Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sistem Kekerabatan di Era Modern: Kekeluargaan secara Biologis dan Emosional

17 Juni 2020   16:42 Diperbarui: 17 Juni 2020   16:56 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DALAM kehidupan bermasyarakat masih merekat sistem kekerabatan yang menguatkan hubungan satu sama lain. Hal ini terwujud dalam acara-acara dilakukan di tengah masyarakat, baik acara khusus untuk keluarga maupun acara yang menjadi bagian dari acara sosial kemasyarakatan, misalnya  sunatan, pernikahan, selamatan dan syukuran.

Namun, di era modern seperti sekarang ini. Sistem kekerabatan nampaknya tidak hanya sempit dilihat karena garis keturunan biologis, tetapi juga kekerabatan karena hubungan emosional.

Di masa kekinian, hubungan kekerabatan karena kekeluargaan kadang mengalami persoalan dan permusuhan. Bisa karena pembagian harta warisan yang dianggap kurang adil, atau ada yang merasa lebih berhak dari pada yang lain tentang peninggalan orang tua. Juga karena timbul kurangnya komunikasi di antara keluarga. Hal ini tidak saja karena tempat tinggal-nya yang jauh, tetapi tidak masifnya komunikasi dan silaturahmi.

Ketika ada salah satu anggota keluarga memutuskan merantau atau tinggal di kampung yang jauh, praktis kekeluargaan secara biologis ini akan jarang bersua dan hubungan kekeluargaan hanya menjadi simbol saja, namun secara kedalaman rasa karena garis keturunan agak renggang. Kondisi seperti ini, akan membawa dampak pada generasi berikutnya. Sebab, mereka akan kehilangan informasi dan muncul kerengganan yang cukup akut, karena jarangnya bertemu, walau pun mereka sebenarnya memiliki hubungan kekeluargaan.

Fenomena ini, nampaknya menjadi rahasia umum di tengah-tengah masyarakat moderen. Kadang seseorang merasa memiliki hubungan yang baik dengan tetangga yang tidak punya garis darah keturunan, di bandingkan keluarganya yang benar-benar ada dasar jejak history garis keturunan secara biologis. 

Bahkan tidak sedikit, muncul persaingan di antara keluarga, baik karena disebabkan masalah prestise, juga karena persaingan materi. Hal ini akan semakin mempertajam jurang pemisah antar keluarga.

Di sisi yang lain, seseorang bisa lebih akrab dengan orang lain hanya karena hubungan emosional yang cukup baik, bahkan lebih akrab dibandingkan dengan keluarganya yang punya hubungan biologis dengan dirinya. Kekerabatan karena emosional ini muncul bisa berawal dari pekerjaan, komunikasi yang masif, interaksi, dan bahkan perjumpaan yang 'kebetulan' dalam suatu perjalanan karena kenal mengenal satu sama lain.

Hubungan kekerabatan ini, bisa menguatkan dan perekat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Bisa lain faktor juga, karena senasib dan sepenanggungan dalam kondisi tertentu. Misalnya, seseorang mengalami nasib yang sama dalam suatu urusan, sehingga dirasa penting untuk menguatkan kebersamaan untuk memperjuangkannya secara bersama-sama, walau pun mereka tidak punya hubungan kekeluargaan secara biologis.

Narasi ini bukan menjustifikasi keadaan, tapi realitas seperti ini benar-benar nyata, dan mungkin ada yang merasakan di antara kita. Dimana kita lebih akrab dengan seseorang, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga sendiri walau pun tidak memiliki garis keturunan secara biologis. Dan sebaliknya kita bahkan tidak memiliki hubungan yang harmonis dan bahkan mungkin cenderung bermusuhan dengan keluarga sendiri hanya karena masalah pembagian harta gono gini yang tidak merata.

Namun di lain sisi, ada pula kekeluargaan secara biologis yang cukup harmonis. Mampu menjaga keutuhan keluarga, saling menopang: baik dalam urusan karir maupun relasi. Bahkan dalam masyarakat tertentu yang memiliki marga atau klan, akan menjadikan itu sebagai perekat dan pengawet hubungan kekeluargaan. Bahkan ketika ada pihak lain mencederai salah satu keluarga, maka garis keturunan di pihak keluarga tersebut akan merasa terusik.

Di atas semua itu, baik kekerabatan secara biologis maupun secara emosional, yang menjadikan hubungan itu akan mengawet dan harmonis harus dilandasi dengan kuatnya silaturahmi, interaksi yang intens, komunikasi yang baik dan semangat berbagi dan tolong menolong. Sebab, jika hal itu dikuatkan maka kehidupan sosial kemasyarakatan akan menjadi adem dan penuh keharmonisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun