Sarapan di Hotel sebelum Pulang ke Penajam
Hari terakhir di Hotel Harris, Samarinda. Kami sepakat untuk sarapan lebih awal. Pukul 07.00 wita kami sudah menuju tempat makan di lantai M atau lantai empat. Semalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kompetensi Pengawas dan Penilik dalam Implementasi Kurikulum Merdeka Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sudah ditutup. Penyelesaian administrasi juga sudah dituntaskan setelah acara ditutup.
Suasana ruang makan tidak jauh berubah dengan hari sebelumnya. Ada gerobak minuman swalayan yang diletakkan di dekat pintu penghubung antara ruang di dalam dan ruang outdoor (teras). Dalam gerobak dorong (gerobak beroda) itu tersedia aneka minuman saset yang biasa kita temui di warung tetangga rumah kita.
Untuk menyeduh minuman di sana tentu harus dilakukan secara swalayan. Tidak ada petugas yang berjaga untuk membuatkan minuman sesuai selera. Sejak hari pertama sarapan saya kurang tertarik dengan jenis minuman saset yang disediakan. Saya lebih tertarik dengan minuman jahe yang tinggal menuangkan di dalam cangkir.
Ada tempat khusus yang menyediakan minuman jahe yang hangat. Dengan menggunakan cangkir khusus, saya menuangkan minuman jahe tersebut.
Tempat minuman yang terbuat dari gerabah tampak artistik. Apalagi ada anglo  (tungku) dengan warna senada, menambah cantik pemandangan di dalam ruang makan tersebut. Saya mengambil minuman jahe tidak penuh. Hanya setengah cangkir. Khawatir tidak sanggup menghabiskan!
Pada bagian nasi dan lauk, saya melihat ada satu tempat yang menyediakan lauk spesial yang belum ada pada waktu sarapan hari sebelumnya (atau saya tidak melihat sebelumnya, ya?)Â
Silakan menamai atau menyebut lauk yang ada dalam foto di atas. Silakan membayangkan rasa lauk itu. Kebetulan, saya sedang tidak tertarik mengambil lauk itu. Saya hanya suka pada tampilan yang eksotik.
Piring yang digunakan untuk makan cukup datar. Dengan demikian, seberapa pun makanan kita ambil tetap akan tampak menjulang. Untuk itu, ada beberapa teman yang memilih untuk menggunakan beberapa piring agar makanan yang diambil tidak tumpah atau menjulang terlalu tinggi.
Saya sangat menyukai keindahan matahari saat terbit atau tenggelam. Pada saat kami sedang berada di teras ruang makan, kebetulan sang surya baru saja bangun dari peraduannya. Segera saja saya ambil foto kawan yang sedang makan dengan latar jembatan Sungai Mahakam lama yang dibaliknya ada sinar surya yang memancar.
Untuk memperoleh kesan warna mentari yang keemasan, saya memotret kedua pengawas tersebut dengan  mode"siluet". Suasana tampak seperti senja hari. Saya sangat puas dengan hasil jepretan seperti itu.
Untuk memberikan gambaran suasana di teras ruang makan, saya memotret dengan jarak agak jauh. Tampak Pak Imam Mudin membelakangi kamera. Kemudian, Pak Sukoco dan Pak Mokhamad Syafii menghadap kamera. Pada deret meja di sebelahnya tampak  samar-samar tiga pengawas lain.
 Ketiga pengawas yang duduk di sofa dengan meja seperti meja tamu di rumah itu adalah Pak Anas Baenana, Pak Sugeng Mardisantoso, dan Pak Tri Wahjoedi.
Tampak Pak Sugeng Mardisantoso sudah selesai menikmati sarapannya. Dengan santai, korwas PPU itu sedang bercengkerama dengan gawai di tangannya. Sementara itu, Pak Anas Baenana dan Pak Tri Wahjoedi sedang menikmati hidangan yang belum tuntas.
Selain mengambil foto dari posisi depan Pak Sugeng Mardisantoso, saya juga menjepret mereka dari sisi belakang Pak Anas Baenana. Suasana tampak hening karena masing-masing sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Untuk memberikan gambaran sisi yang berbeda, saya memotret kawan pengawas lain, yaitu Pak Sukma Widjaya, Pak Machmud, dan Pak Habel Hewi dari sisi kiri. Tampak pemandangan latar berupa kapal yang tertambat di tepi Sungai Mahakam. Â
Untuk selanjutnya, saya mengambil gambar dari sisi sebaliknya. Pak Habel Hewi berpindah duduk di samping Pak Sukma Widjaya. Latar jembatan Sungai Mahakam dan sinar surya yang keemasan benar-benar memesona. Saya cukup puas dengan hasil jepretan seperti itu.
Selanjutnya saya memotret dari arah sebaliknya lagi. Pak Suma Widjaya, Pak Habel, dan Pak Machmud tampak di kejauhan. Tiga pengawas terdekat dengan kamera adalah Pak Mokhamad Syafii, Pak Sukoco, dan Pak Imam Mudin.
Saya masih belum puas jika belum dapat menampilkan semua teman pengawas dalam satu gambar. Untuk itu, saya mencari posisi yang memungkinkan semua dapat tampak dalam gambar. Nah, walaupun hanya tiga orang yang tampak jelas, enam pengawas lain ada sedikit terlihat.
Saya masih belum puas jika belum ikut tampil dengan latar jembatan Sungai Mahakam. Untuk itu, meskipun harus berwajah hitam (siluet) saya mencoba berswafoto dengan latar jembatan yang cukup artistik tersebut.
Penajam Paser Utara, 3 Juni 2023Â