Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berjuang Tidak Hanya Mengangkat Megaphone di Jalan

11 Oktober 2020   10:49 Diperbarui: 11 Oktober 2020   10:56 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Media Online/Lalu, 

TERJADINYA demonstrasi di berbagai kota di tanah air karena buntut dari pengesahan undang-undang Cipta Kerja oleh DPR RI beberapa hari yang lalu.

Gelombang demonstrasi ini merupakan reaksi dari berbagai elemen  yang menilai produk undang-undang tersebut akan merugikan banyak pihak, terlebih kelas buruh. Bahkan  tidak sedikit dari demonstrasi itu berakhir dengan kerusakan tempat-tempat umum.

Massa demonstran tumpah ruah di jalan-jalan di berbagai kota di negeri ini. Massa menyemut dengan berbagai atribut organisasi menghiasi sepanjang demonstrasi itu dilakukan. Asap membumbung tinggi di udara. Massa menumpahkan amarahnya kepada semesta dengan membakar ban.

Bentrok dengan aparat tidak terhindarkan. Dan tidak sedikit dari kedua belah pihak yang menjadi korban. Media stand by mewartakan. Informasi itu berseliweran di mana-mana. Ada pihak yang mengutuk. Tidak sedikit pula yang mendukung. Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Berbagai tudingan siapa menunggangi siapa, muncul di tataran elit negeri ini. Mereka samar-samar menyalahkan pihak tertentu tanpa berani menyebut nama. Beberapa tokoh politik tampil di layar kaca dengan memanfaatkan momen. Sementara yang lain sibuk membela diri.

Berbagai analisis menyeruak ke permukaan. Semua mengambil bagian seolah itu bisa menjawab tuntutan. Ibu pertiwi meratap lemas, karena sampai saat ini, negeri ini masih saja dihujam oleh berbagai masalah yang belum selesai.

Kelas elit merasa superior memutuskan kebijakan tanpa pernah tahu bagaimana susahnya kelas menengah bawah menyambung hidup. Mereka seolah pemilik sah negeri ini, sehingga seenak perutnya menentukan kebijakan.

Mereka tidak pernah berpikir bagaimana pemulung mencari sesuap nasi dengan mengais sampah, tukang ojek mengejar setoran, petani terbakar di bawah terik matahari di lahannya, nelayan menyambung nyawa karena gelombang, dan mahasiswa memikirkan bayar kuliah yang semakin hari, semakin mencekik, dan kelas buruh meratapi nasib  karena uang pesangon tidak mencukupi kebutuhan .

Pengambil kebijakan mengukur hidup dengan pola yang mereka memiliki. Sedangkan masih banyak rakyat di negeri ini yang masih meratapi keadaan, karena keberpihakan pemerintah yang masih sangat minim. Maka, menjadi pertanyaan, apakah produk undang-undang tersebut benar-benar untuk kemaslahatan banyak orang atau hanya menguntungkan segelintir orang.

Publik memang tidak benar-benar tahu persis bagaimana rancangan undang-undang sedari awal. Rakyat hanya fokus bagaimana mencari rezeki di pagi hari untuk dimakan sore harinya. Mereka sepenuhnya mempercayai wakil mereka di senayan sana. Wakil yang sepenuhnya tidak mewakili.

Kelompok mahasiswa merupakan kaum intelektual yang juga mengambil bagian dalam demonstrasi tersebut. Mereka perlu mendapatkan apresiasi atas langkah yang mereka ambil. Terlepas ada yang nyinyir dan menghujatnya. Sejarah bangsa manapun terlebih cikal bakal bangsa ini lahir, tidak terlepas dari peran kalangan mudanya.

Mereka merupakan garda terdepan menghujam kepongahan penguasa lalim. Kalian memang segalanya. Kalian memang yang diharapkan untuk terus menyuarakan kepedihan serta penderitaan rakyat, agar pengambil kebijakan tidak seenak moyangnya memutuskan sesuatu.

Tapi ingat, perjuangan mu jangan sampai berhenti di jalan dengan megaphone di tangan. Tidak hanya membakar ban, lalu asap membumbung tinggi di udara tanda perjuangan digelorakan. Tidak pula merasa hebat hanya karena memegang spanduk organisasi dan mengibarkannya di udara.

Jangan merasa menjadi pahlawan hanya karena berani mencaci maki penguasa. Jangan merasa puas hanya karena wajahmu masuk di media. Dan jangan pernah merasa berjasa atas pergantian rezim. Karena perjuangan sesungguhnya, ketika kalian benar-benar mengepakan sayap berbaur dengan nelayan, petani, pemulung dan mereka-mereka yang termarjinalkan di sudut-sudut negeri.

Perjuangan sesungguhnya bukan hanya karena merusak fasilitas umum. Merasa bangga karena di panggil aktivis. Tapi, perjuangan yang sebenarnya, yakni bisa memberikan solusi kepada semesta. Dan untuk bisa memahami itu semua, maka kalian perlu makan bersama lapisan grassroot dan memahami apa yang menjadi kelurahan mereka.

Perjuangan itu butuh konsistensi, totalitas, penuh dengan kerikil serta hujatan dari pihak-pihak yang tidak menyenangi langkah yang kalian ambil. Perjuangan tidak hanya berhenti ketika bangga dipanggil mahasiswa. Perjuangan tidak dikotomi antara masih berlabel mahasiswa atau bukan.

Lihat siapa yang kalian demo. Mereka senior-senior mu yang juga pernah berpeluh keringat di jalan seperti yang kalian lakukan saat ini. Mereka sudah menjadi anjing penjaga kepentingan tertentu: entah itu partai, kelompok, maupun kacung-kacung pengusaha yang tidak ingin terbebani dengan pajak.

Yakin saja, di antara kalian pasti akan menggantikan posisi mereka di kemudian hari. Mereka dulu pernah membakar ban, mengibarkan bendera organisasi dengan bangganya. Namun ketika merasakan bagaimana dinginnya Ac, empuknya kursi kekuasaan, banyaknya nominal uang di ATM dengan megahnya rumah yang mereka tempati. Habis dan lenyap lah sudah idealisme yang meraka banggakan dulu.

Apakah kalian akan seperti itu? Entah lah, biarkan waktu yang menguji seberapa hebat kalian mempertahankan idealisme yang kalian perjuangkan saat ini. Jangan sampai kalian seperti senior-senior mu itu yang kini menelan ludahnya sendiri.

Bangsa ini butuh orang jujur, konsisten, loyalitas serta keluhuran hati untuk tidak menghamba pada materi. Waktulah yang akan menguji kalian sebenarnya seperti apa. Karena semesta lah yang benar-benar menjadi hakim yang adil siapa sebenarnya pejuang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun