Menguji Ketahanan Fisik Naik Sepeda Motor Seratus Kilometer
Niat sudah bulat. Saya ingin melakukan perjalanan naik sepeda motor seorang diri. Sejak beberapa hari saya sudah menyiapkan fisik dengan baik. Tidur diperbanyak. Aktivitas mengetik saya kurangi. Makan dan minum disesuaikan dengan kebutuhan.
Hari Sabtu (30/9/23) saya berangkat dari rumah pukul 06.15 Wita. Istri tercinta melepas di depan pintu. Saya bertambah bersemangat karena cuaca masih agak gelap. Saya merasa senang ketika melihat jalanan tidak begitu ramai. Anak-anak sekolah dan para pegawai kantor libur pada hari Sabtu.
Target saya pada pukul 07.45 sudah tiba di warung burjo langganan di dekat pasar Petung (samping BRI). Perkiraan saya meleset lima menit. Pukul 07.50 baru tiba di warung yang masih sepi itu. Perjalanan agak terhambat oleh mobil truk di depan saya saat melintasi tanjakan sekitar kilometer sepuluh dari arah Penajam.
Mobil truk itu berjalan cukup pelan dan saya tidak sanggup untuk mendahuluinya. Bodi truk yang lebar membuat saya tidak berani menyalip. Mau lewat sebelah kiri truk, tidak ada celah yang cukup. Mau lewat kanan truk khawatir ada kendaraan dari arah berlawanan yang cukup laju. Lebih baik mengalah daripada terkena musibah.
Perjalanan mengendarai sepeda motor pun dilanjutkan. Dari rumah sekitar tujuh belas kilometer terlewati. Masih ada sekitar 33 km (tiga puluh tiga) jarak yang harus saya tempuh.
Dengan perlahan dan penuh waspada, saya meninggalkan warung burjo setelah membayar dengan satu lembar uang kertas warna biru. Uang kembalian sebanyak empat puluh dua ribu rupiah segera saya simpan ke dalam saku celana hitam.
Sebelum pukul delapan saya sudah memperkirakan akan tiba di tempat tujuan. Saya berusaha menjalankan sepeda motor dengan hati-hati. Tidak terburu-buru dan selalu memperhatikan kendaraan dari arah berlawanan maupun dari arah belakang.
Perjalanan seorang diri yang saya lakukan dalam rangka menghadiri kegiatan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) IPS. Keinginan untuk menghadiri MGMP itu saya sampaikan kepada Pak Suharjano pada saat kami mengikuti kegiatan lokakarya di SMP 5 PPU.
Baca juga: httlokakarya-sekolah-penggerak-angkatan-pertama-kombel-2-dan-angkatan-3 Â
Waktu itu saya sampaikan bahwa saya mempunyai keinginan untuk menghadiri MGMP IPS. Saya meminta kepada guru SMP 9 PPU tersebut untuk menginfokan tanggal pelaksanaan kegiatan bulanan tersebut.
Tiba di SMP Muhammadiyah 2 PPU, tempat pelaksanaan MGMP IPS, saya segera memarkir sepeda motor pada deretan sepeda motor yang sudah ada. Kemudian saya memotret bangunan yang sedang dikerjakan di lantai dua. Foto itu segera saya kirimkan kepada kepala sekolah SMP Muhammadiyah 2 PPU, Pak Gamaruddin lewat WA.
Saya masih mengenakan jaket saat masuk ke ruang guru. Saya mendapati beberapa guru sedang mengemas kue-kue yang akan disajikan untuk peserta MGMP. Â Saya dipersilakan masuk ke ruang kerja kepala sekolah.
Beberapa menit kemudian Pak Gamaruddin tiba di ruang kerjanya. Kami pun terlibat dalam obrolan ringan. Sebagai tuan rumah, Pak Gamaruddin berpindah-pindah tempat duduknya.
Saya mengatakan bahwa guru IPS sekolahnya nanti pasti akan memanggil kami saat acara akan dimulai. Namun, mengingat waktu semakin agak siang, saya pun setuju untuk segera menuju ruang pertemuan.
Peserta yang hadir belum memenuhi kursi yang disediakan. Saya memprediksi, beberapa peserta guru IPS itu sedang dalam perjalanan. Lokasi sekolah yang agak jauh dari rumah para guru tentu membutuhkan waktu agak lama untuk tiba di sana.
