Saya merasakan itu begitu dalam. Karena setelah pulang dari kantor polisi, ibu langsung memeluk dan mencium saya. Wajahnya terlihat panik dan seolah sedang kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Maklum, saya baru sampai di kampung satu hari, langsung berurusan dengan aparat keamanan. Sesuatu di luar perkiraan ibu saya.
Kedua, saya merasa percaya diri setelah peristiwa itu. Saya menyadari, ternyata masalah tidak lantas akan menghempas seseorang ke jurang keterpurukan. Justru dengan masalah, saya merasa lebih kuat, lebih bisa melihat sesuatu dengan kaca mata yang berbeda. Apa lagi melihat dan menilai orang lain, yang dulu merupakan  orang yang pernah sangat akrab dengan saya, malah kini ingin memenjarakan saya.
Ketiga, saya bisa belajar menyelesaikan masalah. Walaupun banyak masalah yang pernah saya hadapi di tanah perantauan, namun baru kali ini berurusan dengan aparat keamanan. Dan pengalaman ini sangat berharga bagi kehidupan saya di masa mendatang.
Keempat, yang tidak kalah penting adalah ilmu pengetahuan. Benar kata orang bijak, dengan ilmu kita bisa menjaga diri dengannya, berbeda dengan punya harta yang justru kita sibuk menjaganya.Â
Ilmu pengetahuan ternyata tidak hanya pemulus mendapatkan pekerjaan, tetapi bisa menolong pada saat genting seperti itu. Andaikan saya tidak memiliki ilmu pengetahuan, mungkin saya bisa saja menerima nasib karena perbuatan yang salah lakukan.
Kelima, saya bisa belajar bersabar dan mengambil pelajaran dari masalah itu. Saya tidak dendam kepada mereka yang pernah mengancam dan melapor.Â
Bahkan saya berterimakasih kepada tuhan yang telah memperlihatkan watak mereka terhadap saya. Karena lewat mereka, saya bisa belajar mendewasakan diri dalam menyikapi masalah yang mendera di kemudian hari. Sekali lagi saya memaafkan, tapi tidak melupakan yang terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H