tanah leluhur ini banyak peristiwa masa lalu yang bisa dijadikan landasan berpijak, namun nampaknya mulai terabaikan, dicampakkan, tidak lagi diperhatikan, dan tidak terawat lagi sebagaimana mestinya.
DiDengan ketiadaan simbol-simbol masa lalu di Bumi Nggahi Rawi Pahu seperti istana kesultanan, baruga, rumah adat dan seterusnya, seolah ingin mengatakan bahwa masa lalu di pandang hanyalah onggokan sampah yang tak penting untuk dipelihara.
Sedangkan jika disadari dengan pikiran yang jernih, bahwa suatu negara, daerah atau masyarakat akan maju dan berkembang di masa mendatang jika mampu menyelami masa lalunya, mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian dari masa silam, memetik hikmah lalu menyusun rencana ke depan kemudian melangkah untuk mewujudkannya.
Bukankah Soekarno sebagai pemimpin revolusi di negeri ini, pernah mengatakan dengan berapi-api, bahwa jangan sekali-kali melupakan sejarah, bahkan ia menegaskan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya.
Jika boleh jujur bahwa kita belum benar-benar serius menggali dan menyalami masa lalu untuk dijadikan cerminan dalam membangun tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik di masa mendatang.
Kadang kita lebih senang dengan eforia politik praktis dalam semua ajang, baik pilkades, pilkada, bahkan saling menghujat ketika pilihan kita berbeda dengan yang lain.
Kadang kita lebih senang mendebatkan hal yang remeh temeh yang bisa berpeluang merusak hubungan sosial, ketimbang memelihara warisan leluhur yang sarat nilai. Hampir sudah tidak tampak lagi gotong royong, bahu membahu melakukan kepentingan bersama, memelihara warisan budaya dengan mempraktekkannya dalam setiap momentum.
Jika pun ada, itu hanyalah upaya memenuhi syarat agenda birokrasi saja, tanpa pernah menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Jika sejenak membandingkan dengan tetangga, baik kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima.
Di Bima, tempat- tempat bersejarah diwariskan dengan baik, istana kesultanan, kuburan sultan, tarian adat, wadu pa'a (batu warisan pengaruh Hindu), dan lain-lain masih dapat dijumpai, dan menjadi object wisata.
Perlukah simbol untuk menterjemahkan masa lalu?