Menyaksikan masyarakat adat Sajang, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat dalam mempersiapkan ritual adat Ngasuh Gunung Rinjani merupakan suatu kesempatan yang membahagiakan buat saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tanah adat Sajang.Â
Ngasuh gunung merupakan ritual adat yang tidak bisa ditentukan kapan dilaksanakan. Karena sangat bergantung pada bencana yang menimpa masyarakat setempat baru dilaksanakan.Â
Ritual Ngasuh Gunung kali ini dilaksanakan karena pernah terjadi bencana gempa yang melulu lantahkan ratusan rumah masyarakat Pulau Lombok 2018 silam. Namun demikian, masyarakat adat Sajang baru melaksanakannya di tahun 2020 ini, setelah melalui hasil keputusan gundem (musyawarah adat) setempat.Â
Kali ini sesuai keputusan gundem, bahwa setiap kepala keluarga harus menyumbang Rp. 50.000,-  di tambah dengan berasa 1 kilo dan kelapa 2 biji. Uang yang dikumpulkan, nantinya dipergunakan untuk membeli kerbau dalam acara adat. Begitu juga dengan  beras dan kelapa yang semuanya dipergunakan untuk kebutuhan ritual adat.Â
Jika ada warga Sajang yang berada di luar kampung, akan menitipkan sumbangannya kepada sanak saudara atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan ritual adat. Bahkan ada pula warga Sajang, karena kesibukan biasanya langsung menyambangi tetua adat dan menyerahkan bantuan, walaupun tidak bisa sepenuhnya membantu persiapan ritual.Â
Kemudian beberapa tetua adat terlihat berbincang-bincang di beranda adat sambil  menyeruput kopi hitam. Mereka mengenakan pakaian adat, sambil meninting tembakau.Â
Dengan mengenakan pakaian adat, saya berkesempatan untuk berbincang dengan para tetua adat Sajang, sambil menyeruput kopi hitam khas masyarakat Sajang. Karena untuk bisa masuk wilayah adat, siapa pun diharuskan  mengenakan pakaian sesuai dengan adat Sajang.Â
Beberapa tetua adat yang saya ajak ngobrol, sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia, jadi saya tidak kesulitan untuk memahami yang mereka sampaikan, terlebih mengenai persiapan ritual Ngasuh gunung.Â
Menurut salah seorang masyarakat adat setempat, bahwa ritual Ngasuh gunung ini juga akan dihadiri oleh Meloqa (penguasa wilayah) Bayan, Senaru, Nangka Rempe dan beberapa Meloqa yang ada di Lombok Timur.Â
Sebab pemangku adat yang ada di Sajang, di pandang memiliki kedudukan yang cukup diperhitungkan di mata meloqa-meloqa yang mendiami wilayah di kaki gunung Rinjani.Â
Dengan camera handphone di tangan, saya mendokumentasikan beberapa aktivitas masyarakat yang berpacu dengan waktu untuk memastikan bahwa persiapan untuk ritual ini akan sukses dilaksanakan.Â
Satu hal yang luar biasa. Kekompakan. Saya menyaksikan bagaimana masyarakat setempat berbondong-bondong mengambil bagian untuk mengerjakan segala persiapan ritual. Ketika sore menyapa, semakin banyak masyarakat Sajang yang berdatangan.Â
Terlihat puluhan ibu-ibu duduk di satu tenda yang beralaskan terpal sambil mengupas bawang, membersihkan tomat, serta memastikan semuanya ada. Sedangkan beberapa ibu yang lain, sedang berjibaku dengan kepulan asap karena sibuk memasak.Â
Tidak terlihat lelah diwajahnya, bahkan dia begitu bersemangat dengan persiapan ritual adat ini, karena menurutnya tidak semua generasi Sajang, bisa menyaksikan langsung bagaimana ritual Ngasuh gunung ini dilaksanakan.Â
Kami pun duduk sambil berbincang-bincang banyak hal, tidak saja mengenai persiapan ritual, tapi juga tentang bagaimana eksistensi adat Sajang ini di masa mendatang.Â
Seperti biasa, saya memilih untuk mendengar, sambil sesekali mengajukan beberapa pertanyaan. Obrolannya begitu santai seperti layaknya keluarga besar yang sedang memperbincangkan sesuatu hal yang sangat penting.Â
Mereka memandang semua orang seperti keluarganya sendiri dan tidak menaruh kecurigaan apa pun kepada siapa pun yang berkunjung. Potret masyarakat adat Sajang, adalah gambaran kehidupan yang sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H