Dan petualangan itu dimulai ............
Hari Kamis pagi tanggal 27 Nopember 2008 pikiran dan tubuh Bams sudah tidak bisa diajak kompromi untuk tinggal di hotel lagi. Segera dia kabarkan kepada Mr Thaksin bahwa hari itu dia akan mencoba jalan darat untuk pulang lewat mana saja. Sebab masih belum ada kepastian kapan bandara akan normal kembali.  Pilihan terbaik menurut feeling Bams ada dua, yaitu naik bus ke utara  Chiang Mai terus ke perbatasan Laos, Myanmar atau ke Selatan Narathiwat, ke perbatasan Malaysia.
Hari itu Mr Thaksin tidak bisa menemani Bams, sebagai gantinya dia mengirim seorang teman dari bagian Sales untuk menemani Bams. Mereka berdua segera meluncur  ke stasiun sentral  kereta api di Bangkok. Dan seperti yang sudah diperkirakan Bams sebelumnya, jumlah penumpang yang akan bepergian dengan kereta api sangat berjubel. Sungguh tidak berbeda dengan kondisi di stasiun Gambir Jakarta atau  Pasar Turi Surabaya waktu  mudik lebaran tiba.
Semua orang harus datang mengantri karena semua travel agent tidak bisa diakses. Â Dan Bams rupanya sudah telat karena mulai malam sebelumnya stasiun sudah penuh dengan pengungsi dadakan. Bams sempat mencoba beralih pilihan untuk naik bus, tapi ternyata sama saja tiket bus juga sudah penuh dipesan sampai dua hari berikutnya .
Â
Akhirnya Bams memutuskan ikut antrian panjang dengan suatu tekad dia harus dapat 1 tiket kereta tujuan entah kemana saja. Pokoknya keluar dari Bangkok. Sambil mengantri Bams terus membuka-buka peta daratan Thailand yang sengaja dia beli. Matanya terus memelototi route mana kira-kira yang akan dilalui oleh keretanya nanti.
Untunglah antrian cukup tertib, Bams hanya perlu sabar dan menahan sedikit lapar saja. Tiga setengah jam berlalu, loket sudah di depan mata. Bams mulai memindahkan uang "Bath" dan "Pasport hijau" Â ke tangan kanan . Â Dan.... " Hore..... Â dapat juga akhirnya" Bams melompat kegirangan setelah memegang tiket di tangannya. Teman yang mengantarnya juga ikut berlonjak senang.
 .  Â
Baru pada jam 11 malam Bams harus kembali ke stasiun untuk naik kereta ke Hat Ya , Â selatan Thailand. Saat itu jam masih menunjuk angka 12.00 siang, teringat perut masih belum sempat diisi mulai pagi. Maka tawaran temannya untuk mencoba Thai food lagi dipinggiran kota langsung diiyakan Bams tanpa pikir panjang.
Sambil menikmati makan siang Bams terbayang perjalanan nanti malam dengan kereta dari Bangkok ke Hat Yai yang jaraknya terbaca di peta 933 km. Jadwal di tiket mennjukkan kereta akan tiba esok jam 1 siang ." Wuih ! , 14 jam perjalanan kereta, apa yang bisa dilakukan di sepanjang perjalanan " Bams asyik dengan pikirannya sendiri.
Lalu Bams coba menanyakan hal itu kepada teman yang mengantarnya, dan dengan enteng si teman menjawab, " Saya belum pernah melakukan perjalanan ke selatan selama hidup. Â Apalagi prosedur imigrasi di perbatasan imigrasi Thailand -- Malaysia juga tidak mudah."
Bams membayangkan suatu hal baru yang rumit bakal dia alami nanti. Bams coba membuka peta lagi. Dia baru teringat kalau perjalanan ke selatan juga akan lewat propinsi Yala dan  Narathiwat yang sebagian besar penduduknya adalah moslem yang kurang puas terhadap pemerintah Thai. Pantas temannya tadi enggan bercerita lebih jauh.
