Menjenguk Orang Sakit sebagai Sarana untuk Meningkatkan Kewaspadaan Diri
Pada hari Jumat (9/2/2024) kami berombongan menjenguk kawan yang sedang sakit. Janji atau kesepakatan untuk berangkat bersama-sama dilakukan melalui "panggilan grup WA".Â
Meskipun status saya sudah pensiun atau purnatugas, alhamdulillah masih diikutkan dalam rombongan. Pak Anas Baenana yang berinisiatif untuk "membawa" rombongan menuju rumah sakit umum di kabupaten kami, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Mobil pribadi ayah Dzaky itu digunakan untuk menjemput Pak Habel Hewi dan Bu Fitrawati di dekat rumah Hj. S. Khasanah. Selanjutnya, mobil meluncur menuju kilometer tiga Penajam.
Saya, Suprihadi menunggu di rumah Pak Mokhamad Syafii. Jadilah kami berlima menuju rumah sakit tempat Pak Sugeng Mardisantoso dirawat inap (opname).
Sebelum mobil berangkat dari rumah Pak Mokhamad Syafii, saya menyerahkan sebuah buku kepada Bu Fitrawati. Pada saat acara Pelepasan Purnatugas Pengawas Sekolah di SMP 1 PPU (30/1/2024) Bu Fitrawati tidak hadir.
Perjalanan dari kilometer tiga Penajam menuju RSUD Ratu Aji Putri Botung tidak memerlukan waktu lama. Jarak hanya sekitar enam kilometer.
Mobil Pak Anas Baenana diparkir di pinggir jalan, tidak dimasukkan ke area rumah sakit. Jika mobil masuk ke area rumah sakit, prosesinya cukup panjang. Perlu antre lewat pintu berpenjaga, ambil karcis, kemudian baru parkir di lokasi yang agak jauh dari pintu masuk ke dalam rumah sakit.
Dengan memarkir kendaraan di luar rumah sakit (di pinggir jalan), kami cukup berjalan kaki dengan jarak relatif lebih dekat menuju pintu masuk ke dalam rumah sakit.
Cuaca agak mendung saat itu. Namun, kami merasa nyaman. Hujan belum turun. Langkah-langkah kami seperti adu cepat. Akan tetapi, saya tetap berusaha untuk memotret dan berswafoto.
Kami langsung berjalan menuju ruang rawat inap. Petugas pada bagian resepsionis tidak tampak. Bu Fitrawati membawa bingkisan atau hadiah untuk diberikan kepada pasien (dan yang menjaga pasien).
Kami menuju ruang Teratai 5, tempat Pak Sugeng Mardisantoso dirawat. Kami sangat tidak sabar untuk mengetahui kondisi kesehatan salah satu ketua RT di lingkungan Perumahan Korpri, km 9 itu.
Saat pintu ruang terbuka atau dibuka, saya melihat Pak Sugeng Mardisantoso sedang tertidur dengan nyenyak. Ada sebuah selang infus kami lihat.
Pada lantai di atas tikar (ambal), istri tercinta Pak Sugeng Mardisantoso sedang duduk bersama seorang anak laki-lakinya. Begitu kami masuk, anak laki-lakinya itu segera berdiri dan menyalami kami satu per satu.
Setelah kami duduk dan berbincang sebentar, tampak Pak Sugeng Mardisantoso membuak kedua matanya. Dengan perlahan, ia bangkit dan mulai duduk.
Saya segera menyerahkan sebuah buku dan minta dipotret (dasar memang Pak Pri ini, ya. Orang sedang sakit dijadikan objek berfoto). Pada saat acara Pelepasan Purnatugas Pengawas Sekolah di SMP 1 PPU (30/1/2024), Pak Sugeng Mardisantoso memang belum menerima buku kenang-kenangan meskipun waktu itu hadir.
Catatan: maaf foto saat memberikan buku tidak ditampilkan di sini, ya!
Baru beberapa menit kami berbincang, datang sepasang suami istri, Pak M. Hanafi dan Bu Rosnah. Suasana ruang tempat Pak  Sugeng Mardisantoso dirawat menjadi riuh. Dialog antara Pak Mokhamad Syafii, Bu Rosnah, dan Pak M. Hanafi yang sama-sama berlatar belakang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) cukup seru.
Mereka membahas penyakit yang diderita Pak  Sugeng Mardisantoso, yaitu gangguan pada jantung. Kebocoran jantung yang dibahas dikaitkan dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
Diskusi cukup seru, tidak ingat kalau mereka berada di rumah sakit. Saya lebih banyak diam karena ingin menjaga suasana ruang tidak bertambah berisik.
Untung di kamar perawatan itu hanya ada satu pasien, yaitu Pak  Sugeng Mardisantoso. Ranjang di sebelahnya kosong. Saya lebih banyak mendengarkan diskusi mereka.
Â
Menjenguk Orang Sakit sebagai Sarana Meningkatkan Kewaspadaan
Kisah atau cerita terkait keberadaan Pak Sugeng Mardisantoso di rumah sakit itu pun diutarakan. Baik Pak  Sugeng Mardisantoso maupun sang istri bergantian bercerita. Cerita mereka sering terpotong atau dipotong oleh adanya diskusi antara Pak Mokhamad Syafii, Bu Rosnah, dan Pak M. Hanafi.
Berdasarkan cerita yang dituturkan dan komentar yang disampaikan para pembesuk (penjenguk) pasien, saya dapat menarik kesimpulan bahwa kita wajib waspada terhadap kesehatan diri masing-masing.
Tubuh atau raga perlu ada waktu diistirahatkan. Tidak boleh raga dipaksa bekerja tanpa istirahat. Demikian pula pikiran atau otak harus ada waktu istirahat.
"Kalau bisa sebelum pukul sebelas malam kita sudah tidur!" Demikian Bu Rosnah memberikan penekanan.
Organ dalam tubuh manusia perlu istirahat mulai pukul 23.00 WIB/Wita/WIT. Demikian informasi yang sering disebarluaskan atau diviralkan di media sosial. Â Â
Jika organ tubuh memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat tentu tidak akan mudah terserang penyakit. Sebaliknya, jika organ dalam tubuh manusia hanya sebentar berisitrahat dalam 24 jam, tentu rentan akan berbagai penyakit. Fungsi organ bisa menurun pada saat usia menjelang senja.
Dengan melihat secara langsung kondisi Pak  Sugeng Mardisantoso, saya pun ikut prihatin. Dalam usia 59 tahun+ harus tergolek di ranjang rumah sakit.
Semoga kita akan selalu ingat bahwa organ tubuh manusia harus diberi jatah waktu beristirahat yang cukup. Kita tidak boleh memforsir organ untuk bekerja di luar kemampuan.Â
Salah satu upaya untuk membuat organ tubuh beristirahat adalah waktu tidur lebih awal. Kalau bisa sebelum pukul sebelas malam sudah masuk kamar tidur dan segera berbaring. Bukan masuk kamar terus main HP, ya.
Penajam Paser Utara, 9 Februari 2024Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI