PAGI menjelang siang, Rabu, September 2020, saya  berkesempatan singgah di kantor Desa Daha, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu NTB. Setelah pulang dari perjalanan di wilayah selatan dalam suatu kunjungan, saya melihat ada banyak kendaraan di depan kantor desa.
Dari jalan raya, saya mengenal salah seorang staf desa yang sedang berdiri di pintu masuk kantor. Sejurus kemudian saya menghentikan laju motor dan memarkirnya tidak jauh dari kantor desa yang sudah berlantai dua itu.
Kantor desa Daha terlihat cukup megah dibandingkan dengan kantor desa yang lain di kecamatan Hu'u. Tampilan luarnya sangat elegan dan terlihat jelas dari jalan raya.
Setelah menyapa dan bersalaman dengan beberapa orang di pintu masuk, saya pun bergegas menuju ruangan kepala desa. Dari arah pintu masuk, terlihat kepala desa sedang sibuk dengan beberapa lembaran kertas yang ada di atas mejanya. Kertas itu di bolak balik.
Di luar, sejenak saya berbincang dengan salah seorang kawan lama bernama Dedi. Nampaknya, Dedi terlihat memegang amplop besar yang berisikan dengan lembaran kertas.
Entah apa yang dia urus, saya pun tidak sempat melempar pertanyaan. Saya hanya berdiskusi sesaat saja dengan Dedi sebelum benar-benar bertemu dengan kepala desa.
Tidak lama kemudian, saya menghadap kepala desa yang masih terlihat sibuk dengan tugasnya sebagai orang nomor satu di desa Daha. Melihat saya datang, terlihat senyumnya merekah. Maklum, saya sudah mengenal dan akrab dengannya. Saya pun mencoba mengganggu kesibukannya yang sedang membolak balikan kertas dengan sesekali memanggil beberapa stafnya agar suatu urusan bisa disegerakan selesai.
Namanya Fadli. Tapi biasa saya sapa dengan panggilan Dae. Sebagai seorang kepala desa yang masih usianya cukup muda, tapi semangat melayaninya cukup menggembirakan. Ternyata apa yang sedang dibahasnya bersama stafnya, adalah persoalan yang sedang saya mau diskusikan.
Ya, Fadli sedang menyusun dan melaporkan administrasi mengenai pembangunan bendungan Daha. Pasalnya, bendungan ini diproyeksikan untuk segera dibangun, mengingat ratusan hektar tanah pertanian masih belum bisa digarap secara maksimal karena kekurangan air.
Namun karena suatu urusan yang penting, akhirnya diskusi kami hanya berjalan beberapa menit saja. Namun, Fadli berharap, semua bisa mengambil bagian untuk mewujudkan pembangunan bendungan Daha ini. Setelah salaman, Fadli pun bergegas meninggalkan kantornya dan menuju kota kabupaten.
Sesaat sebelum pulang, saya sempat duduk dan berbincang dengan Pak Wahid, Babinkamtibnas Desa Daha, di pelataran kantor desa. Saya mengenal  pak Wahid sudah lama, namun baru kali ini bisa bertemu lagi.