Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memanfaatkan Halaman Rumah untuk Kebun Mini

23 April 2020   09:33 Diperbarui: 23 April 2020   09:36 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JIKA di perkotaan memang lahan sangat sempit, jika ingin berkebun maka harus pandai-pandai memanfaatkan ruang yang terbatas di lingkungan rumah. Bahkan tembok bisa dijadikan sebagai tempat memajang sayuran dengan menggantungkan botol bersama tanamannya. Selain, karena menunjukkan nilai estetika, tapi juga di manfaatkan untuk keperluan dapur. Apa lagi tanaman yang ditanam tanpa menggunakan bahan kimia alias organik.

Bahkan sayuran organik selain harganya cukup mahal, tapi juga mengandung vitamin untuk kesehatan tubuh. Sehinga banyak orang mulai melirik sayuran-sayuran yang organik.

Bagaimana menanam sayuran di kampung? Di kampung memang beda, kebun di kampung bisa jauh lebih luas jika di bandingkan berkebun di perkotaan. Berkebun orang di kampung bisa luasnya berhetar-hetar tanah yang digunakan, bahkan yang ditanam bisa tumbuh-tumbuhan yang membutuhkan areal tanah yang luas, seperti pohon mangga, pisang, jeruk, dan jambu. Namun, jika menanam cabe hanya beberapa pohon bisa memanfaatkan halaman rumah, begitu juga dengan saledri serta tanaman sejenisnya.

Di kampung, kebetulan halaman rumah cukup luas. Sehingga bapak saya, memagari beberapa di antaranya untuk ditanami beberapa kebutuhan dapur seperti cabe, kemanyi,  tomat, dan saledri. Tanaman-tamanan ini bukan untuk dijual, selain untuk kebutuhan rumah, juga diperuntukkan bagi warga sekitar. 

Kalau ada warga yang berminat bisa langsung memetiknya sesuai kebutuhan dapur masing-masing. Menanam sayuran selain memutus mata rantai  ketergantungan kepada para penjual sayuran yang berwara-wiri setiap pagi di depan rumah, juga lembaran rupiah yang selama ini digunakan untuk sayuran, dapat diperuntukkan untuk membeli kebutuhan yang lain. 

Selain itu, juga mengajarkan swasembada perumahan, agar tidak menggantungkan kebutuhan dapur kepada pihak lain. Ada nilai edukasi, estetika, serta upaya mendorong anggota keluarga bisa bersama-sama menanam sayuran di kebun mini milik keluarga.

Setiap pagi dan sore bapak saya selalu memperhatikan pagar serta pertumbuhan tanamannya. Kadang pula adik perempuan saya datang membantu bapak untuk menanam tanaman yang lain yang cukup diminati oleh anggota keluarga, seperti kangkung, dan terong.

Di kampung, tidak semua orang memanfaatkan halaman rumah untuk berkebun. Walaupun hampir semua rumah memiliki lahan yang bisa di manfaatkan untuk menanam sayur-sayuran. Sedangkan setiap pagi saya memperhatikan ibu-ibu masih sangat bergantung pada penjual yang datang dari pasar kabupaten. Penjual yang menggunakan motor yang bergelantungan segala kebutuhan dapur dan ketika sampai di gang-gang kampung, akan dikerumini oleh ibu-ibu rumah tangga.

Jika saja banyak warga yang memanfaatkan lahan rumah untuk ditanami sayuran, yang tidak saja memutus mata rantai kebutuhan kepada para penjual, tapi juga mengajari anak-anak mereka untuk bisa berkebun. Di sana ada keharmonisan keluarga, kekompakkan, solidaritas, serta nilai kekeluargaan bisa dipupuk lewat berkebun bersama.

Sepintas saya mengamati kesadaran untuk berkebun di halaman rumah masih cukup minim oleh warga kampung. Bagi mereka berkebun harus dengan areal tanah yang luas, dan bernilai ekonomi yang besar. Sebab,  menanam sayuran di halaman rumah terlalu kecil dan dianggap hanya menghabiskan waktu, kalau tidak mau dibilang tidak penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun