Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mau Pulang Kampung, Jangan Dulu

17 Juli 2020   18:08 Diperbarui: 17 Juli 2020   18:06 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAGI seorang perantau seperti diriku, antara menjalani aktivitas di kampung dengan di tanah perantauan tentu sangat lah berbeda. Perbedaan itu sangat-sangat mencolok, mulai dari urusan dapur sampai urusan  pekerjaan di luar rumah.

Tapi, ada salah satu hal mendasar yang terkadang membuat ku merasa sangat berbeda ketika berada di tanah perantauan. Hal itu mengenai rasa percaya diri. Ketika di kampung, aku merasa tidak terlalu percaya diri kala menjalani hari-hari. 

Apa lagi berinteraksi dengan mereka yang menyandang predikat jabatan. Baik menjadi pejabat sebagai pendidik, maupun yang memiliki kekuasaan di level birokrasi.

Namun, akan berbeda ketika, aku berada di kampungnya orang. Di tanah perantauan, aku merasa begitu bersemangat kala menuntaskan banyak agenda. Bahkan kini, aku bersyukur mengenal senior satu almamater yang menjadi orang nomor satu di instansinya. Ketika bersua, berbicara dengannya, walaupun aku banyak mendengar, tapi aku merasa enjoy saat bersua dengan orang yang memiliki status sosial seperti dirinya.

Masih terbesit di benakku, ketika bertandang ke kantor orang nomor satu di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berhadapan dengan para ajudannya yang berlagak cuek, aku tak pernah gentar sedikit pun. Walaupun tidak sempat berbincang dengan gubernur, tapi aku berhasil masuk, dan duduk di ruang tamunya yang dijaga ketat oleh para ajudan.

Di perantauan, walaupun aktivitas semuanya harus dilakukan dengan tanganku sendiri, seperti menyiapkan makanan, mencuci piring dan pakaian serta hal mendasar lainnya. Nampaknya, urusan-urusan tersebut bukanlah suatu masalah bagiku. Bahkan aku merasa semua itu, sebagai upaya menempa diri untuk lebih baik lagi dari hari ke hari.

Sehingga ketika terlintas untuk kembali ke kampung halaman. Kadang pikiranku, harus berputar 90 derajat untuk mempertimbangkan secara matang-matang, sebelum keputusan itu diambil. Walaupun di kampung, aku bisa dekat dengan orang tua dan keluarga. Tapi, nampaknya aku akan dimanjakan dengan situasi dan suasana kampung yang mungkin tantangannya tentu sangat berbeda ketika berbeda di perantauan.

Dokpri
Dokpri
Aku sendiri membenarkan kata seniorku pak Ilyas Yasin, yang kini menjadi staf pengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di kampung. Di suatu kesempatan ketika bertemu dengannya, dia mengatakan, membangun dan berkontribusi untuk kampung halaman, tidak harus tinggal di kampung. Dari tanah perantauan pun, ketika seseorang memiliki relasi dan ilmu pengetahuan yang mumpuni, dia bisa bergerak seperti elang untuk menyapa semesta.

Kini, di sini, di tanah perantauan, dimana aku masih menjaga asa, merawat mimpi, menarik nafas untuk terus berinvestasi dalam ranah kebaikan. Agar kelak impian itu berwujud, dan menyaksikan nelayan, petani dan buru harian bisa tersenyum. Mereka bisa bergembira, kala mentari menyapa pagi, dan memberikan lembayung senja kala sore bersua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun