Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teman yang Menjengkelkan Sekaligus Menyenangkan

24 Juli 2020   20:20 Diperbarui: 24 Juli 2020   20:09 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



MENCOBA menepi dari keramaian dunia. Semua terasa sesak, memusingkan, bahkan ingin terasa muntah dengan segala problem hidup yang kadang tak pernah usai.

Aku mencoba mencari ketenangan dengan bersantai di pantai. Desiran angin laut, deburan ombak menghempas pantai, mengkilaunya pasir putih Pantai Lakey, kiranya dapat menenangkan segala penat yang menghujam pikiranmu.

Dok. Dinda
Dok. Dinda
Belakangan ini, aku kadang melewati hari-hari dengan pekerjaan yang menumpuk. Mencuci piring, ketika kesal kadang aku membanting piring, mencuci baju, memasak, menjaga kios, meladenin curhat teman via handphone. Semuanya itu kadang membuatku terasa bosan, apa lagi mendengarkan curhatan teman yang tak pernah habis-habisnya.
 
Sudah berulang kali ingin menghindar, namun terasa tidak enak hati ketika tidak mengangkat telponya. Ceritanya hanya  berputar di sekitar itu saja. Kalau bukan ngambek tak dihubungi sama si do'i,nya, paling-paling menceritakan kemalasannya mengerjakan pekerjaan rumah. Aku sendiri sudah tak tahan dengan ceritanya yang membosankan itu. Tapi, kalau bukan aku yang mau mendengarkan unek-uneknya, lalu siapa lagi.
Dok. Dinda
Dok. Dinda
Dok. Dinda
Dok. Dinda

Sudah sekian teman menjauhinya, karena sikapnya seperti itu. Dia ingin didengarkan, tapi tidak mau mendengarkan. Ketika seorang teman ingin bercerita, selalu dipotongnya. Di matanya tak ada yang benar, dan dia paling merasa benar sendiri. Dia selalu banyak referensi untuk diceritakan kepadaku, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. 

Apa pun selalu dia tumpahkan kepadaku, tanpa pernah berpikir, apakah aku sendiri butuh dengan bualan kosongnya itu. Tapi jika aku membantahnya, dia akan marah, ngambek, dan akan menjauh. Dan aku sangat kasihan karena sudah sekian nama  yang tidak akur dengannya.

Walau begitu, dia sebenarnya sosok yang baik. Terlebih ketika aku membutuhkan bantuan, dia selalu meluangkan waktu untuk membantu. Dia juga bukan  sosok yang pelit-pelit amat, namun yang menjengkelkan semua harus menjadi patung dan menjadi pendengar yang baik kalau dia mulai bercerita.

Dok. Dinda 
Dok. Dinda 
Dok. Dinda
Dok. Dinda

Namun, hari ini aku memutuskan untuk tidak memberi tahunya, bahwa aku sedang menikmati semilirnya angin laut. Dan aku pun sengaja menyimpan  rapi handphoneku di dalam tas di gantungan gardu. Kalau pun dia menghubungi, aku punya cukup alasan untuk menjelaskan kepadanya, kenapa aku tidak mengangkatnya.

Saat ini, ingin ku tumpahkan semua segala penat dan duka lara yang menghujam batinku. Biarkan  semua lenyap bersama hempasan ombak di pantai, di bawa serta desiran angi laut yang landai. Aku ingin membebaskan pikiranku dari segala onak dan duri kehidupan, membiarkannya mengalir tanpa beban. Karena esok masih tersimpan harapan yang perlu di tuntaskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun