DI suatu tempat duduk dengan cahaya lampu yang samar-samar, aku mencoba menikmati malam. Tak jauh dari tempat dudukku, aku menyaksikan seorang penyanyi melantunkan sebuah lagu dengan musik akustik yang mengiringinya.Â
Di atas panggung seorang penyanyi itu dengan rambut gimbalnya, mendendangkan tembang-tembang Bob Marley dan band Steven & Coconut Treez. Nampaknya dia begitu mendalami lagu-lagu anak uyee itu di depan para penonton yang sebagian besarnya wisawatan berkulit putih.
Dengan panggung menghadap kelaut di atas pasir putih, dengan lantunan lagu yang di dendangkan, begitu menghibur yang hadir malam itu. Deretan botol bir di atas meja dengan aroma yang menyeruak sekitar, menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam acara itu. Deburan ombak, cahaya rembulan menyapa semesta, semilirnya angin laut, pasir putih pantai Lakey seolah memberi kedamaian para penikmat malam dengan lantunan lagu uyee yang aduhai.p
Dari jarak yang tak jauh, aku menikmati suara emas dari penyanyi gimbal itu. Kehadiranku di malam itu, atas undangan lisan dari seorang pegawai pariwisata yang bernama Hanafi.Â
Dia ingin mempertemukan aku dengan kepala dinas setempat yang ikut hadir menikmati malam di Ali'Bar pantai Lakey. Menurutnya, dia tertarik dengan tulisan-tulisan yang ku muat di salah satu media online belakang ini.Â
Jadi dengan mempertemukan aku dengan kepala dinas, mungkin bisa ada komunikasi yang bersahabat antara aku dengan kepala dinas yang nantinya aku diminta untuk menulis khusus tentang pantai Lakey.
Dengan tidak bermaksud sok suci, aku sendiri tak terlalu nyaman berada dalam nuansa acara yang ada minuman alkoholnya. Apa lagi ditambah dengan keberadaan beberapa gadis seksi dengan celana sepaha yang mondar mandir dengan botol bir di tangannya. Sesekali ku palingkan pandangan. Tapi, sering pula aku menatapnya. Nampaknya aku tergoda, tetapi aku mencoba menahannya.
Namun, karena untuk memenuhi suatu ajakan, dan bertemu dengan kepala dinas, aku pun mengiyakannya. Dalam suasana seperti itu, aku terus memberi pemahaman pada diri sendiri, bahwa hotel, bar, pantai, musik reggae, bir, gadis seksi dengan asap rokoknya yang mengudara, seolah merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Tak berselang lama kepala dinas setempat pun datang bersama keluarganya. Kuperhatikan dari jarak yang tak terlalu jauh, setelah turun dari mobil dia dikerumuni oleh beberapa orang untuk bersalaman. Seorang lelaki separuh baya menuntunnya untuk duduk di suatu tempat yang nampaknya sudah disediakan. Sesaat mereka berbincang. Entah apa yang diperbincangkan, aku sendiri tak tahu.
Sesat kemudian, Hanafi datang mengajakku untuk menghampiri kepala dinas yang sedang berbincang lepas dengan beberapa anak pantai yang tak jauh dari panggung utama. Pada awalnya aku sedikit canggung, entah apa yang ingin ku sampaikan aku juga tak tahu. Dalam gumamku, biarkan Hanafi yang menyampaikan hajatnya, dan mungkin aku hanya menimpali sekenanya saja.
Hanafi adalah salah satu pegawai pariwisata yang lebih sering menyambangi pantai Lakey. Aku biasa memanggilnya dengan panggilan pak Hanafi, karena dia lebih tua dari umurku. Aku sendiri sudah lama mengenalnya karena sering bertandang ke desanya. Lagi pula kakaknya adalah sahabatku ketika masih sama-sama menjadi seorang pendidik di salah satu SMK di kampung.
Malam itu, dia mengajakku bertemu dengan kepala dinas. Tentu suatu kehormatan tersendiri bagiku. Dalam perbincangan itu, aku merasakan keakraban yang sangat dengan kepala dinas, walaupun baru pertama kali bertemu dengannya. Dalam kesempatan itu, aku menunjukkan beberapa tulisan yang sempat ku muat di beberapa media online tempat wisata yang ada di kampung. Kepala dinas pun mengapresiasinya.