"Ayo kita makan!" tiba-tiba Pak Imam Mudin menawari saya pergi makan.
Tentu saja saya mengiyakan. Siapa sih yang menolak diajak pergi makan pada saat jam makan hampir tiba? Pak Imam Mudin berjalan lebih dahulu keluar dari pintu pagar rumah.
Mobil pribadinya diparkir di sebelah kiri rumah saya. Kami segera meninggalkan perumahan dengan santai. Berhubung sudah pensiun, saya cukup mengenakan T-Shirt warna oranye. Kaos itu merupakan kaos ber-merk MUNAS APSI di Bali.
Tiba di warung langganan kami, Soto DPR, ada seorang kades yang cukup kami kenal. Kades dari Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu tersebut sedang memesan soto pula.
"Saya dipanggil Pak Pj." Demikian beliau memberikan informasi. Sebagai kenang-kenangan bahwa kami pernah berjumpa di warung makan itu, kami bertiga berswafoto.
Pesanan soto kami pun tidak berbeda dengan pesanan sebelumnya. Saya meminta nasi dipisah dari mangkok kuah soto. Itu artinya, ada mangkok lain untuk tempat nasi.
Pak Kades Desa Babulu Laut dipanggil Pj. Bupati PPU tentu ada kaitan dengan peristiwa viral di medsos. Dalam peristiwa viral itu disebutkan bahwa ada seorang pelajar SMK (usia di bawah 17 tahun saat kejadian) tega membunuh lima orang dalam satu keluarga (ayah-ibu-tiga anak).
Silakan baca berita pembunuhan satu keluarga di sini.Â
Di warung soto itu kami harus menunggu beberapa saat karena ada pembeli yang lebih dahulu datang sedang dilayani. Pada saat mendekati jam makan (jam istirahat kantor), banyak pegawai yang makan di warung itu.
Selain memesan satu porsi nasi soto, saya memesan satu gelas minuman teh panas. Pak Imam Mudin memesan minuman teh es. Orang berbadan gemuk rata-rata suka minum es.
Kami makan sambil mengobrol. Satu mangkok soto tidak memerlukan waktu lama untuk dihabiskan. Kami asyik berbincang sambil mengamati para pembeli yang datang dan pergi.