Perjalanan menuju pos 3 kami lalui dengan melewati medan padang savanna. Jalannya sudah mulai menanjak, walaupun tidak terlalu extrim. Tapi sudah cukup untuk menguras stamina karena sengatan panas matahari. Tidak ada pepohonan besar yang bisa menjadi pelindung dari terik surya. Kami juga harus menghindari kotoran sapi yang masih saja banyak kami temui di sepanjang jalur ini. Untungnya angin berhembus cukup kencang sehingga bisa memberikan sedikit kesejukan.
Beberapa kali kami disalip oleh para porter Rinjani yang memanggul keranjang berisi logistik dan tenda. Mereka berjalan setengah belari ketika membawa beban barang bawaan yang berat tersebut. Kami juga beberapa kali perpapasan dengan pendaki yang baru turun dari Plawangan Sembalun. Umumnya mereka pendaki luar bersama guide nya. Â Sepertinya setelah muncak mereka turun kembali ke Sembalun, tidak ke Segara Anak.
Setelah berjalan lebih dari satu jam kami akhirnya tiba di Pos 3. Lebih tepatnya beberapa meter sebelum Pos 3 kami memutuskan untuk beristirahat. Beberapa teman sudah mulai membuka bekal nasi bungkus untuk makan siang. Saya memilih untuk istirahat rebahan di bawah rindangnya pohon besar. Di Pos 3 ini kami istirahat hampir satu jam karena menunggu teman yang masih mengambil dokumentasi di belakang.
Tantangan pendakian sebenarnya baru kami hadapi setelah mulai mendaki menuju pos 4. Kami sudah dihadang oleh deretan bukit yang dikenal dengan nama 7 bukit penyesalan. Gimana gak menyesal, bukitnya gak habis-habis. Jalannya menanjak ekstrim, benar-benar menguras tenaga. Beruntung sebelum mendaki ke Rinjani kami sudah melakukan persiapan dengan mendaki ke bukit Lincing gunung Arjuna. Sehingga otot-otot kaki setidaknya sudah terbiasa dengan medan tanjakan ekstrim. Itulah pentingnya melakukan persiapan fisik dan mental sebelum mulai suatu pendakian.
Sekitar 30 menit sebelum tiba di Plawangan Sembalun hari sudah mulai gelap. Dan saya pun mengeluarkan headlamp untuk membantu menerangi jalan. Angin yang berhembus kencang menembus kulit dan menciptakan hawa dingin di sekujur tubuh. Saya terus berjalan perlahan di medan yang menanjak naik bersama pendaki lain. Beberapa orang porter tampak berjalan turun. Mereka berteriak menawarkan jasa ojek carrier setiap berpapasan dengan pendaki yang naik.
Dengan napas ngos-ngosan dan beberapa kali istirahat, akhirnya kami sampai juga di Plawangan Sembalun. Tapi, rupanya porter kami membuka tenda di Plawangan Sembalun 4. Itu berarti kami masih harus berjalan ke atas lagi sekitar 15 menit. Saya segera turunkan carrier dan segera mengambil jacket untuk sekedar melindungi tubuh dari hawa dingin yang begitu menusuk-nusuk tulang.
Setelah kurang lebih sepuluh menit beristirahat, kami pun segera melanjutkan perjalanan lagi mencari tenda kami yang sudah dipasang oleh porter. Dan benar saja, setelah seperempat jam berjalan akhirnya kami bisa menemukan tenda kami diantara deretan tenda para pendaki lain. Kami segera masuk tenda untuk berlindung dari hawa dingin dan hembusan angin kencang di Plawangan Sembalun yang hari itu sungguh agak lain nuansanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H