Seperti yang telah kita ketahui Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Ada banyak hal yang menjadi faktor pendorong majunya sistem pendidikan di Finlandia.Â
Namun saya hanya akan membahas satu faktor yang mungkin banyak dikesampingkan. Faktor tersebut bukanlah faktor internal pada regulasi sistem pendidikannya, akan tetapi faktor itu terletak pada pandangan masyarakat Finlandia yang menganggap mulia profesi guru dan sangat mengagungkan ilmu.Â
Hal ini bisa dilihat dari pendidikan yang ditempuh untuk menjadi seorang guru, disana tes menjadi seorang guru lebih sulit daripada tes masuk kedoteran, hanya orang-orang atau siswa terpilih saja yang bisa mengenyam pendidikan untuk menjadi seorang guru.Â
Dari sini saja sudah membuktikan bahwa Finlandia sangat mengagungkan ilmu dan Mengapa hanya faktor ini saja yang akan saya bahas? Karena faktor ini yang sangat sesuai dengan prinsip dan teori yang saya pelajari. Saya dibesarkan dengan latar belakang agama islam, dalam islam segala sesuatu dari mulai hal paling sederhana sampai hal yang sangat rumitpun sudah diatur.Â
Termasuk dalam menuntut ilmu, dalam hal ini termuat dalam kitab Ta'lim Muta'allim ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat menuntut ilmu salah satunya adalah mengagungkan ilmu dan ahli ilmu, ini terdapat pada pasal ke-4 dalam kitab tersebut (red).
Sebenarnya masih banyak yang termuat dalam kitab Ta'lim Muta'allim selain mengagungkan ilmu dan ahli ilmu namun tak kalah penting dalam menuntut ilmu. Akan tetapi topik ini sangat menarik untuk dibahas karena masih bersangkutan dengan pendidikan karakter yang sekarang sedang ramai digadang-gadangkan dalam sistem pendidikan di Indonesia.Â
Menurut pendapat saya karakter yang paling utama untuk dikembangkan dalam pendidikan adalah hal yang akan kita bahas saat ini yaitu mengagungkan ilmu dan ahli ilmu. Ada kata-kata mutiara dalam bahasa arab yang pernah saya dengar dari guru saya, saat saya menimba ilmu di Madrasah Tsanawiyah yang artinya berbunyi "Ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon tak berbuah".Â
Nah, karakter inilah yang harus diatanamkan pada peserta didik di Indonesia agar sistem pendidikan di Indonesia bisa seperti pendidikan di Finlandia. Apabila semua peserta didik sudah menanamkan prinsip ini (red) maka yang akan terjadi adalah program study pendidikan akan menjadi jurusan pavorit di Indonesia sama hal nya seperti di Finlandia.
Karena setiap peserta didik ingin ilmunya bermanfaat seperti halnya pohon yang berbuah, dan salah satu profesi yang real mengamalkan ilmunya adalah seorang guru, dimana pahalanya tidak akan putus bahkan sampai meninggal dunia.
Sungguh beruntung orang yang mengagungkan ilmu, karena ilmu adalah cahaya, dimana mata kita bisa melihat dengan jelas kakrena adanya cahaya, jika berjalan tak mungkin kita tersesat.Â
Bahkan dalam sya'ir yang sering dibacakan oleh ibu-ibu pengajian "Barang siapa menginginkan dunia maka dengan ilmu kita dapat meraihnya, dan barang siapa menginginkan Akhirat dengan ilmu juga kita dapat meraihnya, dan barang siapa yang menginginkan keduanya  hanya dengan ilmu pula kita dapat meraih keduanya".Â
Bagaimana tidak, dengan cahaya jalan seperti apapun kita dapat melihat dan membedakan mana yang menurut kita jalan yang aman dan mana jalan yang berbahaya. Motivasi inilah yang bisa menumbuhkan karakter peserta didik yang bisa menghargai ilmu dan mengagungkannya.
Tetapi jangan lupakan para ahli ilmu, dalam konteks ini adalah seorang guru. Guru adalah aspek yang paling sentral dalam menuntut ilmu karena tanpa guru tak mungkin ilmu yang tadi disebutkan kemuliaannya itu bisa tersalurkan ke banyak orang.Â
Oleh sebab itu sudah sepantasnya kita harus menghormati dan menghargai jasa seorang guru. Karakter ini lah yang selanjutnya harus ditanamkan kepada peserta didik di Indonesia. Bahkan saking memuliakannya seorang guru, Ali ra berkata "sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan ataupun tetap menjadi hambanya".
Mungkin itulah mengapa ayah saya dulu pernah menasehati saya ketika saya hendak memulai belajar di jenjang Madrasah Tsanawiyah, nasehat itu masih saya ingat sampai sekarang, kurang lebih bunyinya seperti ini "nak, jika nanti kamu belajar disana, patuhilah perintah gurumu bahkan jika kamu disuruh membersihkan kotorannya sekalipun" itu nasehat seorang ayah kepada anaknya yang hendak menuntut ilmu kurang lebih sepuluh tahun yang lalu.Â
Sekarang? Mungkin saya dapat menerka-nerka nasihat seorang ayah yang hendak menyekolahkan anaknya pada zaman sekarang, mungkin nasihatnya berbunyi seperti ini "nak, apabila nanti gurumu macam-macam sama kamu bilang saja sama ayah" hal ini saya utarakan bukan tanpa alasan, akan tetapi melihat penomena dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, kata itulah yang pertama kali terlintas dalam pikiran saya saat membayangkan nasihat apa yang dikeluarkan seorang ayah kepada anaknya yang hendak menuntut ilmu di sekolah.Â
Banyak kasus kekerasan pada guru, baik dari siswa terhadap guru, maupun dari orang tua terhadap guru. Dimana letak kemuliaan seorang guru? Ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Finandia, disana profesi  guru sangat dihormati di masyarakat, hal inilah yang mungkin banyak diabaikan dalam pendidikan di Indonesia, seakan tidak ada pengaruhnya terhadap pendidikan, namun justru sebaliknya.
Kenapa saya sangat yakin dengan statement saya bahwa mengagungkan ahli ilmu atau guru berpengaruh terhadap kemajuan sistem pendidikan? Karena bahwasanya ilmu yang kita dapatkan dari guru kita itu tidak ada apa-apanya dibanding hormat kita terhadap guru kita, seperti yang selalu guru-guru saya saya katakan kepada saya dan murid-muridnya.Â
Buktinya banyak orang pintar tetapi malah jadi pemintar, banyak orang cerdas tapi malah membuat orang cemas. Bagaimana tidak, koruptor dimana-mana, terroris menyebar luas, dan kezaliman merajarela.
Oleh sebab itu, marilah kita ubah cara pandang kita terhadap ilmu dan para ahli ilmu, seperti halnya di Finlandia agar sistem pendidikan Indonesia dapat berkembang lebih baik lagi. Perlu kita ingat bahwa ilmu tidak akan busuk dimakan waktu, dan guru tetaplah guru walau kita sudah tidak belajar lagi kepadanya, karena tak ada yang namanya mantan guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H