Rasanya tidak jarang, di media sosial, kita melihat banyak sekali "publik figur" yang baru tenar, mempertontonkan "kebobrokan" perilaku yang tidak patut untuk dicontoh oleh generasi muda. Padahal, dengan akun media yang ramai penonton, harusnya bisa memberikan dampak positif dan contoh baik bagi generasi muda yang ada.
Budaya media sosial kita yang menampilkan perilaku sensasional, dan minim "kesalehan sosial" oleh pelaku (baca; pengguna) media sosial. Akan berdampak buruk dalam terjadinya degradasi moral dan merosotnya karakter anak muda kita. Hal ini bukan karena kekhawatiran yang berlebihan, namun sejatinya gambaran pemuda kita yang mengisi post-post kepemimpinan di negara ini, akan disi oleh pemuda hari ini, "pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan".
Gambaran anak muda kita di masa depan, dapat dilihat dengan realitas yang ada. Maka, tidak berlebihan rasanya jika saya mengatakan, gambaran "kesalehan sosial" bangsa kita di masa depan, ditentukan oleh hasil dari "kesalehan budaya media sosial" kita hari ini.
Sebagai contoh, beberapa hari lalu beredar video viral di akun media sosial salah situs berita online, yang memperlihatkan kondisi kebun pisang seorang petani di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, yang rusak karena ulah beberapa oknum anak di bawah umur.
Perilaku beberapa anak di bawah umur yang merusak kebun pisang milik petani tersebut, atas dasar atau pengaruh video "salam dari binjay" yang viral dalam sepakan ini di aplikasi Tik-tok. Ini adalah salah satu dari banyaknya dampak buruk yang dihasilkan oleh perilaku yang "unfaedah" oknum "artis media sosial" bagi generasi muda kita.
Sadar atau tidak, perilaku "artis media sosial" seolah menjadi "kiblat" atau gaya hidup remaja dan anak muda mas kini. Maka hal yang ditakutkan ke depan, adalah muncul generasi kita yang lemah secara eksistensi diri, dikarenakan mudah terbawa dan meniru perilaku "publik figur" yang tidak semua perilakunya dapat dijadikan uswah (contoh).
Kesadaran Pengguna Media Sosial
Kita semua tentu memiliki cita-cita agar bangsa ini, kelak tetap menjadi bangsa yang mempertahankan kultur kesalahen sosialnya. Kultur yang telah terjaga, terbukti menghasilkan generasi muda dengan integritas karakter yang baik. Sehingga tidak bisa kita bantah, bahwa kaum muda hadir menghiasi perjalanan kemerdekaan dan kemajuan bangsa kita.
Integritas diri, kesadaran yang kuat, dan kesalehan diri generasi muda terdahulu membuat bangsa ini besar dan berdiri di kaki sendiri. Kita sebagai generasi pelanjut bangsa, harusnya dapat menangkap hal ini. Maka, kesadaran diri harus selalu ditumbuhkan, dan dimulai dari sadar dalam bermedia sosial.
Sadar dalam arti, ketika kita menggunakan media sosial, maka konten-konten yang dihasilkan harus bisa mengedukasi generasi muda kita. Sehingga walaupun di zaman modern, sikap dan pembawaan diri anak muda kita tetap berintegritas dan berkarakter, serta sadar akan pentingnya menjaga "kesalehan sosial" bangsa ini.
Gotong Royong Kebaikan
Melihat perilaku pengguna media sosial yang di dominasi oleh kalangan muda-mudi. Maka perlu adanya kesadaran semua pihak untuk gotong royong, dalam menjaga moral generasi bangsa. Perlu adanya semacam pengawasan sosial dari berbagai pihak, yang didasarkan kesadaran rasa memiliki kepedulian terhadap generasi bangsa ini.
Gotong royong kebaikan, adalah solusi terbaik dalam menjaga kualitas generasi anak muda bangsa ini, guna menyambut Indonesia emas 2045. Bonus demografi yang berkualitas baik di tahun 2045, bisa kita miliki dengan menyiapkannya dari kesadaran dan kepedulian kita sekarang, dengan sadar dan terus mengingatkan perilaku pengguna media sosial agar tetap memperhatikan, dan menjaga kesalehan sosial, dimulai dengan konten-konten yang berfaedah, Wallahu a'lam bisshowwab.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H