Kemajuan di Era teknologi sekarang ini berdampak besar terhadap perubahan sistem pelayanan masyarakat. Salah satunya sistem pengadministrasian pendaftaran tanah, hingga bukti kepemilikan hak atas tanah secara elektronik, tentunya hal ini berbeda dengan sertifikat tanah yang berbentuk lembaran-lembaran surat.
Pendaftaran tanah secara elektronik dilakukan dengan proses pencatatan dan dokumentasi kepemilikan atau hak atas suatu properti/tanah yang dilakukan dengan melibatkan penggunaan sistem komputer, perangkat lunak, serta informasi teknologi untuk menyimpan, mengelola, dan memproses informasi yang terkait dengan kepemilikan tanah, seperti sertifikat tanah, akta jual beli, atau dokumen-dokumen lain yang direkam dan disimpan secara elektronik.
Pendaftaran tanah secara elektronik lahir karena adanya Peraturan Menteri ATR/Ka BPN No.5 Tahun 2017 Tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik. Salah satu tujuan dari diadakan nya layanan elektronik ini adalah untuk memberikan informasi pertanahan dengan mudah, cepat, dan biaya rendah berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Sebagai dasar hukum pelaksanaan pendaftaran tanah secara elektronik adalah Peraturan Menteri ATR/Ka BPN No.18 Tahun 2021.
Oleh karena itu, pentingnya menjaga keamanan data digital untuk mencegah adanya tindak penyalahgunaan data dan informasi digital. Sebagaimana tertuang dalam UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan dan identitas elektronik yang menujukan status subjek hukum para pihak yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikat elektronik.
Pada prinsipnya sertifikat elektronik belum berlaku dan terdapat penundaan oleh Komisi II DPR RI dikarenakan :
1. Adanya kekhawatiran pada penerapan sertifikat elektronik karena lemahnya keamanan sistem, sehingga rentan pemalsuan.
2. Banyak masyarakat yang salah mengartikan Pasal 16 Peraturan Menteri ATR/BPN No.1/2021 bahwa masyarakat beropini dengan adanya sertifikat elektronik ini BPN akan mengambil serifikat konvensional/fisik dan masyarakat hanya akan memiliki sertifikat elektroniknya saja.
3. Kebocoran data pribadi yang diakses oleh Hacker,
Jadi Komisi II DPR RI dan Menteri ATR/BPN sepakat untuk menunda pelaksanaan perintah Menteri ATR/BPN No.1 Tahun 2021 tentang sertifikat elektronik untuk melakukan evaluasi dan revisi norma hukum untuk menhindari terjadinya salah persepsi sehingga menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan seluruh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H