Mohon tunggu...
Supriyadi
Supriyadi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, Pendaki gunung, Relawan Small Action, Petani Hidroponik

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sawaddee Krab ( bagian 5 )

19 Januari 2025   21:59 Diperbarui: 19 Januari 2025   21:59 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Crossing  the border,  ingat cerita TKI ........

Rasa penat , letih , dan bau badan karena tidak mandi dua hari tidak menjadi penghalang mereka untuk terus melanjutkan pertemanan sejati di dalam perjalanan ke perbatasan. Sepanjang jalan mereka terus bertukar cerita, dan bertukar perbekalan apa saja yang masih ada di dalam tas mereka masing-masing. Ugh ! indahnya persahabatan ini !

Mereka sudah tidak perlu membuka-buka peta perjalanan lagi karena ada dua orang Thai di mobil, termasuk sopir.  Bahkan mereka sampai lupa kalau sedang melewati propinsi Yala, yang konon sering ada kontak senjata. Di luar hujan rintik dan terlihat kumpulan desa-desa diantara lebatnya  pepohonan perkebunan yang lagi berdaun lebat.

Di bangku depan duduk si Thailand sebagai pemandu bersama sopir. Di bangku tengah yang duduk Bams, si Bangladesh,  dan si Amerika.  Dua bangku berikutnya duduk si Rusia , si Swedish , Si Germany , dan Si Hongkong . Tanpa harus bersusah payah mengingat nama masing-masing yang serasa saling asing, maka mereka bersepakat dengan panggilan masing-masing negara .

Di tengah-tengah perjalanan , si Hongkong sempat minta tutorial kepada siProfesor , karena tahun depan anaknya ingin sekolah di Amerika. Si Bangladesh, baru ketahuan aslinya, ternyata berprofesi sebagai penjual batu permata. Pantas dia aktif sekali meminta kartu nama.  Dan si Swedish sempat bertukar cerita mengenai Bali dan Upsala yang sempat Bams kunjungi sewaktu mahasiswa dulu .

Tanpa terasa perjalanan telah mendekati perbatasan di propinsi Narathiwat . Menjelang jam 5 sore mereka tiba di perbatasan  Thailand -- Malaysia. Dan mereka semua harus turun dari mobil untuk mengikuti antrian panjang di Imigrasi Thailand. Prosedurnya cukup sedherhana hanya perlu menunjukan pasport dan kartu kedatangan saja. Begitu juga sopir mereka yang asal Thailand juga perlu mengurus imigrasi dan ijin untuk mengantar mereka sampai Kuala Lumpur .  

Setelah itu mereka naik mobil lagi sejauh sekitar 1 km. Kemudian mereka harus turun ketika melewati Imigrasi untuk masuk ke Malaysia. Antrian disitu lebih panjang dan lebih ramai, berbaur dengan kendaraan-kendaran besar tourist bus dan truk angkutan umum. Pemeriksaan terasa lebih ketat. Setelah mengisi kartu imigrasi "Ketibaan " mereka harus antri melewati pemeriksaan dengan metal detector dan berlanjut dengan pemeriksaan barang. Sesuai prosedur semua isi kopor dan tas harus dikeluarkan mungkin ini tidak biasa karena sedang terjadi eksodus tourist dan pengungsi dari Thailand. 

foto: dok Ucik
foto: dok Ucik

Untunglah Bams bisa melewati semua pemeriksaan dengan mulus karena dia hanya membawa day pack yang berisi lap top saja. Namun begitu selepas dari pemeriksaan Bams masih harus menunggu teman-teman seperjuangan diujung lorong.  Sempat terpikir juga di benak Bams betapa susahnya kalau benar-benar harus menjadi TKI di negeri Jiran ini. Rupanya  si Rusia dan si Bangladesh harus sedikit berurusan dengan polisi perbatasan,  tetapi akhirnya kedua temannya itu lolos juga .

Wah senengnya bukan main, mereka ber delapan telah berkumpul kembali. Dan tanpa di komando mereka saling berjabat tangan sambil berucap " WE DID IT  ! "

 

KL masih 400 km lagi  ,  wouw  !  

Karena hari sudah mulai gelap, dan gerimis tidak kunjung reda juga, Bams dan rombongannya segera masuk ke mobil.  Atas rekomendasi si Profesor, maka Bams diminta untuk duduk di depan di samping sopir.  Apalagi kalau bukan karena alasan sudah masuk kampung orang Melayu. Dan Bams adalah saudara serumpun " Sialan !" umpat Bams dalam hati. Namun secara diam-diam dia tertawa juga melihat kepintaran si profesor.

Benar juga, belum sampai 5 menit mobil melaju,  di pinggir jalan berdiri berjajar satu peleton pasukan Diradja Malaysia. Pasukan ini meminta semua penumpang turun untuk memeriksa seluruh isi kendaraan. Semua bagian dibuka termasuk bagian bawah jok juga diperiksa.  Dan Bams memberanikan diri untuk menyapa mereka " Selamat sore ! ".

Ternyata sapaan melayu tersebut cukup manjur, karena berikutnya pertanyaan dilontarkan dalam bahasa yang sama. Bams bisa menjelaskan dengan jelas dari mana, kenapa, dan mau kemana rombongan mereka. Akhirnya Pasukan Diradja Malaysia mengijinkan rombongan Bams untuk melanjutkan perjalanan. Dan bersoraklan mereka semua di dalam mobil setelah bisa melanjutkan perjalanan dengan aman.

