DALAM banyak sumber dan literatur ketika berbicara tentang Uma Jomba, juga di sebut Uma Lengge pasti mengarah ke Desa Maria, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat.
Namun demikian, di kampung saya di Dusun Kuta, Desa Rasabou, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat, juga memiliki kisahnya sendiri.Â
Kalau di Desa Maria tempat Uma Lengge atau Uma Jompa jauh dari perkampungan, namun tidak demikian di Dusun Kuta. Justru Uma Jompa berdekatan dengan rumah warga, terlebih yang empunya.
Menurut penuturan salah seorang di kampung, Uma Jompa tidak pernah digunakan untuk tempat tinggal. Fungsinya hanya satu, yakni sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian. Baik jagung, kedelai terlebih padi.
Ketika masyarakat belum mengenal rumah batu seperti saat ini dan masih menggunakan rumah panggung, Uma Jompa masih sangat banyak walaupun tidak semua orang memilikinya.
Uma Jompa umumnya dimiliki oleh mereka yang disebut orang kaya ketika itu (banyak sawah dan kerbau). Ketika musim panen tiba, Uma Jompa akan dibuka, lalu orang-orang kampung biasa akan datang membantu mengangkat dan memasukan padi di dalam Uma Jompa.Â
Biasanya warga yang tidak memiliki sawah, akan mendapatkan imbalan dari orang-orang kaya tersebut, dengan membantu mengurusi tanah dan kerbau yang mereka miliki, termasuk membantu mengurusi padi di Uma Jompa.
Namun ada juga yang memiliki Uma Jompa, biasanya hanya diperuntukan bagi keluarganya saja, dan tidak diperuntukan bagi orang lain. Bahkan jika hasil panen melimpah maka Uma Jompa hanya diperuntunkan bagi yang empunya saja.
Kini, di Dusun Kuta Uma Jompa tinggal empat saja yang masih tersisa. Beberapa yang lain sudah dibongkar dan tidak tahu lagi di mana rimbanya. Dari yang tersisa masih berfungsi seperti dulu, walaupun hanya dipergunakan oleh yang punya beserta keluarganya.
Setelah warga sudah menempati rumah batu, maka banyak yang memilih untuk tidak menyimpan hasil panen di Uma Jompa, dan menyimpannya di rumahnya masing-masing.Â
Alasannya, jika disimpan di Uma Jompa, agak lebih ribet jika pada saat menyimpan atau mengambilnya jika dibutuhkan, karena harus membutuhkan tenaga yang lebih untuk menaikan dan menurunkan padi di atas Uma Jompa.
Akan lebih praktis jika di simpan di rumah batu, karena orang tidak perlu naik menggunakan tangga seperti Uma Jompa untuk menyimpan hasil panen. Mereka cukup menempatkan hasil panen di sudut-sudut ruangan dalam rumah, atau di dekat dapur.
Selain karena Uma Jompa tidak banyak seperti dulu, juga karena Uma Jompa memiliki keribetan dalam proses menyimpan dan mengambil hasil panen.
Uma Jompa riwayatnya kini, sebagian sudah menjadi kenangan, dan sebagian yang tersisa mencoba bertahan menghadapi arus perubahan yang mendera. Arus zaman kadang menjadi penyeleksi yang handal untuk memastikan siapa yang bertahan dan siapa yang harus enyah dari lajunya waktu.
Dengan kesadaran penuh, saya mencoba mendokumentasikan beberapa Uma Jompa yang masih tersisa, agar menjadi artefak bagi kehidupan generasi di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H