Dari sekian guru IPS dari SMP yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara, mungkin ada tiga puluh persen yang saya kenal. Kemudian, saya meyakini ada lebih lima puluh persen dari mereka yang mengenali saya. Guru-guru dari SMP 1 PPU, SMP 7 PPU, SMP 9 PPU, dan SMP 22 PPU tentu cukup saya kenal. Guru IPS dari SMP 7 PPU yang pindah ke sekolah lain pun tentu masih saya kenal pula.
Pada saat saya memotret, bangku depan belum terisi. Ketika acara sudah dimulai bangku itu sudah ada penghuninya dan saya belum sempat memotret lagi.
Saya pun segera memilih kursi di depan pada sisi pinggir sebelah kanan. Hal itu saya lakukan agar memudahkan saat mengambil gambar atau memotret.
Rangkaian acara MGMP pun dimulai setelah saya memberikan kode kepada ketua MGMP IPS, guru SMP 2 PPU. Pembawa acara memegang mikrofon dan memulai tugasnya.Â
Untuk pembacaan doa dipimpin oleh guru dari SMP ITCI. Guru senior tersebut sudah cukup saya kenal sejak saya bertugas sebagai kepala SMP 7 PPU (tahun 2006-2012).
Setelah pembacaan doa dilanjutkan sambutan oleh tuan rumah, yaitu Pak Gamaruddin. Dengan suara khas, kepsek SMP Muhammadiyah 2 PPU tersebut bercerita keberadaan SMP dan SD serta SMK yang menyatu dalam satu lokasi. Jumlah siswa pun disebutkan mulai siswa kelas tujuh hingga kelas sembilan.
Ada kalanya, sambutan diselingi sesuatu yang menimbulkan senyum. Saya pun berusaha merekam peristiwa yang apik untuk dijadikan kenangan tersebut.
Selesai acara pembukaan MGMP IPS ada coffee break. Saya dan Pak Gamaruddin izin meninggalkan ruang pertemuan. Di luar ruang pertemuan itu, saya sempat mengobrol dengan beberapa guru IPS. Ada guru SMP 10 PPU yang sempat berdialog dengan saya. Kemudian ada guru SMP 4 PPU dan SMP 7 PPU.
Setelah beberapa saat berbincang di luar ruang, saya memberitahu Pak Gamaruddin bahwa ada teman pengawas yang akan mengajak saya jalan-jalan.
Setelah mengambil jaket dan tas tentengan di ruang kepala sekolah, saya pun meninggalkan SMP Muhammadiyah 2 PPU. Komunikasi lewat chat WA, Pak Imam Mudin menunggu di luar pagar.
Setelah kami bertemu di luar pagar, saya pun mengajak untuk menuju ke sebuah warung makan. Dengan menyebut satu kata, Pak Imam Mudin sudah paham yang saya maksud.
"Bebek!"
Sambil menikmati hidangan yang masih hangat tersebut, kami berbincang banyak hal. Satu topik yang dibicarakan terkait pelaksanaan upacara bendera tanggal  1 Oktober 2023.
Para kepala sekolah, baik jenjang SD maupun SMP diundang menghadiri upacara dengan pakaian PSL. Kemudian untuk pengawas sekolah  hanya didata sepuluh orang untuk hadir dan diminta mengenakan seragam Korpri.
Pada saat kami selesai makan, warung semakin ramai oleh pengunjung. Pak Imam Mudin berjalan menuju wastafel. Setelah mencuci tangan, Â saya lihat Pak Imam Mudin memegang saku celana belakang. Saya sudah tahu gelagat itu.
Cepat-cepat saya mengatakan bahwa saya yang akan bayar. Namun, Pak Imam Mudin bersikukuh untuk yang menjadi "bos". Waduh, saya jadi tidak enak. Sudah dua kali terakhir Pak Imam Mudin menraktir makan.
"Sudah, ini di wilayah saya. Saya yang bayar!" Demikian kata Pak Imam Mudin.
Saya pun kembali ke tempat duduk untuk menghabiskan minuman jeruk hangat yang tinggal beberapa teguk.Â
Sebelum meninggalkan warung, saya menyempatkan waktu untuk berswafoto di dekat sepeda motor yang saya parkir. Di dekat situ, mobil Pak Imam Mudin diparkir.
Saya segera melanjutkan perjalanan pulang ke Penajam. Jarak sekitar lima puluh kilometer harus saya tempuh untuk menggenapi angka seratus kilometer.
Penajam Paser Utara, 30 September 2023Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI