Bermodal Sebuah Puisi, Gratis Menginap di Hotel Berbintang (1)
hotelierwriters mengadakan event Puisi Hospitality. hotelierwriters/puisi-hospitality_387. Lomba menulis puisi tersebut berlangsung hanya sepekan (10 Juli-18 Juli 2023). Ada tiga hadiah yang cukup menarik, yaitu menginap satu malam di Hotel Blue Sky Balikpapan.
KomunitasKebetulan Hotel Blue Sky baru saja merayakan HUT ke-50, hadiah tersebut tentu sangat berkesan bagi para pemenang lomba. Selain hadiah menginap, disediakan dua hadiah berupa Voucher Meals senilai IDR 250K. Â
Hari pertama saya  mengunggah puisi (10/7/23) . Puisi sederhana berjudul Merindukan "Langit Biru" pun saya tayangkan. Kesibukan pekerjaan sehari-hari membuat saya tidak begitu memperhatikan perkembangan lomba tersebut. Namun, saya sempat mengirimkan satu puisi lagi.
Pada saat pengumuman pemenang lomba, saya merasa senang karena nama saya termasuk salah satu yang beruntung untuk mendapatkan hadiah menginap semalam (sesuai yang saya rindukan dalam puisi).
Baca juga: Mereka yang Menghayati Sentuhan Hospitality dalam Puisi
Baca juga:Â Merindukan Langit Biru
Perjalanan Menuju Hotel Blue Sky
Pengumuman pemenang pada 20 Juli 2023. Proses pengurusan voucher menginap sangat dipermudah oleh admin hotelierwriters, yaitu www.kompasiana.com/celestinepatterson. Kami berkomunikasi melalui chat WA untuk proses pengurusan voucher menginap di hotel tersebut.
Berhubung banyak kesibukan pekerjaan, saya belum dapat segera memanfaatkan hadiah itu. Pada tanggal 1 Agustus 2023, fisik voucher menginap di Hotel Blue Sky sudah ada di tangan. Pihak hotel yang mengirimkan lewat jasa pengiriman paket barang.
Pada hari Sabtu, 30 September 2023 merupakan batas akhir pemanfaatan voucher. Saya pun berangkat seorang diri menuju Kota Balikpapan pada akhir pekan sekaligus akhir bulan itu. Istri tercinta di rumah ada kesibukan sehingga tidak bisa ikut menemani saya staycation di Blue Sky.
Dari rumah saya berangkat menjelang sore sebab pada pagi hingga siang saya menghadiri kegiatan MGMP IPS di SMP Muhammadiyah 2 di Kecamatan Babulu. Saya mengendarai sepeda motor sejauh seratus kilometer pergi pulang. Habis dari Babulu, saya beristirahat sebentar, baru kemudian berangkat ke Kota Balikpapan.
Proses perjalanan dari rumah ke Kota Balikpapan menempuh jalur darat-laut-darat, padahal hanya sekitar tujuh  kilometer jarak yang harus saya tempuh. Dari rumah saya mengendarai sepeda motor kesayangan.
Baca juga: menguji-ketahanan-fisik-naik-sepeda-motor-seratus-kilometer
Jarak dari rumah ke tempat penitipan sepeda motor sekitar satu setengah kilometer. Lokasi penitapan sepeda motor cukup dekat dengan pelabuhan kapal klotok. Saya memilih tempat penitipan sepeda motor yang buka 24 jam. Ada pintu pengaman yang baik penitipan langganan itu.
Beberapa meter dari tempat penitipan sepeda motor terdapat gapura yang berisi ucapan selamat jalan (meninggalkan) Kabupaten Penajam Paser Utara. Meskipun sinar surya cukup terik pada jelang sore itu, saya berusaha berswafoto dengan latar gapura yang dibuat oleh sponsor.
Kaki saya terus melangkah menuju loket tempat pembelian tiket kapal klotok. Satu penumpang kapal klotok perlu merogoh kocek sepulih ribu rupiah untuk sekali jalan naik kapal klotok dengan lama perjalanan sekitar 25 menit. Lama perjalanan bergantung kecepatan laju kapal dan gelombang laut (Teluk Balikpapan).
Setelah mendapatkan tiket, saya bertanya kepada petugas loket, kapal nomor berapa yang harus saya naiki. Meskipun dalam tiket sudah tertera angka yang menunjukkan nomor kapal, saya tetap bertanya untuk meyakinkan hal itu. Terkadang, antara nomor yang tertera pada tiket tidak sama dengan kapal yang harus dinaiki. Hal itu terjadi karena kapal yang seharusnya mendapatkan giliran untuk membawa penumpang, ternyata belum datang. Kapal masih berada di pelabuhan Kampung Baru, Balikpapan.
Tidak susah untuk menemukan kapal yang harus saya naiki. Biasanya, ada beberapa orang yang sedang berusaha naik ke sebuah kapal. kapal itulah yang akan segera berangkat sesuai nomor urut antrean.
Mengingat bulan September masih musim gelombang selatan, saya memilih tempat duduk di dekat sang pengemudi kapal. Jika pilh tempat duduk pada bagian depan kapal, ada kemungkinan terkena cipratan ombak di tengah perjalanan.
Saya memperhatikan keadaan di sekitar tempat saya duduk. Terlihat baju pelambung tertata rapi pada dinding kapal. Seharusnya baju-baju pelampung itu dikenakan atau dipakai oleh para penumpang untuk berjaga-jaga.
Penumpang yang berada pada buritan kapal tidak banyak. Para penumpang lebih suka duduk pada bagian depan kapal. Padahal kemungkinan kecipratan air laut lebih besar saat penumpang berada di depan.
Â
Bagaimana kisah perjalanan berikutnya? Ikuti kelanjutannya pada tulisan bagian kedua.
Penajam Paser Utara, 2 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H