Terbayang juga suasana menjelang lebaran di tanah air ketika melihat berjubelnya penumpang yang ada di stasiun Hat Yai tadi. Â Maka tanpa pikir panjang seusai makan siang Bams minta diantar ke pasar dimana para turis sering belanja. Â Siang itu Bams putuskan untuk membeli ransel kecil atau "day pack". Tidak lupa pula dia membeli 2 T-shirt dan beberapa potong biskuit padat gizi . Bams teringat kebiasaannya ketika melakukan persiapan pendakian gunung. "Siapa tahu nanti memang harus berpetualang dan praktek "jungle survival ". Begitu pikirnya untuk menjaga setiap kemungkinan yang bakal dia hadapi nanti.
Seusai belanja, Bams masih punya sisa waktu 7 jam untuk menunggu keberangkatan kereta jam 11 malam nanti.  Dia bertanya ke temannya  apakah bisa mengantarnya ke Kedubes Indonesia di Bangkok.
" Untuk apa pergi ke sana?" Dia balik bertanya alasan Bams ingin ke kantor kedutaan.Â
" Saya ingin tahu informasi lebih jelas mengenai route perjalanan ke selatan dan prosedur imigrasi di perbatasan Malaysia" sahut Bams .
Dia sedikit ragu-ragu untuk mengiyakan permintaan Bams karena tidak tahu alamat kedubes Indonesia. Kembali ke kota Bangkok menurutnya akan sangat macet sekali siang itu . Akhirnya mereka putuskan mencari tahu alamat kedubes lewat buku telpon. Tetapi tidak berhasil juga karena satu-satunya nomor telpon bernada sibuk terus.
Rupanya temannya ini tahu  juga kebutuhan Bams untuk bertemu  saudara sebangsa. Dan secara spontan dia menawarkan untuk mengujungi teman atau lebih tepat guru spiritualnya yang katanya pernah ke Indonesia dan sekarang mempunyai beberapa murid dari Indonesia  yang sedang belajar mengenai meditasi di Thailand.
Akhirnya meluncurlah mereka berduai ke Dhammakaya International Meditation Centre, salah satu tempat terbesar untuk sekolah meditasi yang bersumber dari ajaran Budha. Letak tempat ini Bams  tidak ingat persis, kira-kira satu jam bermobil melewati propinsi Chataburi, tempat penghasil durian terbaik di Thailand .
Di tengah perjalanan mereka melewati salah satu universitas terkenal di Thailand , Tamasaat University . Namun karena suasana sepi, maka mereka hanya mengitari saja dari luar pagar dan terus melanjutkan perjalanan.  Kira-kira mendekati jam 5 sore, mereka tiba di komplek  Dhammakaya Centre. Â
Bams dan temannya langsung menuju ke kantor. Dan benar juga teman Bams ini sudah sangat akrab dengan pengurus disana.  Pengurus langsung menyambut Bams di depan kantor. Sambil mendekapkan kedua telapak tangan  mereka mengucapkan salam " sawadee krab ". Dan dengan cara yang sama pula Bams membalas salam mereka.
Betapa kagetnya Bams ketika salah seorang diantara mereka langsung menegur Bams dalam bahasa Indonesia sambil memperkenalkan dirinya. "Saya Uncle Haan. Saya pernah tinggal di Tangerang selama kurang lebih setahun untuk berbagi ilmu tentang meditasi ".
Disamping Uncle Haan ada seorang gadis Indonesia yang masih belia bernama  Santi. Dia adalah murid yang sedang belajar mengenai ilmu meditasi di sekolah tersebut.  Dan Santi inilah yang akhirnya diminta menemani Bams keliling kompleks yang sangat luas, lebih dari 10 Ha luasnya. Tempat ini biasa dipakai untuk ibadah bagi pemeluk Budha dari segala penjuru dunia karena bisa menampung sampai puluhan ribu orang.
Pada senja itu rupanya mereka sedang melakukan persembayangan khusus dan Bams harus menunggu. Seusai acara tersebut Bams dipertemukan dengan beberapa teman Indonesia lainnya lagi. Dia mendapat banyak tambahan informasi mengenai kondisi perjalanan ke selatan.
Setelah merasa cukup Bams akhirnya segera mohon pamit kepada Uncle Haan dan orang-orang disitu. "Hati-hati di jalan karena di perbatasan pasti berjubel orang yang mau keluar dari Thailand" begitu pesan Uncle Haan kepada Bams seraya memberikan sebuah buku tebal mengenai Dharma kehidupan yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H