurkan kewajibannya saat itu. Guru yang seperti ini mungkin masih lebih baik. Tapi yang paling menjengkelkan adalah, guru yang jarang mengajar, suka terlambat, simpan buku di kelas, lalu sering sibuk dengan telpon genggamnya. Dan ketika gajian, dia yang paling cepat hadir. Ketika urusan jabatan dan kepentingan ia paling di depan bersuara lantang.

Sebenarnya banyak sekali ciri-ciri guru. Bahkan ada yang ASN tapi malas mengajar, bahkan tanggungjawab sering diabaikan. Malah yang honorer jauh lebih gesit, dan sangat bertanggung jawab walaupun sisi finansial tidaklah seberapa dibandingkan yang sudah ASN.

Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Tidak semua guru seperti itu, saya sepakat. Tapi kalau di sebut ada, pasti ada.

Memilih menjadi guru adalah pilihan yang berani dan sangat menantang. Pasalnya, guru harus berhadapan dengan puluhan siswa yang tentunya memiliki karakter yang cukup beragam. Ia menghadapinya dengan sabar tingkat dewa. Bahkan kerap diperlakukan tidak etis oleh siswanya sendiri. Belum lagi cibiran di luar sana yang hanya tahu ngomong ketika ada masalah di sekolah. Bahkan  tidak sedikit guru mendapatkan tekanan dari atasannya hanya memenuhi kepentingan sahwat politik pihak tertentu.

Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan. SMK BN
Dok. Irfan. SMK BN
Sedangkan guru adalah profesi yang sangat mulia. Karena ia menghamparkan ilmu pengetahuannya demi siswanya agar mereka bisa mengenal dunia dan mengangkasa ke langit kesuksesan. Ia membiarkan dirinya menjadi tangga bagi puluhan muridnya untuk menggapai impiannya. Guru menjadi oase di gurun yang kering demi memenuhi dahaga ilmu pengetahuan murid-muridnya. Maka seandainya bisa, jangan pernah mencederai profesi ini dengan alasan apa pun juga. Termasuk politik praktis.

Menjadi guru merupakan pilihan yang berani dan sangat berisiko. Resiko dihujat. Resiko dijanji. Resiko dimutasi dan resiko terlambat dibayar gajinya. Tidak semua orang berani memilih jalan ini. Jalan yang penuh duri dan tanjakan yang berkelok-kelok.

Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Menuntut haknya saja, justru guru kadang mendapat cibiran dari para pengambil kebijakan yang sok tahu mengenai pendidikan. Mereka kadang  angkuh duduk di singgah sana kekuasaan lalu menekan guru se enak moyangnya. Mereka seolah merasa berhak mengatur guru. Merasa sombong dengan jabatannya, sedangkan tanpa sadar mereka berada di titik itu karena guru.

Yang semestinya pemangku kekuasan harus memberikan jalan terang dan kemaslahatan buat guru, terlebih finansialnya, agar guru bisa menghamparkan embun-embun pengetahuan kepada siswanya.

Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Dok. Irfan, SMK BN
Mungkin dengan begitu, guru menjadi lebih fokus untuk menjalankan tugas dan perannya sebagai pendidik anak negeri. Agar kelak Indonesia masih bisa tersenyum merekah, kala menghadapi tantangan zaman yang begitu menerjang. Karena kepada generasi yang dididik oleh guru hari inilah yang akan menjadi harapan Indonesia ke depan.

                                     ****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun