Jika ditanya apa  yang terpenting dari hidup sekarang ini, tentu adalah meneruskan hidup.  Apapun pekerjaan dan kegiatan yang kita lakukan, semata-mata tertuju untuk menghiasi dan mencukupi hidup. Sederhananya, apa pun yang kita lakukan adalah untuk mencari materi guna menyambung hidup.Â
Bagi saya, hidup bukanlah hal terpenting. Bagian terpenting dari hidup kita, semestinya adalah menyiapkan bekal bagi kehidupan abadi kelak. Karena kehidupan yang sebenarnya, baru dimulai ketika napas kita berembus pada-Nya, ini adalah sudut pandang dasar yang harus dimiliki oleh seorang hamba, yang meyakini Tuhan-Nya Maha Kaya.Â
Menyambung hidup itu penting. Tapi, memaknai hidup jauh lebih penting. Hidup yang bermakna adalah, ketika waktu hidup kita bisa bermanfaat bagi orang lain. Ketika desah napas, gerak langkah kita menyatu dalam pengabdian kepada Sang Pemberi Hidup. Semua aspek hidup dijadikan media untuk meraih ridho-Nya.
Jangan Berburuk Sangka!
Perasaaan buruk sangka pada ketetapan takdir-Nya, adalah hal yang hadir di dalam hati tanpa kita sadari. Karena tak diberi  rizki untuk menyambung hidup, kita kadang teramat gampang berburuk sangka atas kehendak-Nya. Dengan pandangan kita terhadap kelebihan harta orang lain, kita amat mengeluh dalam hati.
Bukankah, kita memiliki Tuhan Yang Maha Kaya? Bukankah, kita memiliki Tuhan Yang Maha Segalanya? Lalu, untuk apa segala kebimbangan hati pada sedikit pemberian-Nya? Bukankah, tidak semua kesusahan itu bencana, dan tidak semua kebahagiaan itu keberkahan? Bukankah semuanya, agar Ia menguji siapa yang paling banyak bersyukur diantara kita.
Mungkin saja, cukup dan tidaknya rizki yang kita dapat dari Allah Swt, adalah bagian kecil dari cara-Nya memberikan "ujian sudut pandang" untuk kita terhadap garis takdir-Nya.
Syukur Menguatkan Iman
Maka bersyukurlah. Bersyukur itu, adalah hal yang paling mudah kita lakukan untuk menguatkan keimanan di dalam dada kita. Dengannya, kita telah yakin ada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kaya. Ia menjamin hidup hamba-Nya yang yakin, bahkan yang tidak percaya akan keberadaan-Nya sebagai Tuhan Semesta Alam pun tetap dijamin hidup serta kehidupannya.
Dengan bersyukur, kita telah beriman dengan kualitas iman yang kuat, dan sudut pandang sebagai seorang hamba yang tidak "amatir" dalam "meraba" kehadiran "pelukan-Nya", serta hati kita yang kesepian karena sudut pandang yang terlalu sempit melihat kehadiran-Nya.
Kembali-lah pada kesadaran sudut pandang yang sehat, wahai diri!
Kota Batu, 24 Jan 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H