MEMANG Â tidak penting bagaimana pendapat orang tentang kita. Karena yang berbicara belum tentu lebih baik dari yang kita lakukan. Hidup nampaknya memang demikian.Â
Setiap ada tindakan, apa lagi sesuatu yang baru, akan pasti ada yang membicarakannya. Membahasnya. Bahkan tidak sedikit menyindirnya dari sisi yang kurang baik.
Demikianlah yang terjadi. Terlebih kita berada di tengah kehidupan masyarakat pedesaan yang masih 'suka membicarakan orang lain'. Dan itu cukup kuat, karena interaksi masyarakat masih cukup masif. Bahkan tidak sedikit yang masih cukup kuat memegang nilai-nilai sosial warisan leluhur.Â
Satu persoalan saja bisa diketahui oleh satu kampung. Perkembangan technologi tidak lantas dengan mudah menghilangkan kebiasaan lama masyarakat di wilayah pedesaan. Terkikis mungkin ia.Â
Tapi, menghilangkan semua yang menjadi tradisi, belumlah sepenuhnya. Satu sisi memang baik, tetapi tidak sedikit juga yang nampaknya tidak perlu di pertahankan. Salah satunya mengenai urusan-urusan privasi dan pilihan hidup seseorang menjadi komoditas publik.
Seperti yang dialami oleh seorang kawan saya. Bahwa dirinya menjadi bahan gunjingan orang di kampung ketika memutuskan mengambil bagian sebuah program mengenai sampah.Â
Baginya hal itu biasa saja. Karena ingin mengambil bagian untuk memberikan contoh kepada masyarakat, bagaimana pentingnya menjaga lingkungan dari bahaya sampah.Â
Namun demikian, sebagian masyarakat memandang apa yang dilakukannya sesuatu yang tidak pantas. Pasalnya, dirinya adalah seorang sarjana. Strata 2 lagi. Mestinya, memungut sampah, bukanlah urusannya lagi yang nota bene keluaran perguruan tinggi.
Sebagian masyarakat, ramai-ramai memperbincangkannya. Dia menjadi trending topik di gardu-gardu kampung. Tapi, dirinya tetap fokus menuntaskan program sampah yang sudah dicanangkan bersama kawan-kawannya. Ia tidak menggubris sedikit pun apa yang diomongkan orang tentang dirinya.Â
Baginya, totalitas adalah salah satu kunci kesuksesan menuntaskan misi. Dirinya sadar, bahwa gelombang sindiran, cibiran bahkan diremehkan pasti akan dialamatkan pada dirinya.Â
Sebab, tidak semua sarjana seperti dirinya, mau dan terjerambab dalam urusan-urusan seperti itu. Apa lagi yang dilakukannya adalah suatu pekerjaan yang umumnya di lakukan oleh masyarakat kelas menengah bawah.
Bahkan mungkin dirinya satu-satunya seorang sarjana yang memilih untuk mengurusi sampah di kampungnya. Dirinya sadar, bahwa masyarakat mungkin sulit percaya dengan apa yang dilakukannya.Â
Tapi, dia begitu yakin, jika dia dan kawan-kawannya sukses menuntaskan misi, bahwa sampah bisa memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat banyak. Jika misi itu berakhir sukses, maka suatu saat tepuk tangan akan membahana di udara.Â
Memang sesuatu yang besar, harus di mulai dengan ide serta tindakan-tindakan besar pula. Sebuah tindakan besar, tidak hanya diukur sebesar besar keterlibatan orang seperti dalam seminar dan konser dangdut.
Tetapi juga, tindakan besar jika mampu merubah mindset banyak orang, yang semula tindakan itu tidak bernilai apa-apa. Kecil, tapi memiliki daya gedor yang luar biasa.
Saat ini memang dibutuhkan gebrakan-gebrakan dari kaum muda. Sebab, mereka memiliki banyak hal untuk diandalkan. Mereka tidak hanya fisik, tetapi juga semangat juangnya merupakan modal yang berharga dalam melakukan terobosan-terobosan dalam era milenial ini.Â
Mereka mestinya, menjadi barisan terdepan dalam menghadapi arus zaman yang tidak bisa dielakkan ini. Mereka harus menghadirkan banyak solusi dari setiap problem yang menghujam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dalam sejarah, rekam jejak kaum muda tidak bisa dibantah lagi. Mereka mengambil peran yang luar biasa dalam melakukan perubahan-perubahan besar di negeri ini. Dan yang mencengangkan, mereka menorehkan tinta emas dalam buku sejarah bangsa kita. Sehingga menaruh harapan kepada kaum muda untuk suatu perubahan yang lebih baik, merupakan pilihan yang tepat.Â
Tentu yang dibutuhkan adalah kaum muda yang tidak berpangku tangan, yang tidak sibuk mengurusi tambatan hati, dan bukan pula kaum muda yang hanya bisa nyinyir di media sosial.Â
Tapi, anak muda yang dibutuhkan adalah yang mampu membaca peluang serta memberi solusi bijak untuk semesta. Dan salah satu anak muda itu, adalah yang sedang kita bahas kali ini, mengenai keterlibatannya dalam urusan sampah.
Dirinya bekerja dalam senyap. Dia bukan tipe anak muda yang memburu ketenaran dengan mengharapkan pujian setinggi langit. Baginya, menempatkan diri dalam arus yang positif untuk membantu sesama adalah bagian dari tujuan hidupnya.Â
Dalam keyakinannya, bahwa apa yang ditanam akan pasti dipetik di kemudian hari, bahkan itu tidak mungkin tertukar. Menurutnya, apa yang terjadi di masa mendatang sangat bergantung pada apa yang di lakukan saat ini. Karena saat ini adalah investasi untuk masa  depan, bahkan  dalam suatu keyakinan nanti akan dipetik pula di alam akherat kelak.
Bukankah para pengkotbah di mimbar-mimbar suci, sering merapalkan ayat tuhan, dengan mengatakan sebaik-baiknya manusia adalah yang memberikan manfaat bagi semesta. Jika semesta senang, gembira, maka tuhan pun tidak cukup alasan untuk tidak senang kepada hambanya yang menjalankan perintahnya. Bahkan, tuhan akan memberikan jalan kemudahan bagi hambanya yang menuruti segala anjuran-anjurannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H