Menjelang masuk ke pintu toll, mereka sempatkan melihat papan penunjuk jalan. Dan wouw.... Kuala lumpur masih 420 km lagi. Maka diputuskan untuk berhenti mengisi BBM perut dan kembali menukar kelebihan Baht  ke uang Ringgit Malaysia. Rupanya sopir yang mengantar mereka juga sudah hafal benar dengan route jalan dan tempat-tempat untuk kebutuhan para tourist, termasuk authorized money changer.

foto: dok Ucik
foto: dok Ucik

Perjalanan ke Kuala Lumpur  berjalan lancar, karena terus melewati jalan toll yang mulus dan lebar. Hambatan satu-satunya adalah hujan lebat sepanjang perjalanan yang menyebabkan sopir perlu berhenti beberapa kali di rest area untuk membersihkan kaca mobil dan mengistirahatkan mata sejenak. Bams sendiri dan teman-temannya yang sudah sangat kecapekan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur .   

Bams terus mencoba melalui mobile phone untuk mencari penginapan  di dekat KLIA  ( Kuala Lumpur International Airport ). Bams juga mendapat bantuan informasi dari teman-temannya di tanah air bahwa masih tersedia seat dengan Air Asia untuk terbang ke Surabaya esok hari.  Bantuan dari teman-temannya dan support moril dari pimpinan perusahaan yang terus memantau perjalanan Bams sungguh sangat membesarkan hatinya.  

Tepat tengah malam mereka tiba di Kuala Lumpur Tower. Seperti baru terbangun dari mimpi mereka kebingungan kemana dan bagaimana harus melanjutkan perjalanan. Tak ada seorangpun diantara mereka yang telah mempunyai tiket pulang dan juga reservasi hotel. Bams berpikir sejenak dimana harus merebahkan badannya malam itu.

Terasa sekali ada keharuan yang amat dalam diantara mereka untuk berpisah malam itu. Tiada seorangpun yang mampu berkata-kata dengan jelas. Mungkin juga karena faktor kelelahan yang sudah melebihi batas. Sopir yang membawa mereka hanya mendapat ijin trayek sampai di KL Tower dan dia harus cepat-cepat kembali ke perbatasan. Akhirnya mereka hanya bisa diberikan tips kecil dari hasil patungan uang Bath yang telah disiapkan. Tak lupa mereka juga sampaikan ucapan terima kasih kepada si sopir.  

Setelah masing-masing mendapatkan taksi yang akan membawa mereka pergi melanjutkan perjalanan entah kemana tujuanya. Akhirnya tibalah saat bagi mereka untuk berucap kata selamat tinggal. Hanya dekapan erat serta lambaian tangan yang bisa mereka lakukan untuk mengakhiri petualangan bersama yang luar biasa pada dini hari itu.  

Dalam perjalanan taksi yang membawanya ke arah bandara KLIA , Bams masih mencoba mampir ke beberapa hotel yang mungkin masih ada kamar tersisa. Tapi ternyata hasilnya nihil juga.  Semua hotel sudah fully booked, entah sedang ada apa saat itu.  Sopir taksi yang mungkin iba melihat kondisi Bams menawarkan kamar di rumahnya secara gratis. Tetapi Bams menolak secara halus karena telah membulatkan tekad untuk tidur di bandara dini hari itu. Toh besuk pagi-pagi  dia sudah harus mengadu nasib kembali berebut kursi untuk pulang  ke Surabaya dengan Air Asia.

Untungnya dini hari itu sebuah restoran cepat saji di bandara masih ramai melayani pembeli. Bams akhirnya ikut nongkrong disitu sambil mengisi perut dan memesan secangkir kopi. Tetapi rupanya keletihan badan dan mata Bams sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Akhirnya Bams mencoba mencari tempat untuk sekedar merebahkan badan. Lumayan akhirnya Bams tertidur pulas. .

foto: dok Ucik
foto: dok Ucik

Menjelang jam 5 pagi Bams pindah ke terminal sebelah dengan bus pertama yang membawa penumpang menuju bandara khusus untuk semua penerbangan dengan Air Asia.  Bams mencoba auto counter yang disediakan untuk mengecek no penerbangan dan sisa kursi yang masih tersedia untuk tujuan Surabaya. Ternyata masih cukup tersedia kursi kosong, walaupun masih perlu menunggu 2 jam lagi untuk bisa mendapatkan boarding pass .  

Sambil menunggu jadwal penerbangan Bams sempatkan untuk sekedar membersihkan badan. Dia mamakai T-Shirt baru yang dibeli di Bangkok. Dan alhamdulillah Bams masih bisa menjalankan kewajiban sebagai seorang moslem untuk menunaikan ibadah sholat subuh di pagi yang menggairahkan itu .

Bandara semakin ramai dengan penumpang dan pengantar ke segala tujuan kota di asia. Bams semakin tidak sabar untuk segera mencoba  penerbangan ala bus antar negara ini.  Sudah lama dirinya mendengar cerita mengenai inovasi terbang dengan Air Asia. Selain murah, penumpang bisa langsung datang ke bandara seperti naik bus di terminal, antri, dan bebas memilih tempat duduk.  

Ho ... ho  .... akhirnya tepat jam 10 pagi Bams sudah berada di deretan kursi terdepan di dalam cabin pesawat. Bams menjadi tambah semangat ketika bisa bertemu banyak kawan dan kembali bisa ngobrol gaya " suroboyo"  an , dengan  "cak " dan "ning". Sebuah perjalanan dan petualangan yang sungguh penuh kenangan bagi Bams.    

TAMAT

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun