Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tinggal di Kota Tanpa Kouta

10 Maret 2020   08:30 Diperbarui: 10 Maret 2020   08:36 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau tidak memiliki jaringan internet sendiri, atau numpang pada jaringan internet di lembaga tertentu, maka kita tidak akan bisa berselancar di jaringan media sosial. Maka diharuskan memiliki Kouta sendiri untuk membantu kembali terhubungan dengan semua warga net. 

Ketiadaan informasi karena tidak adanya jaringan, sehari saja terasa semua gelap gulita. Semua hampa. Dengan kemajuan informasi dan teknologi yang begitu pesat melesat, warga dunia akan mudah terhubung satu sama lain tanpa ada skat dan batas negara. Semua bisa berpapasan, saling kenal, menyapa dan berbagi kabar dengan begitu cukup mudah. Menjaring perteman seluas-luasnya, menghidupkan tombol keakraban, maka kita akan dapat terhubungan setiap saat. Informasi berseliweran bagitu cukup banyak sehingga bisa disapa dan dibaca, tanpa ada yang menghalangi.

Jika bang Haji Rhoma Irama mengkatakan "hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga, ". Tapi seorang kawan berseloroh "hidup tanpa kouta, bagaikan aku tanpa dirimu".

Kouta untuk berselancar di jejaring sosial, tidak hanya untuk sekedar menengok informasi sambil bersandar di bantal empuk di temani minuman dingin. Tidak sekedar penting, tapi mendesak. Sebuah perusahaan jasa pelayanan bisa mengalami kendala jika jaringan bermasalah, mahasiswa akan kesulitan mengirim tugas kepada dosennya jika jaringan lola (lambat loding), seorang terpaksa ketinggalan informasi untuk sebuah pekerjaan karena tidak ada kouta. Begitu pentingannya jaringan di era moderen.

Tinggal di Kota, penting memiliki kouta. Kouta telah memberi arti bagi seseorang untuk bisa berlama-lama berada di depan layar heandphon. Seseorang akan terasa berat bergeser untuk melakukan pekerjaan lain, jika sudah memasuki areal media sosial. Di sana ia menyusuri lapisan-lapisan dunia yang berbeda, sesekali jari jemari menekan tombol like atas sebuah informasi. Melirik berita, kadang dibaca, kadang pula sering diabaikan. Karena yang disenangi adalah membaca komentar orang atas postingan yang kita pajang. Publik merespon. Hati senang.

Di era digital, eksistensi seseorang diukur berapa banyak netizen yang komentar dan yang like postingan yang kita pajang di dinding Facebook dan YouTube. Seseorang merasa diperhatikan, diminati, bahkan merasa publik menaruh minat padanya, jika banyak netizen yang like dan komentar. Sehingga banyak alias tidak sedikit, ada yang berlomba-lomba membuat konten yang menarik dan bahkan yang ekstrim hanya untuk menarik minat para netizen.

Inilah era digital, era dimana seseorang meluangkan banyak waktu dialam rimba raya dunia maya. Mulailah era transisi massal, dari alam realitas ke alam media sosial. Orang membuat janji saja, ketika bertemu masih saja setia berselancar di media sosial, walaupun orang yang menepati janji sudah ada dan siap untuk diajak ngobrol. Seseorang terkadang lupa makan, lupa waktu tidur bahkan ada pula yang mengabaikan panggilan tuhan lewat seorang muazim di toa masjid. Sungguh miris bukan. Itulah era digital.

Tidak ada yang salah atas semua yang terjadi atas perkembangan teknologi informasi, ia hadir memberikan kemudahan-kemudahan bagi umat manusia. Dan memang demikianlah tujuannya. Selebihnya manusialah yang harus selektif dan mampu untuk menfilter segala informasi di media secara arif dan bijak.

Kouta mengambil bagian untuk memberikan kemudahan bagi mereka yang doyang menyambangi media sosial. Keberadaannya bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengetuk pintu kanal-kanal media sosial. Ketiadaannya bisa jadi 'petaka', karena tidak bisa lagi bergumul dengan segala hal yang berkenaan dengan informasi di dunia maya.

Semoga koutaku bisa terisi lagi. Karena tanpanya headphonku tak berarti apa-apa, dia nganggur seperti orang kehilangan job pekerjaan. 

Layarnya menjadi layu, hilang semangat walaupun disemangati. Seakan kouta dan headphone seperti dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Kouta tanpa headphone tidak berfungsi, sedangkan headphone tanpa kouta seperti sayur yang belum di masak.

Hidup memang selalu berpasang-pasangan, tidak ada salah satu diantaranya, seakan yang lain tak memiliki arti. Oleh karena itu, jika sudah memiliki pasangan janganlah diabaikan, janganlah dicampakkan, rangkulah ia dan cintailah sepenuh hati dan kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun