Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perjalanan Menapaki Semesta Walaupun Bahaya Membayangi

20 April 2020   06:18 Diperbarui: 20 April 2020   07:33 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENYEBARNYA pandemi virus Corona, tak menghentikan niatku untuk melakukan perjalanan ke kota Mataram. Kota dimana pandu mengabdi untuk bunda pertiwi. Mendidik anak negeri untuk kelangsungan nafas bangsa ini di masa mendatang.

Dari kampung, saya menyalakan motor, menarik gasnya, membelah dinginnya ujung malam. Setelah menghadap dan bermunajat ke sang khalik, saya pun berpamitan kepada kedua orang tua, kemudian melajukan roda dua untuk menggapai tanah seberang.

Malam masih menyisakan kantuk, namun perlawanan yang saya tunjukkan mampu meredamnya hingga ketitik kekalahannya. Ia takluk. Tak berkutik.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dalam perjalanan menuju kota kabupaten, saya melihat kawan-kawan pejuang pemutus mata rantai virus Corona sedang kelelahan menaklukkan malam di palang yang tak jauh dari kampung. Di samping tenda, ada dua orang yang masih terjaga dan sedang ngobrol sesuatu. 

Satunya mengenakan seragam polisi, dan satunya mengenakan pakaian sipil. Saya berlalu begitu saja. Kepada mereka, saya ingin mengatakan, tetap semangat karena esok masih menyisakan harapan.

Ketika masuk di kota kabupaten, matahari di ufuk timur mulai menyapa semesta. Tapi suasana kota terlihat sepi, tidak ada geliat para pedagang, orang lalu lalang, mereka yang berolahraga di akhir pekan, yang  nampak hanya beberapa orang sedang menyapu di depan tokoh. Serasa kota mati. Tak ada tanda-tanda kehidupan, atau mungkin masih terlalu pagi. Saya berlalu.

Dokpri: Perempatan Kec. Manggelewa, Dompu Nusa Tenggara Barat
Dokpri: Perempatan Kec. Manggelewa, Dompu Nusa Tenggara Barat
Dokpri. Pasar Tradisional Manggelewa
Dokpri. Pasar Tradisional Manggelewa
Dokpri
Dokpri

Sekitar tiga kilo meter keluar dari kota, saya menyaksikan geliat masyarakat di pasar tradisional Manggelewa, Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. 

Penjual, buruh pasar, tukang ojek tukang parkir, dan tanpa ada petugas yang berjaga-jaga, warga terlihat sibuk tawar menawar harga, lalu lintas terurai oleh tukang parkir, teriakan para buruh pengangkut barang, dan desingan suara knalpot dari kendaraan menyatu menyambut pagi. 

Sejenak saya menghentikan laju motor yang saya kendarai untuk memotret aktifitas warga. Ketika mengambil gambar, terlihat beberapa orang menatapku dengan datar, saya mengabaikannya. 

Tak ada tanya, tak ada jawaban. Sesaat kemudian saya kembali melajukan motor, membelah jalan sebelum pagi benar-benar pergi. Buliran embun, masih enggang menghilang, walaupun mentari mulai menyapa.

Dalam perjalanan sesekali harus menepi untuk memotret pemandangan. Sepanjang perjalanan ada banyak bentangan alam menakjubkan yang bisa tertangkap kamera. 

Jalan menuju pelabuhan penyebarangan terlihat lengang, tidak banyak kendaraan yang melintas. Untuk sampai di pelabuhan saya harus berada di atas kendaraan selama 7 jam perjalanan. Melelahkan.

Dokpri. Perbatasan Kabupaten Dompu & Kabupaten Sumbawa
Dokpri. Perbatasan Kabupaten Dompu & Kabupaten Sumbawa
Dokpri. Pasar Alas Barat, Kabupaten Sumbawa
Dokpri. Pasar Alas Barat, Kabupaten Sumbawa
Dokpri
Dokpri
Cuaca di Pulau Sumbawa nampaknya cukup bersahabat. Tidak ada kendala berarti selama menempuh jalan yang berkelok-kelok menuju pelabuhan.  Sesampai di Pelabuhan Tano, saya harus menepi di pintu masuk pelabuhan. 

Semua pengendara diperiksa oleh tim kesehatan, diberi pengarahan, ditanya nama, tujuan, serta  disenter dengan termometer. Tak lama. Di pelabuhan, kendaraan roda tak begitu banyak, begitu juga dengan mobil-mobil kontainer lintas propinsi yang mengangkut banyak sembako dari kawasan timur.

Biasanya, cukup lama menunggu sampai kendaraan dari seberang keluar, baru diberikan aba-aba oleh petugas untuk segera memasuki badan kapal. Namun, kali ini semua serba cepat, tak lama memarkir motor, langsung melaju di atas badan kapal.

Dalam perjalanan menyebrang untuk sampai di pelabuhan Kayangan Pulau Lombok. Kapal yang saya tumpangi membutuhkan waktu dua jam perjalanan. 

Selama di kapal, saya memutuskan tidur, sambil menikmati alunan musik dengan suara emas dari seorang biduan. Kadang lagu dangdut, sesekali lagu dari negeri jiran membuat tidurku semakin nyenyak.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri
Dari kejauhan Pulau Seribu Masjid terlihat begitu jelas. Gunung yang menjulang tinggi di dekat pelabuhan Kayangan, seolah menyambut kapal yang saya tumpangi dengan hangat. Kembali berpijak di perantauan, kembali memulai tantangan yang baru. Setelah keluar dari pelabuhan, saya melajukan motor membelah jalan yang terlihat lengang. 

Memang tidak biasanya, arus lalu lintas jalan menuju kota Mataram biasanya cukup ramai dengan kendaraan. Kali ini beda.

Sebelum masuk ke kota Mataram, saya disambut dengan hujan yang cukup deras. Kembali menepi. Mengamankan barang bawaan dari air hujan. 

Menunggunya berhenti menumpahkan kesedihan, saya setia menanti, rintik-rintiknya di bale tempat saya singgah, seolah ingin mengatakan bahwa alam mulai bersedih karena tangan-tangan kotor manusia serakah.

Setelah reda, kembali perjalanan saya lanjutkan hingga sore menyambut, saya baru bisa berpijak di kota ketika cuaca benar-benar bersahabat.

Di kota ini, mimpi itu ditautkan, diperjuangkan, disemai bersama duka lara kala mendera. Kota dimana hamparan harapan disebarkan, kelak semoga berwujud untuk memberikan senyuman pada semesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun