Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bangga Menjadi Seorang Petani

2 April 2020   18:07 Diperbarui: 2 April 2020   17:59 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Petani Desa Rasabou

BANGSA ini tidak hanya bangsa maritim, tapi juga bangsa agraris. Lahan yang membentang luas, merupakan pemandangan yang gampang di temui ketika masuk ke wilayah pedesaan di negeri ini. 

Pertanian merupakan sektor yang cukup vital bagi ketahanan pangan bangsa ini berabad-abad. Masyarakat Indonesia sebagian besar rakyatnya ada pada sektor ini. 

Di kampung saya di Kecamatan Hu'u Kabupaten Dompu, memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Masyarakatnya bergumul dengan pertanian, dengan berbagai tanaman yang mereka tanam.

Di musim panen, kami disuguhkan dengan pemandangan lahan pertanian warga yang menguning, dengan para petani yang sedang memotong padi, merontokkannya dengan bantuan mesin, memasukannya di karung dan kemudian membawa hasil panen ke rumahnya masing-masing. 

Kali ini saya berkesempatan kembali ke kampung halaman, setelah sekian  tahun bergumul dengan aktifitas di perkotaan. Di kampung, saya berkesempatan untuk kembali menyaksikan dan melakukan hal-hal yang berkenaan dengan pertanian. 

Sebagai anak yang lahir dari keluarga petani, membuat saya tidak pernah malu dan canggung untuk mengairi sawah, memotong padi kala musim panen dan memikul padi untuk dikeringkan di halaman rumah. Walaupun orang tua tetap mendorong untuk tetap menatap dan mengejar impian di tanah perantauan. 

Di sawah, saya bisa menyaksikan burung terbang rendah di antara rindangnya pepohonan, hinggap di antara ranting, bernyanyi di kala siang memanas. Angin sepoi-sepoi menggoyang batang padi, mendayung pelan mendamaikan hati kala memandangnya. 

Geliat warga menyusuri pematang sawah, menyahut satu sama lain ketika padi dipotong, dan sesekali kepalanya muncul dipermukaan karena tenggelam dalam rimbunnya padi yang membentang luas. Pakainya yang mereka kenakan menutup semua bagian badan seperti tim medis yang sedang menangani pasien corona virus. 

Bagi petani ada banyak obat untuk di tempelkan ke wajah agar tidak hitam karena teriknya matahari. Obat-obat dibuat dari berbagai bahan alami yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Layaknya mickUp yang dikenakan di salon-salon kecantikan. Wajah mereka tidak mudah dikenal jika dipandang dari jauh. Karena tampilannya serba tertutup oleh banyak pakaian yang dikenakannya.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Sektor pertanian merupakan bagian panjang dari sejarah kehidupan masyarakat di kampung saya. Walaupun hanya memanen padi satu tahun sekali, tapi sejauh ini masih cukup untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. 

Di musim panen seperti ini, warga mulai sibuk untuk menyiapkan segala perlengkapan, seperti sabit, karung, mesin untuk merontokkan padi serta pakaian yang dikenakan selama musim panen. Walaupun ada mobil pemotong padi yang dianggap lebih efisien dan praktis, namun sebagian petani masih memilih dengan cara yang tradisional.

Hasil panen biasanya di simpan untuk konsumsi selama setahun, dan sebagiannya di timbang untuk dijual. Setelah musim padi selesai, warga biasanya akan menanam jagung, kedelai, dan kacang tanah. 

Namun, beberapa tahun belakangan ini kadang petani diperhadapkan dengan masalah air, yang kadang tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk mengairi persawahan. Sehingga berdampak pada hasil pertanian yang tidak sesuai harapan, bahkan pernah gagal panen. 

Menjadi seorang petani, yakni memilih untuk menjadi pewaris peradaban, mewarisi tradisi, menghidupkan nafas kehidupan karena sebagian besar insan negeri ini, menjadikan nasi sebagai makan pokoknya. 

Menjadi petani adalah memilih untuk menghidangkan dasar kebutuhan masyarakat. Walaupun pilihan menjadi petani merupakan pilihan yang dianggap berani, karena profesi ini dianggap tidak lebih berkelas dibandingkan profesi lain. 

Dokpri
Dokpri
Tapi bangsa ini pernah menjadi bangsa penolong bagi bangsa lain, ketika mampu mengembangkan swasembada di masa rezim Soeharto. Lahan yang luas, dengan pertanian yang mumpuni di masa itu, Indonesia bisa menyelematkan ribuan nyawa di benua hitam Afrika, karena kelaparan. 

Oleh karena itu, mari menghargai petani yang telah menyiapkan kebutuhan dasar bagi warga negara. Walaupun cukup sering hasil pertanian dihargai murah oleh negara, namun petani-petani negeri ini tetap sabar dan menerima kebijakan yang kadang tidak berpihak kepada mereka. 

Menghargai petani berarti menghargai pahlawan pangan. Minimal kita, membeli hasil pertanian dengan harga yang setimpal sesuai dengan hasil keringat mereka. 

Hidup petani, hidup Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun