Paragraf Pembuka dalam Cerpen yang Memikat Pembaca seperti Apa?
Dalam menulis sebuah cerita pendek (cerpen) kita dituntut untuk membuka dengan kalimat-kalimat yang memikat. Paragraf pertama sebuah cerpen akan menjadi senjata bagi penulis untuk menggiring pembaca agar melanjutkan untuk membaca.
Baca Juga: bagaimana-menulis-cerita-pendek-cerpen-yang-menarik
Seorang pembaca akan cepat-cepat meninggalkan sebuah cerpen yang sedang dibaca ketika paragraf pertama kurang menarik. Untuk itu, kita perlu banyak belajar dari penulis-penulis cerpen yang sudah banyak menghasilkan cerpen berkualitas.
Cerpen Dibuka dengan SettingÂ
Deskripsi lokasi atau tempat "bermain" para tokoh cerpen dapat dijadikan paragraf pembuka. Kita ambil contoh sebuah cerpen karya Seno Gumira Ajidarma berjudul Cinta di Atas Perahu Cadik yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007 (halaman 1).
Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yng lalu. Bukankah memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu.
Dengan membaca paragraf pembuka cerpen tersebut, pembaca diajak untuk menikmati suasana pantai. Dalam bayangan pembaca tentu sudah tergambar bahwa para tokoh dalam cerpen akan "bermain" dengan lokasi di sekitar pantai.Â
 Deskripsi suasana atau kondisi dalam suatu waktu dapat digambarkan dengan apik oleh GM Sudarta dalam cerpen berjudul Candik Ala yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007 (halaman 91).
Setelah matahari tengah hari tergelincir, langit berangsur berubah berwarna kuning. Sinar menyilaukan berpendar-pendar membiaskan kabut kuning menerpa seisi alam. Cuaca seperti inilah yang oleh ibu disebut sore "candik ala". Suatu sore yang jelek. Suatu sore yang membawa malapetaka dan penyakit. Dalam cuaca seperti ini, kami diharuskan masuk ke dalam rumah.
Dalam paragraf pembuka cerpen yang memikat itu, pembaca akan diajak untuk terus membaca paragraf-paragraf berikutnya karena ada beberapa kosakata yang membuat penasaran, seperti sore yang membawa malapetaka atau kami diharuskan masuk ke dalam rumah. Pembaca umumnya akan bertanya-tanya malapetaka apa yang akan terjadi pada tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut.
Cerpen Dibuka dengan Deskripsi Tokoh
Selain deskripsi lokasi cerita dan deskripsi suasana, penulis cerpen Agus Noor menggunakan deskripsi tokoh dalam cerpen berjudul Tukang Jahit yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007 (halaman 99).
Tukang jahit itu selalu muncul setiap kali menjelang lebaran. Seolah muncul begitu saja ke kota ini. Kata orang, ia tak hanya bisa menjahit pakaian. Ia juga bisa menjahit kebahagiaan. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu yang sakit. Jarum dan benang, yang konon, diberikan Nabi Khidir dalam mimpinya.
Penggambaran tokoh yang memiliki "kelebihan" yang unik dengan dimunculkan kosakata "ajaib" tentu akan menggiring pembaca untuk ingin lebih tahu isi cerita dalam cerpen yang memikat itu.
Paragraf dibuka dengan memunculkan "konflik cerita" dapat dijumpai (pula) dalam cerpen karya Adek Alwi berjudul Lampu Ibu yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007 (halaman 11)
Akhirnya bunda datang juga ke Jakarta, didampingi seorang cucu. Kami tidak bisa lagi menutup mata serta telinga beliau. Kasus dan sakitnya abangku, Palinggam, telah disiarkan koran dan televisi. Tak dapat lagi ditutup-tutupi dari bunda.
Pembaca tentu akan bertanya-tanya, kasus apa yang ditutup-tutupi itu. Mengapa tokoh bunda datang ke Jakarta. Meskipun paragraf itu cukup pendek, hanya terdiri atas empat kalimat, pembaca sudah dibuat penasaran. Bagaimana cerita selanjutnya.
Contoh lain, cerpen karya Puthut EA dengan judul Ibu Pergi ke Laut yang dimuat dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2005-2006 (halaman 37).
Ayah bilang Ibu pergi ke laut. Waktu aku tanya kenapa Ibu tidak pulang, Ayah menjawab, Ibu mungkin tidak pulang. Tentu saja kemudian aku bertanya apakah Ibu tidak kangen kepadaku? Dan Ayah menjawab, tentu saja Ibu kangen dan tetap sayang padaku. Tetapi, kenapa ia tidak pulang? Apakah ada seorang anak sepertiku yang ada di laut sehingga Ibu tidak mau lagi pulang ke rumah ini? Sepasang mata Ayah kemudian berair.
Tokoh dalam cerpen tersebut adalah seorang anak (kecil) yang mempertanyakan ibunya yang tidak pulang. Sang ayah menjawab bahwa "Ibu mungkin tidak pulang". Dari jawaban itu, sang anak (sesuai pola pikirnya) lebih banyak bertanya tentang sebab Ibu tidak pulang (lagi).
Pembaca tentu akan tergoda untuk mengetahui isi cerpen selanjutnya. Paragraf pembuka yang begitu apik memang demikian adanya. Untaian kalimat yang disajikan dibuat "memikat" dan "menggoda" sehingga keingintahuan pembaca "diobok-obok".
Nah, dari beberapa contoh paragraf pembuka cerpen di atas, bagaimana dengan Anda yang akan memulai menulis cerpen? Ya, tentu saja banyak cara, teknik, metode yang dapat digunakan.Â
Ada penulis cerpen yang memulai cerita dengan dialog atau percakapan antartokoh. Ada pula penulis yang mengawali cerpen dengan mengutip kalimat atau pernyatan dari tokoh terkenal.
Bisa pula, paragraf pertama cerpen berisi rangkuman "berita" yang sedang hangat atau diminati banyak orang.
Selamat menulis cerpen dengan gaya masing-masing. Contoh yang diberikan di atas sebagai pemicu untuk memunculkan ide-ide yang masih terpendam.
Penajam Paser Utara, 8 Maret 2024 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H