Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Jejak Menyimpan Kepingan Kisahnya Sendiri

13 Mei 2020   12:35 Diperbarui: 18 Mei 2020   06:02 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Bersama Soren dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru

HIDUP memang sesuatu yang misteri. Kadang di suatu waktu seseorang ada pada tempat tertentu, namun di waktu yang lain kakinya berpijak di tempat yang berbeda. Setiap momen ada yang meninggalkan jejak, tapi tidak sedikit tak menyisakan bekas apa pun.

Hidup seperti mata rantai yang selalu terhubung, dari mata rantai satu dengan mata rantai lainnya. Setiap mata rantai menyimpan jejak, baik kisah mengharuhkan, menyedihkan, membahagiakan bahkan menyimpan trauma atas suatu kejadian.

Setiap jejak bisa berupa catatan, dokumentasi, bahkan suatu barang tertentu. Suatu waktu jejak itu akan mengingatkan kembali memori seseorang akan kisah di masa lalu. Jika kisah itu menyedihkan, maka ia akan mengutuknya, menyesalinya, bahkan berusaha untuk melupakannya. Sebaliknya, jika kisah itu membahagiakan, maka pasti ia ingin mengulangnya, merindukannya, berusaha menyimpan rapat dalam ingatan, agar selalu dikenang setiap saat.

Hal yang sama saya alami. Ketika melihat album foto, benak saya seketika membuka lembaran kepingan kisah di masa itu. Ingatan saya menguap, melejit untuk mewartakan, dan seketika nalar saya menepi melihat kembali jejak di masa lalu. Masa depan seketika harus mengalah, di kesampingkan sejenak, tapi bukan dicampakkan. Ia tetap menjadi tujuan, tetapi masa lalu menjadi vitamin untuk menguatkan dalam menjalani hari-hari menuju masa depan.

Melihat foto itu, seolah ingin berkisah, bahwa saya pernah berada di tempat terjauh. Di tempat itu, saya pernah bersua dengan seseorang yang kemudian hari menjadi sahabat selama saya berada di kota Makassar. Sama-sama menimba ilmu di kampus merah di fakultas yang sama dengan jurusan berbeda, saya bersahabat cukup baik dengannya.

Sebut saja namanya Soren. Ia mengambil jurusan bahasa dan satra Indonesia di fakultas sastra Universitas Hasanuddin, Makassar. Di fakultas yang sama, saya menimba ilmu di jurusan  ilmu sejarah. Seringnya bersua dalam beberapa kesempatan, baik di kegiatan kelembagaan maupun ketika nongkrong di kantin kolom gedung perkuliahan, membuat persahabatan itu mekar bak bunga di musim semi. 

Kisah yang tak terlupakan ketika sama-sama menjadi pengurus lembaga melaksanakan kegiatan penerimaan mahasiswa baru di suatu daerah yang jauh dari kampus. Di tempat kegiatan, hampir semua pengurus lembaga hadir, baik lembaga tingkat jurusan, ukm, sampai lembaga tingkat fakultas. Dalam kegiatan tersebut bahkan kami harus menginap selama tiga hari bersama mahasiswa baru.

Selama tiga hari itulah kebersamaan antar sesama pengurus lembaga terjalin dengan baik, dan cukup erat. Mulai makan bersama, bercengkrama, berdiskusi 'ringan', memantau pelaksanaan kegiatan, sampai nimbrung dengan para senior yang sempat hadir di kegiatan.

Interaksi selama kegiatan berlangsung, yang penuh egalitarian itu, mengukuhkan bahwa perbedaan tidak lantas untuk tidak saling menghargai satu sama lain. Bahkan kami memandang, bahwa perbedaan merupakan anugrah terindah untuk saling kenal mengenal yang lain. 

Setelah menyelesaikan studi, saya tidak pernah bersua lagi dengan Soren. Biasanya ketika di kampus, bersama dengan yang lain, kami habiskan waktu di kantin, sambil berdiskusi dan menyeruput kopi hitam yang selalu bersanding dengan beberapa potongan pisang goreng. 

Kebersamaan itu kadang di selingi dengan canda tawa, bahkan kadang menanyakan buku terakhir apa yang dibaca. Sesekali kadang ada pula dosen yang ikut bergabung, sambil menghamparkan beberapa teori dan pengalamannya di hadapan kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun