Setelah menempuh perjalanan udara 2 jam 20 menit akhirnya pesawat yang kutumpangi mendarat di  bandar udara Mutiara SIS Al Jufrie, kota Palu. Pagi itu sekitar pukul 06:50, bandara mulai terlihat ramai. Aku berjalan menuju keluar pintu kedatangan, langkah ku terus menapaki kerikil-kerikil di sebelah kiri jalur kedatangan,  indahnya bunga-bunga tertanam rapi di kiri kanan bandara, serta perbukitan yang membentang memberi pesona magis yang membuat terpukau siapapun yang melihatnya.
Ketika terjadi gempa dan Tsunami tahun 2018 silam, beberapa daerah seperti desa Mpanau, Jono oge dan Petobo banyak yang rusak parah akibat bencana alam ini. Di daerah Sigi Biromaru banyak rumah yang terendam lumpur dan sekarang berubah menjadi lahan yang luas tak berpenghuni dan tidak boleh ditempati karena masuk dalam kawasan red zone.
Salah satu Icon Kota Palu adalah Pantai Talise. Pemandangan di pantai Talise sangat memukau bagi ku. Pantai Talise dalam balutan cahaya sore mampu memberikan warna yang berbeda seolah memancarkan aura ramah dalam sapaannya, meskipun beberapa bangunan yang ku lihat di sekitar pantai hancur  berkeping-keping di terjang Tsunami September 2018 silam, namun tak membuat pantai ini hilang pesona.
Mereka yang berjuang untuk kembali selalu menemukan kegigihan dalam hasrat. Puing-puing bangunan menjadi saksi bisu dari bencana Tsunami yang memporak porandakan bangunan di sekitar Pantai Talise.
Akupun sempat berphoto di pantai Talise, dengan latar belakang mesjid terapung. Mesjid yang menjadi korban amukan Tsunami ini tetap berdiri kokoh, menjadikan mesjid ini sebagai icon pantai Talise bagi siapapun yang berkunjung menikmati pesona pantai ini.
Perahu nelayan yang sedang sandar pun seolah menikmati kesendiriannya dan tak sabar ingin di sapa oleh angin dan ombak yang akan membawanya berkelana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H