Menyaksikan Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Solo pada Hari Jumat
Perjalanan saya dan istri tercinta pada hari Jumat (16/2/2024) cukup menyenangkan. Kisah perjalanan dengan beberapa sarana transportasi ituHanya beberapa menit kami beristirahat di rumah ibu kandung saya di Dukuh Ketinggen, Desa Karanglo, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Pada pukul 18.00 WIB lewat beberapa menit (sehabis salat magrib), kami segera berangkat ke Kota Solo (Surakarta) untuk menyaksikan pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Solo.
Tiket sudah saya pesan lewat aplikasi (daring) sehingga kami tidak perlu terburu-buru berangkat. Mobil carteran dengan driver Mas Thofik siap mengantarkan kami ke tempat tujuan.
Pada saat kami tiba di area pertunjukan, banyak informasi kami peroleh pada bagian depan (teras) gedung pertunjukan. Ada informasi jadwal pertunjukan selama satu bulan (Februari 2024).
Selain pertunjukan Wayang Orang, gedung Sriwedari yang kami kunjungi itu digunakan pula untuk pentas ketoprak. Informasi lain yang dapat kami baca di dekat loket penjualan tiket (karcis) adalah perihal kenaikan harga tiket.
Pada tahun sebelumnya, harga tiket pernah (hanya) lima ribu rupiah. Kemudian pada tahun 2023, harga tiket Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) dan mulai 1 Januari 2024, harga tiket per orang Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah) untuk pengunjung (wisatawan) domestik. Untuk wisatawan mancanegara Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) per orang.
Model tiket pertunjukan Wayang Orang Sriwedari mirip dengan model tiket pada objek wisata candi Borobudur yang kami kunjungi beberapa tahun yang silam. Tiket dijadikan gelang pergelangan tangan.
Saat kami memasuki gedung pertunjukan terlihat sudah ada beberapa penonton yang duduk pada kursi sesuai nomor pada tiket yang dibawanya.
Kami membeli enam tiket dengan nomor kursi 31-36. Kami menempati deret kedua sebelah kiri panggung. Satu deret terdiri atas dua puluh kursi. Setiap sepuluh kursi ada gang (jalan). Gang itu membelah dua sisi. Setiap sisi terdiri atas sepuluh kursi untuk satu deret.
Model panggung pertunjukan seperti model panggung ketoprak. Ada tempat pentas dengan penutup atau tirai dari kain. Penutup tirai itu akan dibuka saat pertunjukan dimulai atau ganti babak.
Pada sisi kiri dan kanan panggung bertirai ada layar tempat menampilkan tulisan. Pada saat kami datang, judul cerita/lakon terpampang.
Suasana sebelum pertunjukan dimulai cukup hiruk-pikuk. Saya menyempatkan waktu untuk merekam atau memvideokan suasana yang penuh ceria tersebut.
Para penonton ada yang baru datang dan mencari tempat duduk sesuai dengan nomor (angka) yang tertera pada tiket yang digunakan sebagai gelang tangan.
Layar pada sisi kiri dan kanan panggung digunakan untuk menampilkan deskripsi cerita Wayang Orang. Pada permulaan babak atau pergantian babak, tulisan atau deskripsi akan ditampilkan.
Penonton yang tidak memahami bahasa Jawa yang digunakan dalam dialog para pemain bisa terbantu dengan adanya deskripsi yang ditayangkan tersebut.
Pertunjukan dimulai pada pukul 20.00 WIB. Lampu untuk penonton dimatikan. Cahaya terfokus pada panggung pertunjukan. Para penabuh iringan musik (gamelan) harus bekerja dalam suasana (agak) gelap.
Saya dan lima orang yang duduk di sebelah kiri dan kanan cukup menikmati adegan demi adegan pertunjukan Wayang Orang Sriwedari tersebut.
Sebagai etnis Jawa, kami jarang bahkan sudah cukup lama tidak menyaksikan pertunjukan wayang orang dan ketoprak secara live (langsung).Â
Dalam pertunjukan wayang orang ada babak yang menampilkan empat orang (pelawak) yang sangat ditunggu oleh para penonton. Pada malam hari Jumat (16/2/2024) itu, empat orang punakawan tampil pada babak kedua.
Kami cukup terhibur dengan banyolan yang dilontarkan para punakawan. Mereka tampak sudah terlatih untuk saling melempar joke yang dapat membuat penonton tertawa.
Babak demi babak berlangsung dengan baik. Setiap adegan dapat kami pahami maknanya. Walaupun hanya sedikit dialog dan lebih banyak gerak (menari), kami dapat memahami isi cerita.
Para penari yang sudah terlatih dapat menyajikan gerakan yang enak ditonton. Pakaian yang "glamour" ala wayang orang cukup membuat mata terasa nyaman.
Durasi pertunjukan selama dua jam benar-benar tidak terasa. Kami hampir tidak percaya ketika layar penutup acara sudah diturunkan. Tulisan SELESAI terpampang pada sisi kiri dan kanan panggung utama.
Rasa puas tentu saja kami peroleh. Satu per satu penonton beranjak dari tempat duduknya. Senyum bahagia tersungging. Para penabuh iringan musik (gamelan) dan pesinden (penyanyi) segera beranjak pula meninggalkan tempat duduknya yang lesehan.
Demikianlah aktivitas hari Jumat mulai dari Penajam, Kalimantan Timur hingga ke Solo (Surakarta). Kami pulang dengan penuh ceria. Di dalam mobil yang dikemudikan oleh Mas Thofik canda tawa terjadi.
Ditulis di rumah ibu kandung di Dukuh Ketinggen, Desa Karanglo, Klaten Selatan, Jateng, 22 Februari 2024Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H