Menjalankan Rutinitas Pagi dengan Penuh Semangat dan Gembira
Rutinitas pagi di rumah hari ini (11/7/2024) diawali pukul 05.30 Wita. Seperti hari-hari sebelumnya, saya menyiapkan sarapan pribadi secara mandiri. Sementara itu, istri tercinta sedang melaksanakan aktivitas pribadi di kamar.
Kompor segera saya nyalakan untuk memanaskan lauk masak yang saya ambil dari kulkas. Lauk udang dan tahu agak berkuah sehingga cukup mudah memanaskannya. Saya hanya menggunakan wajan kecil guna menghangatkan lauk untuk sarapan hari ini.
Berhubung hanya sedikit, tidak memerlukan waktu lama untuk menunggu lauk itu menjadi hangat. Sambil menunggu lauk menjadi hangat, saya menyiapkan piring dan segera mengambil nasi secukupnya.
Rutinitas menyiapkan sarapan secara mandiri sudah bertahun-tahun saya lakukan sejak saya harus berangkat pagi-pagi ke tempat tugas tahun 2004 (dua ribu empat). Kebiasaan itu terbawa terus hingga saat ini. Pagi hari jika belum sarapan, rasanya ada sesuatu yang kurang. Meskipun hanya satu sendok nasi, harus ada yang masuk perut. Begitu ibaratnya.
Setelah pemanasan lauk selesai, wajan mungil diturunkan diganti cerek untuk memanaskan air. Kami memiliki cerek mini yang hanya berisi beberapa liter air. Kondisi cerek bagian bawah sudah hitam, ya?
Sambil menunggu air dalam cerek mendidih, saya sudah menyiapkan tiga hal: cangkir langsung diisi kopi ginseng, piring nasi dituangi lauk dan sebuah krupuk, dan isi termos air panas dipindahkan.
Ada tiga tempat air minum masak berupa air putih. Teko plastik putih berisi air suhu ruang. Teko berwarna pink berisi air hangat. Kemudian satu termos  berisi air panas.
Teko palstik berguna untuk menampung air limpahan dari teko berwarna pink. Anak ragil, Adib biasanya minum air putih dari teko plastik berwarna putih. Ketika isi teko itu berkurang segera diisi air putih dari teko berwarna pink. Kemudian untuk menambah isi teko berwarna pink diambilkan air panas dari termos.Â
Dengan demikian kondisi air dalam teko pink sering masih hangat. Istri tercinta suka mengambil air minum dari teko berwarna pink tersebut.
Ritual makan nasi dengan lauk udang dan tahu berkuah (entah apa nama masakannya, oseng-oseng mungkin, ya?) saya lakukan dengan cukup cepat. Sementara itu, air yang saya rebus terus berproses.
Sambil menunggu air mendidih, saya segera mencuci piring yang usai digunakan untuk makan. Hal itu sudah menjadi kebiasaan. Saya tidak ingin menumpuk piring kotor. Selagi masih ada waktu untuk mencuci sendiri, saya pun akan melakukannya.
Bukan hanya piring makan, wajan yang habis digunakan untuk menghangatkan lauk juga segera saya cuci dengan santuy. Selesai mencuci piring dan wajan, air dalam cerek sudah mendidih.
Saya segera menuangkan air panas itu ke dalam termos yang sudah berkurang isinya. Mengapa berkurang? Ya. Sebagian air dalam termos sudah dipindahkan sebagian ke dalam teko berwarna pink.
Tidak lupa, cangkir yang sudah saya isi dengan kopi ginseng dituangi air panas pula. Sebuah roti empuk sudah saya siapkan di dekat cangkir berwarna putih itu.
Ritual menikmati kopi pun dimulai. Saya duduk dengan tenang sambil menyeruput kopi diselingi makan roti empuk sedikit demi sedikit. Kopi yang tidak begitu banyak itu dalam waktu sekejap sudah habis. Tubuh saya perlahan menjadi hangat.
Setelah isi cangkir ludes, segera saya bawa ke wastafel. Langsung dicuci dengan santuy. Aktivitas berikutnya sudah menunggu. Sebelum meninggalkan ruang makan yang merangkap ruang dapur itu, saya menyeruput air putih hangat lebih dahulu.
Untuk membersihkan sisa-sisa kopi di mulut, perlu minum air putih hangat sedikit. Tidak perlu banyak-banyak. Kata orang-orang di medsos (entah sumbernya dari mana), kita tidak dianjurkan untuk minum terlalu banyak sehabis makan nasi. Katanya, agar tidak terkena asam urat. Biarlah dokter pada bidangnya yang meluruskan atau membenarkan hal itu.
Pukul 06.00 Wita saya sudah duduk manis di depan laptop yang saya letakkan di meja teras. Sudah menjadi rutinitas sejak beberapa bulan terakhir, saya lebih suka mengetik di teras daripada di dalam rumah. Ada sensasi khusus saat mengetik di teras, baik pada pagi, sore, atau malam hari. Angin yang bertiup di teras terasa sejuk. sesekali ada orang lewat yang menyapa saya atau saya yang menyapa mereka.
Beraktivitas di teras memang nyaman bagi pensiunan seperti saya. Tidak ada beban yang menghantam. Tidak ada kegiatan yang ahrus segera dilakukan. Dengan beraktivitas mengetik di teras, saya merasakan lebih santuy dan pikiran menjadi tenang.Â
Saat-saat seperti ini, Anda sedang melakukan apa, ya? Sudah sarapan? Masih dalam perjalanan? Apa pun aktivitas Anda saat ini semoga dapat dilakukan dengan bahagia, tanpa tekanan atau intimidasi!***
Penajam Paser Utara, 11 Juli 2024
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H