Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memanen Bawang Merah bersama Petani Bawang di Bima

20 Agustus 2020   14:22 Diperbarui: 20 Agustus 2020   14:17 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BIMA adalah salah satu daerah di Indonesia penghasil bawang merah. Jika ditelusuri secara historis, bawang merah dari daerah Bima telah memenuhi pasar-pasar serta pelabuhan dagang di Nusantara sejak lama. Di kawasan timur Nusantara seperti Maluku dan sekitarnya menjadi tempat bawang merah dari Bima di pasarkan. 

Daerah Bima memang di kenal merupakan daerah yang panas. Mungkin faktor alam ini menjadikan bawang merah dari daerah ini memiliki kekhasan sendiri jika di bandingkan dengan bawang merah dari daerah lain di Nusantara. Bahkan panen bawang merah di Bima tidak mengenal musim tanam, sebab masyarakat tidak harus menunggu bulan tertentu baru memasuki musim tanam dan musim panen. Sebab, masyarakat Bima sudah memanfaatkan perkembangan teknologi untuk sektor pertanian bawang agar tetap bisa berproduksi tanpa harus bergantung pada kondisi alam. 

Di beberapa kecamatan seperti kecamatan Woha di Bima, hampir semua lahan di penuhi tanaman sayur-sayuran terlebih bawang merah terhampar di lahan warga. Dengan menggunakan sistem bor air yang langsung di lahan  pertanian, memudahkan persediaan air yang cukup untuk mengairi lahan pertanian. 

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Saya teringat tahun 2017 awal ketika ikut menjual bawang merah dari Bima di pasar Klungkung, Bali. Di beberapa ruko sengaja dikontrak oleh orang-orang Bima untuk menjual bawang. Bahkan tidak sedikit masyarakat setempat dipekerjakan untuk memotong bawang. Ketika itu, saya selain ikut menjual bawang merah, juga sesekali membantu ibu-ibu setempat yang menghabiskan waktu hingga sabang hari untuk memotong bawang. Walaupun upahnya tidak seberapa, namun ibu-ibu ini dengan cekatan memilah dan memotong bawang yang dihamparkan di depan ruko. 

Beberapa kali pembicaraan dengan mereka, saya kadang ikut terharu karena upahnya selain untuk kebutuhan makan setiap hari, juga dipergunakan membeli sesajen untuk keperluan peribadatan keagamaan. Bahkan, ada seorang ibu yang biasa saya panggil dengan sebutan Nyoman, meminta kepada saya, kalau nanti saya kembali ke Bali lagi dan punya usaha sendiri kiranya dirinya siap dipekerjakan. Mendengar pernyataannya, saya hanya bisa tersenyum, dan mengatakan Aamiin di depannya. 

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Walaupun perjumpaan saya dengan Nyoman hanya satu pekan dan sering membantunya dalam memotong bawang, tapi lewat Nyoman saya bisa belajar nilai perjuangan dan keikhlasan dalam berbuat. Karena Nyoman, selain harus menafkahi keluarganya, walaupun anaknya harus berhenti sekolah karena keterbatasan anggaran, namun Nyoman tidak berhenti berusaha. Menghabiskan waktu dari mulai terang tanah hingga fajar menyingsing di ufuk barat dan hanya membawa pulang lembaran rupiah yang berwarna biru.

Kini, ketika berada di Desa Tenga, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, Kamis, 20 Agustus 2020, saya merasakan bagaimana cara memanen bawang merah, setelah diminta membantu tetangga untuk memanen bawangnya yang tak jauh dari kampung. 

Di bawah terik matahari pagi, saya menyungkil akar-akar bawang dari alat mirip sendok, agar bawang merah terangkat, kemudian di pekerja lain mengumpulkannya di tempat yang telah ditentukan. Untuk mengerjakan beberapa bedeng bawang, dikerjakan beberapa orang, baik dengan sistem upahan maupun dengan sistem saling membantu satu sama lain jika sama-sama memiliki lahan  pertanian bawang merah. 

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri

Jika bekerja dengan sistem upahan, para pekerja hanya bekerja hingga pukul 11.00 pagi, dengan upah Rp. 60.000,-. Namun selebihnya tergantung kesepakatan antara pemilik lahan  dengan pekerja sendiri. Karena kadang pekerja hanya diupah dengan bawang merah yang nanti bisa dibawa pulang, atau kadang pula hanya datang untuk membantu saja. 

Saya sendiri tidak terbiasa memanen bawang merah, karena di kampung saya di Dompu, umumnya masyarakat dan orang tua saya terbiasa menanam padi, kacang tanah dan jagung. Sehingga ketika diminta untuk memanen bawang merah, saya menyatakan kesedian penuh semangat karena penasaran bagaimana cara memanen bawang merah. 

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Ketika berada di lahan, awalnya saya sejenak memperhatikan pekerja lain memanen bawang merah. Setelah di rasa cukup mengerti saya pun mulai bekerja, walaupun terasa kikuk, dan kalah cepat, namun saya terus meyakinkan diri bahwa sesuatu berawal dari ketidak tahuan. Namun, ketika memiliki semangat sekuat baja, maka semuanya akan baik-baik saja. Benar saja, saya hanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk mengimbangi kecepatan kerja pekerja lain. Walaupun tidak berpengalaman dalam urusan panen bawang merah, namun saya lahir dan dibesarkan dari orang tua yang berjibaku hingga sabang hari dengan lahan persawahan. 

Benar kata orang bijak, bahwa pengalaman pertama akan sangat berkesan. Begitu pula yang saya alami, ketika bersama dengan pekerja lain di bawah terik matahari sama-sama menuntaskan pekerjaan sebelum pulang ke rumah masing-masing. Tak ada satu pun yang akan pulang duluan walaupun bedengannya sudah selesai, sebelum membantu yang lain terlebih dahulu. Suatu pengalaman yang berharga buat saya hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun