Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Danki Brimob Sudirman, Sosok yang Bersahaja dan Suka Merendah

10 November 2020   18:36 Diperbarui: 10 November 2020   18:46 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SAYA sudah lama ingin kembali menulis Komandan Kompi brimob Sudirman. Sejak pertemuan yang tidak disengaja ketika turun meliput demonstrasi pekan lalu, di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat kami kembali bersua. 

Setelah apel pagi, para personel kepolisian dan brimob banyak yang menuju warung di sekitar gedung DPRD untuk sarapan. Dari jarak yang tidak seberapa jauh saya melihat danki brimob Sudirman sedang berjalan sendiri di jalan Soekarno-Hatta. Saya inisiatif menghampirinya. Melihat saya mendekat.  

"Adinda Raden't, kapan datang" Sapanya dengan  hangat.
Belum sempat saya menjawab, lalu sejurus kemudian ia mengajak saya untuk menuju warung di seberang jalan.

"Ayo kita sarapan dulu" Ajaknya

Dokpri. Danki Sudirman lagi pimpinan upacara
Dokpri. Danki Sudirman lagi pimpinan upacara
Dokpri
Dokpri
Saya hanya bisa menuruti ajakannya. Kami berjalan bersisian. Danki Sudirman mengenakan seragam lengkap. Ia terlihat gagah dengan seragam yang membalut badannya yang kekar. Dengan cukur ala militer, dirinya terlihat sangat berwibawa.

Warung yang kami datangi tidak seberapa jauh dari gedung DPRD. Di warung, ada puluhan anggota brimob yang sedang sarapan pagi. Saya niat awalnya hanya datang menemani. Tapi danki Sudirman mengajak saya sarapan. Dengan sopan saya mengatakan  sudah memenuhi kebutuhan perut. Ternyata danki Sudirman juga sudah sarapan di rumahnya. Akhirnya kami memilih meminum jus hangat untuk menyegarkan tenggorokan. Bahkan di meja yang sama, ada pula anggota danki yang juga ikut nimbrung bersama kami.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Awalnya kami hanya bincang-bincang biasa. Mulai dari merefleksi pertemuan  yang pernah kami lalui sebelumnya, sampai membahas beberapa kegiatan keseharian. Pada momen  seperti itu, saya lebih banyak mendengar. Maklum saya seorang pemuda yang ingin banyak belajar pada banyak orang seperti danki Sudirman tentang memaknai hidup.

Tapi, ketika danki Sudirman sedikit serius membahas tentang tuhan dan mengenai rasa. Saya tiba-tiba memperbaiki cara duduk saya dan lebih konsentrasi mendengarkannya. Menurutnya, apa yang kita ucapkan  adalah tuhan itu sendiri, karena tidak mungkin kita bisa berucap tanpa izin tuhan. Maka demikian, berpikirlah sebelum berucap. Karena ucapan itulah yang berpulang pada diri kita.

Dokpri. Danki Sudirman kerja bakti
Dokpri. Danki Sudirman kerja bakti
Dokpri
Dokpri
Dirinya menegaskan  bahwa, bukan karena kita Tuhan, hanya karena kita bilang bahwa dengan izin tuhan seseorang bisa berbicara. Dan bukan Tuhan  ada di mana-mana, ketika mengatakan bahwa Tuhan  berada pada diri semua mahluk hidup.

Lagi-lagi saya semakin terkesima cara penjelasannya. Saya terdiam sejenak. Pasalnya, penjelasan seperti itu hanya saya dapatkan di bangku kuliah beberapa tahun silam. Dan kini saya sudah tidak mengingatnya lagi.  Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hidup ini tidak perlu berlebihan. Hiduplah apa adanya, karena pada akhirnya semua yang ada pasti kita tinggalkan.

Namun yang membuat hati saya tertunduk. Ketika dirinya mengingatkan pentingnya sholat. Bahwa sholat adalah hal yang tidak hanya penting sebagai muslim, tapi juga sangat urgent dalam kehidupan.

Saya merasa malu sendiri mendengarnya. Maklum, perkara sholat, saya masih bolong-bolong menunaikannya. Ketika danki Sudirman mengingatkan pentingnya perkara sholat, saya bisa tertunduk malu. Namun demikian saya mendapatkan pencerahan yang telah membasahi relung hati saya yang sudah lama berkarat karena lebih berat dan berpihak pada urusan duniawi.

Awalnya saya mengira, danki Sudirman sudah pernah melahap buku-buku filsafat. Pernah membaca cara berpikir Plato, Aristoteles dan sederatan nama-nama filsuf lainnya yang menghiasi jagat raya ilmu pengetahuan. Karena berbicara Tuhan dengan segala hiruk pikuknya, tidak jauh dari urusan  filsafat. Saya pikirnya seperti itu. Tapi, perkiraan saya ternyata meleset.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Di akuinya, bahwa ia sering duduk dan berbincang dengan orang-orang tua di kampung. Tokoh-tokoh masyarakat menjadi tempatnya bertanya dan berdiskusi. Memang di aminkannya, ada banyak petuah-petuah orang tua yang menjadi embun untuk membasahi batin seseorang jika benar-benar di pelajari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun