Pagi-pagi terdengar pengumuman dari speaker masjid bahwa pagi hari itu salah satu tokoh masyarakat di kampungku meninggal dunia. Beliau yang selama ini terkenal orang yang sangat dermawan dan ahli sholat berjamaah di masjid pagi ini telah dipanggil oleh Allah swt. Pertemuan saya terakhir dengan almarhum seminggu lalu ketika almarhum membagikan uang saku kepada semua anak yang ikut sunat masal di masjid. Setelah itu almarhum dikabarkan sakit dan di rawat di Rumah Sakit hingga meninggal dunia pagi ini.
Segera saya berangkat melayat ke rumah duka berbaur dengan para pelayat yang lain. Ketika tiba di rumah duka almarhum sedang dimandikan oleh keluarganya. Berita kematian almarhum sungguh membuat masyarakat kampungku gempar. Tak ada yang menyangka bahwa beliau dipanggil oleh Allah secepat ini. Padahal beberapa hari belakangan beliau masih terlihat sehat wal afiat dan masih aktif sholat berjamaah di masjid. Rupanya berita beliau masuk Rumah Sakit tak banyak diketahui oleh warga. Wajar saja kalau berita kematiannya membuat masyarakat kampung terkejut.
Pagi itu warga yang datang melayat sangat banyak. Selain kerabat dan saudara Almarhum banyak juga warga dari luar desa yang hadir melayat. Diantara para pelayat yang datang, saya melihat sosok pria berkaos warna merah putih dengan memakai kopyah haji sedang duduk di lantai. Dia sepertinya sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Setelah saya berjalan mendekat dan mengamati sekali lagi, baru saya sadar ternyata orang itu adalah Cak Jam.
Cak Jam ini adalah manusia langka di kampungku. Tak banyak orang yang mau melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan oleh Cak Jam. Setiap kali mendengar pengumuman orang meninggal dunia dari speaker masjid atau mushola Cak Jam akan langsung berangkat melayat. Berbeda dengan pelayat lain yang datang hanya untuk keperluan melayat saja. Cak Jam akan datang melayat lengkap dengan membawa tas selempang berisi peralatan pribadinya. Ya, Cak Jam adalah seorang penulis batu nisan orang yang meninggal dunia.
" Saya kalau mendengar pengumuman orang meninggal dunia di masjid atau mushola, saya pasti akan usahakan untuk hadir lebih awal" terang Cak Jam kepada saya ketika berjumpa dengannya pada waktu melayat salah satu warga.
" Tas yang saya bawa ini berisi perlengkapan untuk menulis batu nisan seperti spidol, tinta, bensin, kain, alat pahat, penggaris dan lain-lain. Saya selalu membawanya setiap pergi melayat" imbuhnya lagi sambil menunjukkan tas selempang warna hitam.
Salah satu hal terpenting yang dilakukan setiap kali ada orang meninggal dunia itu adalah menulis batu nisan. Tulisan pada batu nisan biasanya berupa nama lengkap almarhum, tanggal lahir, dan tanggal meninggal dunia. Namun kenyataannya tak banyak orang yang mau dan bisa menulis nama pada batu nisan. Sehingga kehadiran sosok orang seperti Cak Jam ini begitu berarti sekali khususnya bagi keluarga almarhum.
" Saya dulu mulai menulis batu nisan ketika sedang melayat kok tidak ada orang yang mau menulis batu nisan. Akhirnya saya beranikan diri untuk menulis batu nisan almarhum. Kan kita ini semua dulu pernah sekolah dan diajari tulis menulis. Masak hanya untuk menulis nama orang yang meninggal dunia saja tidak bisa." ungkap Cak Jam tentang cerita awal mula dirinya menjadi penulis batu nisan.
Sejak kejadian hari itu, setiap pergi melayat kemanapun Cak Jam selalu membawa tas selempangnya untuk membantu warga yang sedang berduka. Dan lambat laun masyarakat juga mulai mengakui keberadaan Cak Jam sebagai penulis batu nisan. Kehadirannya selalu dinantikan setiap kali ada warga yang meninggal dunia. Sesuai pengakuannya, Cak Jam sudah biasa membantu menulis batu nisan bukan hanya untuk warga di sekitar lingkungan tempat  tinggalnya saja. Tapi dia juga akan selalu hadir di wilayah lain di desanya asalkan dia mendengar pengumuman orang meninggal dunia tersebut.
Ketika saya nyeletuk bertanya apakah dia pernah mengalami kejadian aneh atau mistis ketika menjalani aktifitas sebagai penulis batu lisan. Cak Jam diam sejenak, lalu kepalanya menggeleng dan menjawab bahwa dia tidak pernah mengalami peristiwa aneh sebagai penulis nama batu nisan selama ini.
" Tapi pernah suatu ketika saya diminta menulis nama di batu nisan salah satu warga yang meninggal di RW saya. Seperti biasa saya tulis batu nisan tersebut sesuai dengan nama yang diberikan oleh keluarganya. Ternyata malam harinya dari pihak keluarga mengaku bermimpi didatangi oleh almarhum dan menyampaikan bahwa nama yang ditulis di batu nisan salah. Akhirnya keesokan harinya pihak keluarga mendatangi saya dan meminta saya untuk membetulkan penulisan nama batu nisan sesuai nama yang benar" begitu terang Cak Jam mengenang peristiwa beberapa tahun silam.
Sejak mengalami kejadian tersebut, Cak Jam tidak mau lagi menulis nama di batu nisan bila pihak keluarga tidak memberikan KTP orang yang meninggal dunia tersebut. Sebab sering kali orang di kampung itu lebih dikenal dengan nama panggilannya sehari-hari yang sering berbeda jauh dengan nama sebenarnya yang tertera di KTP.
" Sejak saat itu saya selalu minta KTP orang yang meninggal dunia sebelum mulai menulis batu nisan" begitu jelas dari Cak Jam mengakhiri perbincangan dengan saya.
Sosok orang seperti Cak Jam ini sangat langka, tak banyak orang yang dengan sukarela dan konsisten mau menjadi penulis batu nisan. Sebuah pekerjaan yang sering  dianggap remeh oleh orang lain, tapi sangat penting bagi orang yang meninggal agar makamnya bisa dengan mudah dikenali oleh keluarga dan sanak kerabatnya.
Sehat selalu Cak Jam si manusia baik. Semoga amal baikmu tersebut kelak akan menjadi pemberat timbangan amal kebaikanmu di hari akhir.
Lawang, 29 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H