Ketika saya dilaporkan, ibu saya yang paling sok ketika bhabinkamtibmas menjemput saya di rumah. Pasalnya, ibu saya tidak tahu menahu duduk perkaranya seperti apa, tiba-tiba polisi datang ke rumah dan membawa saya ke kantor.Â
Sebagai laki-laki, saya harus mempertanggungjawabkan komentar saya di postingan itu. Saya bukan laki-laki pecundang, yang hanya bernyali di media sosial.Â
Saya meyakinkan ke ibu, bahkan semua akan baik-baik saja. Ibu saya tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Saya paham dan memaklumi perasaannya. Tidak ada seorang ibu yang anaknya ingin berurusan dengan pihak yang berwajib.
Sesampainya di kantor polisi, saya duduk bersampingan dengan pihak pelapor. Di hadapan penyidik, saya menjelaskan duduk perkara serta kronologisnya. Saya uraikan se-detail-detailnya.Â
Dengan tidak bermaksud sombong, sebagai orang yang pernah menimba ilmu di perguruan tinggi dan menjadi seorang staf pengajar di kampus swasta, saya yakin dan seyakinnya bahwa mampu merasionalkan apa maksud komentar saya di postingan  itu. Saya juga paham, penyidik bukan orang bodoh dan pasti mengerti dengan narasi yang saya lontarkan.Â
Sekian menit saya diberikan kesempatan dan mampu menjawab tuduhan dialamatkan kepada saya. Lalu akhirnya, penyidik memberikan pilihan apakah persoalan tersebut dilanjutkan atau diselesaikan secara kekeluargaan.Â
Saya pun menyerahkan sepenuhnya kepada pelapor, kalau pun ingin dilanjutkan sampai di pengadilan, secara moril saya menyanggupinya. Karena logika saya ketika itu, tidak hanya saya yang kerepotan jika masalah itu sampai ke meja hijau, tetapi juga pelapor.
Akhirnya, pilihan jatuh pada opsi ke dua, yakni di selesaikan secara kekeluargaan. Karena penyidik dengan tegas menyampaikan, bahwa polisi tidak berwenang menentukan salah benar seseorang, tapi pengadilan. Polisi hanya merespon laporan saja.
Pada awalnya, saya sudah meminta kepada pihak yang pengancam dan pelapor untuk membicarakan secara musyawarah mufakat. Tapi, mereka bersi keras dan ngotot saya harus di laporkan.Â
Karena untuk mempertanggung jawabkan komentar di postingan itu, saya harus jauh-jauh pulang dari tanah perantauan ke kampung halaman. Ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Dan pasca peristiwa itu, saya memetik banyak pelajaran yang sangat berharga.
Pertama, saya merasakan perlindungan Allah lewat doa ibu saya. Ibu menjadi orang pertama yang mendoakan saya dan memperlihatkan kekhawatiran yang sangat luar biasa ketika dijemput oleh polisi.Â