Mohon tunggu...
Supyan Sauri
Supyan Sauri Mohon Tunggu... -

Anak petani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Hidup dari Butiran Beras

15 Mei 2018   17:32 Diperbarui: 15 Mei 2018   18:29 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Walaupun saya berkuliah di Jakarta namun saya bukanlah berasal dari Jakarta akan tetapi saya berasal dari daerah pinggiran Jakarta yang bernama Jonggol, ya, benar Jonggol yang sempat terkenal karena sinetron pada acara TV swasta yang mengangkat nama jonggol oleh salah satu tokohnya.

Tapi bukan itu yang saya bahas, saya akan sedikit berbagi mengenai kehidupan saya yang notabenenya adalah anak petani. Sedikit pesan saya utuk semua anak petani di Indonesia, jangan malu menjadi anak petani karena oleh perantara para petanilah orang diseluruh Indonesia bisa memakan nasi sebagai makan pokok.

Makanan yang menghasilkan tenaga yang akan mereka pakai untuk berbagai kegiatan, dimulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur lagi. Semua tenaga yang mereka keluarkan dihasilkan oleh butiran beras yang petani olah.

Butiran beras, inilah yang akan saya bahas. Butiran beras yang beredar di seluruh Indonesia tidak serta merta menjadi beras yang siap untuk dimasak, namun butiran tersebut melalui beberapa proses yang sangat panjang, sama halnya seperti hidup kita.

Mari kita perhatikan beberapa proses berikut dan kita ambil ibrah dari peristiwa tersebut. Karena belajar bukan hanya dikhususkan di Sekolah saja namun disetiap aspek kehidupan kita, kita dianjurkan untuk selalau belajar.

Pertama mulai dari benih, sama halnya seperti kita benih ini menggambarkan diri kita pada saat masih balita, kita masih bersih dan tak tahu apapun. Apakah kita akan menjadi seorang pedagang, pencuri, pemimpin atau yang lainnya, seperti halnya benih padi yang diarahkan petani agar menjadi benih yang unggul, maka semua itu terganatung orang tua kita mau mengarahkan kita ke arah yang mana, disinilah mengapa rumah adalah sekolah pertama bagi kita.

Jika benih disemaikan di daerah ladang maka dia akan menjadi padi yang tahan terhadap kekeringan, dan jika benih disemaikan di daerah pesawahan maka padi akan selalu membutuhkan air agar tetap hidup.

Seorang anak pun apabila dididik untuk selalu bertahan dalam kesulitan maka dia akan menjadi pribadi yang tangguh seperti halnya anak petani yang sudah terbiasa dalam kesulitan maka dia tidak akan mudah megeluh hanya karena sehari tak dapat uang jajan, berbeda dengan anak kota yang dididik penuh kemanjaan.

Kedua benih direndam dan disemaikan agar tumbuh menjadi benih unggul, mungkin ini bisa kita gambarkan dengan proses pendidikan disekolah maupun di lembaga pendidikan lainnya berbeda dengan benih yang tumbuh secara sembarang benih di sawah ataupun di ladang yang ditanam oleh petani berjejer dengan rapi dan teratur, itu menggambarkan anak yang berpendidikan cenderung mengenal aturan dan kedisisplinan.

Ketiga adalah menunggu masa panen, biasanya pada masa penantian ini petani hanya mengawasi padinya dan sesekali membersihkan rumput tdan hama pengganggu serta mengontrol pengairannya.

Masa menunggu ini bisa kita gambarkan ketika sang anak sedang menimba ilmu di sekolah menengah, orang tua menyerahkan pendidikannya ke pihak sekolah dan atau lembaga pendidikan lainnya, orang tua hanya mengawasi dan memenuhi kebutuhan hidup anaknya dan tinggal menunggu hasilnya.

Keempat adalah panen dimana para petani memetik hasil perjuangan dan penantan selama kurang lebih 100 hari. Ini adalah dimana sang anak telah lulus dari pendidikan menengah atas yang di enyamnya selama ini.

Pada proses ini sebenarnya padi belum siap untuk di pasarkan namun ada sebagian petani yang menjual hasil panennya dalam bentuk gabah, ini bisa kita gambarkan bahwa setelah lulus pendidikan menengah atas orang-orang sudah ada yang mulai bekerja dan mencari pekerjaan. Namun petani yang menjual hasil panennya dalam bentuk beras maka itu adalah gambaran orang yang memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Proses terakhir yaitu penggilangan gabah agar menjadi beras, ini menggambarkan untuk menempuh pendidikan lanjut tidak lah mudah, gabah saja harus digiling untuk menjadi beras yang siap dipasarkan ataupun diolah  untuk diamakan, begitupun dalam mengenyam pendidikan lanjut, pasti berbagai hal berat harus dilalui agar tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Mulai dari tugas kuliah, kehidupan yang semakin berat dan hal-hal lain diluar dugaan kita.

Itu hanya sebagian gambaran besar saja dalam proses terciptanya butiran beras. Maka dari itu siapapun diri anda jangan pernah berkecil hati. Karena setiap diri kita mempunyai kesempatan yang sama dan pilihan yang selalu ada. Karana hidup adalah sebuah kesempatan dan juga sebuah pilihan. Hal yang perlu dilakukan hanyalah memilih untuk lebih baik lagi atau hanya berjalan di tempat, disitulah letak kesempatan kita, selama kita masih hidup kita masih diberi kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi.

Dan untuk menjadi lebih baik itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kita harus melaui ujian dan cobaan hidup yang silih berganti. Hadapilah! Karena hidup bukan untuk dihindari, lakukan yang terbaik dan kamu akan mendapatkan yang terbaik pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun