Pada lemari kaca di dekat kompor untuk menggoreng ikan, terdapat stok lauk berupa ayam. Konsumen memang ada yang memilih ayam daripada ikan. Selera orang memang tidak sama.
Sebelum ikan selesai digoreng, pramusaji menyiapkan nasi, sayur, dan mangkok tempat cuci tangan. Dalam piring nasi tampak cukup banyak nasi yang disajikan. Pak Machmud mengurangi porsi nasi dalam piring yang di hadapannya. Kurang lebih saparuh dari porsi awal.
Sisa separunya saya ambil. Untuk porsi nasi, saya memang tidak dapat makan banyak. Secukupnya saja. Karbohidrat terlalu banyak akan membuat perut kekenyangan.
Ikan pesanan kami pun disajikan. Ikan Trakulu goreng bagian ekor sungguh menggoda. Apalagi sambal tomat dengan warna merah yang membangkitakan gairah. Daun kemangi yang hijau benar-benar menambah selera untuk segera menyantap.
Pak Sukoco yang menjadi "bos" siang hari itu tampak sedang menuangkan sayur ke dalam piring berisi nasi putih. Sebagai pengawas sekolah paling muda di antara kami bertiga, Pak Sukoco begitu cepat melahap hidangan di atas meja.
"Tadi pagi saya belum sarapan!"
Begitu kalimat yang diucapkan Pak Sukoco.
"Biasanya sarapan di kantin kantor!"Â
Saya menimpali ucapan Pak Sukoco.
"Tadi nggak. Hanya beli gorengan!" Pak Sukoco menjawab sambil asyik mulai mencomot ikan goreng pilihannya. Saya kurang tahu jenis ikan apa yang ada di hadapannya. Pandangan saya terhalang oleh mangkok dan kebetulan jarak antara kami agak jauh.