Dari sekian pengunjung yang baru masuk, tampaknya tidak ada seorang pun yang saya kenal. mereka pun (mungkin) tidak mengenali saya yang sudah berumur 60 tahun lebih ini.
Ketika selesai menikmati soto, saya segera mendekati lapak yang menyajikan gorengan. Saya menanyakan pesanan gorengan yang sudah saya sampaikan sebelum duduk.
"Sebentar, Pak. Masih digoreng. Bapak pesan tempe, ya?"
"Betul. Berapa satu?"
"Dua ribu, Pak!"
Satu potong tempe goreng tepung dengan harga dua ribu rupiah. Saya pun segera menjawab bahwa saya perlu tiga potong. Dalam pemikiran saya, ukuran tempe tepung tidak terlalu besar. Itu mengacu pada ukuran tempe yang sering digoreng istri tercinta di rumah.
"Baik, Pak. Nanti saya antarkan di meja!"
Tidak berapa lama, tiga potong tempe goreng tepung diantarkan ke meja di tempat saya duduk. Saya merasa kaget karena ukuran tempe yang cukup besar. Bisakah saya menghabiskan tiga potong tempe goreng itu?
Nasi yang berada di mangkok tidak habis saya santap, sekarang ada tambahan tiga buah tempe goreng. Untung ada sambal disertakan dalam sebuah piring kecil. Dengan mencelupkan tempe ke dalam sambal, semangat untuk makan akan bdrtambah.
Dengan perlahan saya potong tempe goreng sedikit demi sedikit. saya celupkan ke dalam piring kecil berisi sambal. Tempe terasa masih hangat. Pelan-pelan saya kunyah sedikit demi sedikit. Tempe bukan karbohidrat sehingga saya tidak khawatir menyantap tempe itu.